Aksi kala itu telah bubar namun Alex, Beni dan kawan-kawan PRT lainnya memilih untuk ke taman kota. Evaluasi mengenai aksi hari ini dan mereka merencanakan rencana candangan apabila mereka di khianati oleh wali kota.
Beni yang sudah terbiasa mengikuti parlemen jalanan, oleh sebab itu dia sadar perlu adanya sebuah rencana cadangan untuk mengantisipasi hal tersebut. Bayak pemerintah yang ingkar dengan janji mereka.
“Kawan-kawan bagaimana ini jika wali kota mengingkari janjinya. Kita perlu adanya rencana cadangan apabila nanti hal tersebut terjadi”
“Bener juga itu bang, jadi bagaimana?,” jawab Diana
“Bagaimana jika sang wali kota berkhianat, nanti kita mainkan media cetak bahwa wali kota merupakan seorang pemimpin yang tidak pernah memenuhi janjinya terhadap rakyat.” Jawab Alex yang penuh semangat
“Bagus juga ide kau, tidak mungkin seorang wali kota mau namanya tercoreng dan ini dapat merusak kredibitilas politiknya. Bagaimana kawan-kawan lain?”
Kawan-kawan PRT lainnya setuju dan sependapat dengan pemikiran Alex yang akan mengacam wali kota dengan isu-isu miring di media cetak. Diana yang terpukau akan pemikiran kritis Alex kembali menatapnya, namun kali ini dengan tatapan yang penuh kehangatan.
Alex yang sadar Diana sedang memandang dirinya, berpura-pura tidak tahu namun tetap curi-curi pandang kepada Diana. Seolah-olah ada rasa yang hanya Diana seorang mampu membuat rasa tersebut kepadanya.
Cinta merupakan sebuah rasa yang absurd namun manusia rela memberikan apapun untuk sebuah rasa yang absurd tersebut. Alex kini hanya mengetahui bahwa dirinya saat ini sedang merasakan sebuah rasa yang absurd namun belum tentu itu sebuah cinta.
Cinta merupakan rasa yang absurd, namun rasa yang absurd belum bisa di sebut sebagai cinta. Alex takut salah akan perasaan yang ada di dalam hatinya lebih memilih untuk memendam perasaan tersebut, biarkan waktu yang akan menjawabnya.
Beni kembali melihat dua kawannya ini (Alex dan Diana) memiliki tingkah yang dapat dibilang aneh dari biasanya. Namun Beni lebih baik membicarakan secara personal nanti dengan Alex, ketimbang harus membahasnya saat ini di depan kawan-kawan lain.
“Jadi sekarang bagaimana bang?” Berto menanyakan kepada Beni
“Sekarang kita tetap kawal para pedagang dengan cara kita sendiri, kita akan terus memantau pergerakan PEMKOT, jangan sampai mereka meresahkan para pedangang. Misalnya ada SATPOL PP yang ingin mengusir para pedangan yang sedang berjualan, maka kita harus membela pedagang tersebut.
Bilang saja kepada petugasnya nanti, ini perintah wali kota untuk memberi kebebasan ke pedagang korban penggusuran untuk dapat bebasan berjualan”
“Wah.., keren tuh bang. Bisa jadi kita baku hantam dengan SATPOL PP di jalan nanti”
“Ya mau bagaimana lagi?, ini kita sudah berkomitmen untuk terjun berjuang, jadi jangan berjuang setengah-setengah”
Hari semakin sore, hingga senja membuat warna angkasa raya memiliki warna kemerahan yang sangat indah. Alex yang tak ingin terbayang-bayang akan Diana memilih untuk mengantarnya pulang.
Namun Alex sadar bahwa dia tidak mempunyai kendaraan, lalu dia berinisitif untuk meminjam motor milik Beni.
“Bang Beni, boleh tidak aku pinjam motor sebentar”
“Mau ke mana kau, sampe pinjam motor segala”
“Hekhem…., aku mau antar Diana bang, boleh?”
“Wah..., wah…, sekarang aku paham mengapa tingkah kau aneh hari ini, rupanya ada yang sedang bergelut antara perjuangan dan kasih”
“Tolong jangan bilang sama yang lain ya bang, aku jadi malu nih”
Beni kembali teringat akan dirinya dahulu, sama persis dengan Alex saat ini namun waktu saja yang membedakan mereka berdua.
