Sang matahari telah menyinari bumi, sudah saatnya Alex kembali menyongsong negeri. Dia beranjak dari ranjang, melangkah dengan matang menuju kampus yang kian menantang. Pagi itu Alex merasa perasaanya tidak enak entah apa yang dia hadapi di hari ini.
Sampainya di gerbang kampus Alex disapa oleh Rosa yang sepertinya telah menunggu dirinya untuk pergi sarapan. Alex yang belum mengisi nutrisi untuk cacing-cacing yang sedang demonstrasi dalam diri lalu mengiyakan ajakan Rosa tersebut.
“Selamat pagi Alex, sepertinya kamu belum sarapan. Bagaimana jika kita ke kantin untuk sarapan terlebih dahulu sebelum masuk”
“Sepertinya kamu keturunan dukun ya, sampai bisa tau aku belum sarapan”
“Ada-ada saja kamu, jika saya keturunan dukun udah ku santet dosen hari ini agar libur”
“Hahaha…, bisa juga kamu. Ya sudah mari kita ke kantin”
Sambil mengobrol mereka berjalan menuju ke kantin, tetapi tanpa mereka sadari Fidel panitia keamanan PKKMB yang naksir kepada Rosa mengikuti dari belakang.
“Alex, kamu mau pesan apa?”
“Saya pesan nasi goreng dengan teh manis saja”
“Baiklah kalau gitu, aku pergi memesan dahulu ya”
Ketika Rosa sedang pergi memesan makanan untuk mereka berdua tiba-tiba Fidel menghampiri Alex yang sedang melanjutkan membaca buku yang bang Beni berikan padanya. Kedatangan Fidel yang langsung menggebrak meja membuat Alex kebingungan dan langsung mengalihkan pandangannya.
“Eh, kamu anak baru yang songong!”
“Ada masalah apa ya?, sampai-sampai abang menggebrak meja saya”
“Saya peringatkan kamu ya, sebaiknya kamu menjauhi Rosa”
“Dengan Alasan apa abang menyuruh saya menjauhi Rosa?”
“Sudah jangan banyak bacot kamu, intinya kamu harus menjauhi Rosa. Jika tidak kamu akan menerima akibatnya”
Fidel lalu pergi begitu saja meninggalkan Alex yang masih kebingungan tentang apa yang terjadi barusan, selang lima menit setelah Fidel pergi tiba-tiba Rosa datang dengan pesanan sarapan mereka ditangannya. Alex yang masih penasaran tentang apa yang terjadi sebenarnya langsung membombardi pertanyaan kepada Rosa yang baru saja meletakkan nampan sarapan mereka.
“Rosa, aku ada pertanyaan buat kamu!”
“Ya Alex, tanyakan saja”
“Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan bang Fidel?”
“Fidel senior kita yang memiliki otak mesum itu?”
“Maksud dari otak mesum?”
“Jadi gini setelah kamu orasi dihari pertama yang membuat kamu tidak hadir lagi di hari-hari berikutnya. Banyak mahasiswa yang termotivasi untuk membangkang terhadap kegiatan PKKMB yang menindas mahasiswa baru”
“Lalu?”
“Lalu, aku termasuk salah satu yang melawan untuk mewakili mahasiswi. Sebab banyak senior termasuk Fidel yang kurang ajar terhadapa mahasiswi”
“Wah.., aku bangga sama kamu yang berani melawan senior. Tetapi aku masih belum mengerti maksud kurang ajar, emangnya mereka berbuat apa?
“Jelas mereka kurang ajar, masak mereka meraba-raba mahasiswi dengan alasan pemeriksaan”
“Jadi mengapa bisa Fidel begitu memerhatikan kamu sampai-sampai dia menyuruh saya untuk menjauhi kamu?”
“Nah.., ketika saya bersuara mewakili mahasiswi yang ditindas, saya ditarik keluar oleh dia untuk dihukum. tetapi tiba-tiba dia berbisik ditelinga saya sambil berkata, jika saya mau jadi pacarnya maka saya akan bebas dari hukuman”
“Lalu kamu setuju Rosa?”
“Gila kamu!, mana mungkin saya setuju. Lantaran saya menolak dia, saya dijemur selama 2 jam ditengah-tengah lapangan. Tetapi sampai sekarang dia terus saja mengejar saya”
“Oh.., rupanya begitu cerintanya. Memang berat Ros jika berada di antara perjuangan dan kasih”
Kini Alex mengerti mengapa Fidel bertingkah macam orang yang baru saja di ceraikan, rupanya dia memiliki ketertarikan terhadap Rosa, akan tetapi dia mengalami penolakan. Dengan sebab itu Fidel sangat membenci terhadap siapa pun yang dekat dengan Rosa.
Selesai sarapan Alex dan Rosa beranjak menuju kelas untuk mengikuti perkuliahan, mata kuliah yang kali ini mereka ikuti adalah Etika Penulisan. Akan tetapi satu jam lamanya dia menunggu, hanya kebisingan kelas yang didapatnya. Dosen yang mereka tunggu tidak masuk untuk mengajar.
“Rosa, sepertinya santet mu berhasil!”
“Ah, ada-ada saja kamu”
“Buktinya ini, dosen tidak masuk. Saya makin yakin jika kamu adalah keturunan dukun”
Gelak tawa pecah di antara mereka hingga menambah distorsi suara riuh kelas. Namun Rosa yang menaruh hati terhadap Alex semakin menyukainya, dikarenakan dibalik intlektualnya yang tinggi ada secerca sifat humoris dalam diri Alex.
Hari semakin siang, dengan ditandai suhu udara yang semakin panas akibat sang matahari yang membakar bumi. Alex kembali teringat akan janjinya dengan bang Beni untuk obsevasi kepada PEMKOT mengenai penggusuran pedagang, Alex lalu menelfon bang Beni untuk menanyakan kepastian tentang observasi tersebut.
“Halo bang Ben”
“Ya Alex, ada apa?”
“Bang, bagaimana nanti sore jadi kita ke PEMKOT untuk observasi?”
“Harus jadi ini menyangkut tentang hak rakyat. Ya sudah, jam tiga sore kau tunggu aku di taman kota”
“Baik bang”
Alex yang merasa dosen yang tidak akan masuk untuk mengajar hari ini, langsung mengambil tas dan bukunya untuk bergegas ke taman kota. Rosa yang menyadari Alex akan pergi lalu menanyakannya.
“Alex mau pergi ke mana kamu?”
“Saya mau ke taman kota, untuk observasi terhadap PEMKOT mengenai penggusuran pedangang, dan lagi sepertinya dosen tidak mungkin datang lagi”
“Ya sudah kalau begitu, hati-hati dijalan”
Alex lalu bergegas membelah kebisingan kota dengan berjalan kaki, sesampainya di tamana kota dia mendapati sepasang sejoli yang sedang memadu kasih di pinggiran danau, dengan angsa-angsa sedang bermain air melepas dahaga di hari yang sukup panas.
Alex lalu terbayang kembali sang gadis misterius yang pernah dia jumpai. Semakin hari, semakin nyata tatapan mata sang gadis didalam pikirannya. Untuk membuang pikiran yang bergejolak, Alex lalu membuka buku yang digenggamnya. Selang lima belas menit membaca untaian kata yang tersurat, Alex di kagetkan dengan kedatangan bang Beni yang tiba-tiba.
“Woi…, kau membaca apa melamun”
“Membaca bang, mana mungkin aku melamun”
“Mulut kau mungkin bisa bohong, tetapi mata kau itu berkata jujur”
“Ah.., abang bisa aja”
“Ya sudah, ayo kita menemui wali kota untuk menanyakan permasalahan pedagang”
“Ayo lah kalo gitu”
Alex dan Beni menuju kantor wali kota dengan vespa yang beni bawa, walaupun butut tetapi dia telah melang-lang buana se-antero Sumatera dengan segudang sejarah dapat dijadikan perpusakaan. Sesampainya mereka di kantor wali kota, mereka di cegat oleh satpam dikarenakan penampilan mereka hampir dapat dikatakan sebagai gembel.
“Berhenti…!, kalian mau ke mana?”
“Kami mau menemui wali kota pak, apakah beliau ada?”
“Ada kepentingan apa kalian dengan wali kota?”
“Kami mau menanyakan secara langsung kepada wali kota mengenai penggusuran para pedagang pak”
“Jika ingin menemui wali kota seharusnya kalian berpakaian rapi sedikit, kalian pikir ini pasar ikan?”
“Jangan menilai orang dari luarnya saja pak, tetapi lihat niatnya terlebih dahulu!”
“Banyak kali bacot kalian, wali kota tidak sudi menerima tamu seperti kalian”
“Ya sudah kalau begitu, intinya kami akan kembali lagi!”
Memang dewasa ini penampilan merupakan hal nomor satu, apalah daya Alex dan Beni yang berpenampilan seperti gembel. Atau memang birokrasi yang kini enggan berdiskusi dengan rakyat yang terzalimi.
“Apa boleh buat kalau begitu Alex, besok kita kembali lagi mengenakan pakaian terbaik kita”
“Besok aku pakai sarung bang”
“Bah.., apa pulak kau pakai sarung!”
“Menghadap tuhan saja aku pakai sarung, masak menghadap ciptaanya tidak boleh”
“Terserah kau aja lah”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
pke sarung😂👀
2021-03-22
1