Dahulu Beni menemukan pusat semestanya di parlemen jalanan juga. Namun karena sebuah kerusuhan dan hal yang tak di inginkan, dia harus merelakan sang kekasih untuk pergi selamanya.
Tanpa harus pikir panjang, Beni lalu memberikan motor bututnya kepada Alex. Walaupun tergolong dalam motor butut, namun memiliki kisah perjuangan dan romansa yang cukup panjang.
Ada sebuah perpaduan aksara cinta di atas motor tersebut yang tak lekang oleh waktu, motor tersebut yang menjadi saksi bisu.
Kini kunci motor dalam sebuah perjalan kasih sudah berada di tangan Alex, namun Alex masih memikirkan bagaimana cara mengutarakan niatnya untuk mengantar Diana pulang.
Dengan sedikit keberanian yang terkumpul dan pertimbangan untuk takut kehilangan akan sosok gadis yang selalu masuk dalam pikirannya seenaknya saja.
Alex menghampiri Diana dan mengutarakan niatnya tersebut.
“Diana, kamu pulang dengan apa?, boleh tidak aku mengantar kamu”
Jantung Alex berdebar cukup kencang memompa aliran darahnya yang tidak bisa terkontrol, dia takut akan ada sebuah kata penolakan yang belum sanggup dia terima untuk saat ini.
“Saya pulang dengan angkutan umum, kalau kamu Alex?”
“Saya pulang dengan bang Beni, tetapi boleh tidak jika saya mengantar kamu pulang”
“Boleh saja sih, tetapi kamu sendiri pulang sama bang Beni. Jadi kamu mau mengantar saya dengan apa?”
Alex yang memperlihatkan kunci motor bang Beni pada Diana yang mengartikan bahwa dirinya telah mendapat kendaraan untuk mengantar Diana. Hal tersebut membuat Diana bingung dan senang.
“Jika kamu mau mengantar saya dengan motor bang Beni, terus dia pulang dengan apa?”
“Bang Beni akan ke kedai kopi Litera dengan Danil, makanya dia memberikan motornya pasa saya”
“Sepertinya saya tidak bisa menolak lagi ini”
Mereka berdua melesat melintasi kota yang kini kian gelap di selimuti malam, namun di atas motor mereka berdua masih merasa canggung antar satu sama lain. Hingga Diana yang harus membuka pembahasan.
“Alex kamu kuliah jurusan apa, terus kenapa kamu sampai bisa masuk ke PRT?”
“Saya kuliah jurusan sastra, kalo masuk ke PRT ceritanya panjang. Waktu kita berjumpa di lapak buku saat itu, saya berjumpa dengan bang Beni yang sedang berjualan buku.
Lantas aku berkenalan dengan bang Beni karena menganggap dia memiliki hal yang unik dan menarik. Saat itu pula dia memberikan saya sebuah buku Dunia Sophie, novel karya Jostein Gaarder sebagai hadiah perkenalan kami”
“Jarang-jarang bang Beni memberikan buku secara gratis, saya saja sesekali kesal sama dia lantara pelit kali. Jika saya membeli buku tempat dia, harga aja susah di ajak nego. Tapi kamu malahan dapat gratisan”
“Hahaha.., mungkin aku aja yang lagi beruntung waktu itu. Kalau kamu kuliah jurusan apa?”
“Saya kuliah jurusan Ilmu Politik. Ini baru semester 3, ya bang Beni termasuk senior aku di jurusan”
“Ops.., kayaknya harus panggil kamu kakak Diana nih. Terus kenapa kamu bisa tertarik gabung di PRT”
“Jangan panggil kakak terasa tua kali saya nanti, panggil Diana aja. Saya suka dengan perjuangan melawan pemerintah yang semena-mena terhadap rakyatnya, oleh sebab itu saya bergabung dengan PRT”
Percakapan hangat mereka berdua kini dapat meleburkan gunung es yang sebelumnya timbul, rasa saling ingin mengenal lebih jauh antar satu sama lain kiat kuat.
Di atas sepeda motor yang bising Alex dan Diana berusaha memahami kepribadian masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments