Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
Dave memarkirkan mobilnya tepat di basement Mansionnya. Jangan lupakan Davin adalah pria paling berpengaruh dalam dunia perbisnisan dan tentunya dalam dunia gelap juga. Basement yang berada tepat di lantai dasar Mansionnya sangat luas untuk ratusan mobil sekalipun. Bahkan diatas mansionnya terdapat landasan pendaratan helikopter.
Vania turun dari mobil tersebut, lalu melangkah ke arah lift yang tersambung dengan setiap lantai mansion Davin.
"Sayang." Dave dengan begitu lembut memanggil nama Vania yang berjalan mendahuluinya.
"Vania, berhenti bersikap kekanakan!" Dave berusaha memanggil Vania yang tetap melangkah tak menghiraukan panggilannya. Namun ketika ia mendengar kata 'kekanakan' yang keluar dari mulut Dave seketika membuatnya berhenti melangkah.
"Hanya mengingatkanmu, kalau aku memang masih anak sekolah." Vania menoleh kesal menatap Dave yang berada di belakangnya, lalu melangkah lebih cepat ke dalam lift.
Setelah menghabiskan 20 detik untuk sampai di lantai 2, dengan keterdiaman antara Dave dan Vania, akhirnya mereka berhenti tepat di lantai kamarnya dan kamar Davin serta kamar tamu lainnya.
"Ikut aku!" Dave memerintah dengan tegas. Vania yang tak ingin berdebat hanya mengikuti Dave dengan malas.
Jam menunjukkan pukul 8 malam. Mereka menghabiskan waktu di kantor sampai semalam ini. Davin berusaha secepat mungkin menyelesaikan seluruh pekerjaan termasuk rapat yang begitu melelahkan hanya untuk Vania.
"Cepat jelaskan! Aku lapar." Ujar Vania ketus.
Sejujurnya saat pukul 3 sore, disaat Davin sedang rapat dan ia menyendiri di dalam ruangan kekasihnya, Vania pergi menuju kantin kantor karna perutnya belum terisi makan siang.
Padahal Dave sama sekali belum makan sejak siang hanya untuk menyelesaikan pekerjaan. Vania ingin sekali menyuruh pria itu makan, namun ego mengalahkannya, sehingga ia tetap berakting seolah tak mempedulikan Dave.
"Kenapa Reana ada disana?" Tanya Vania.
"Hhhh.. Ini semua adalah perjanjian antara aku dan Papamu."Jawab Dave sambil menghela nafas lelah.
"Perjanjian yang saat itu kau ucapkan di rumahku? Perjanjian apa itu?" Tanya Vania kesal.
"Aku mengetahui seluruh keluargamu sangat membencimu. Aku meminta pada Papamu agar kau tinggal bersamaku, karna itu memang lebih baik daripada disana. Tentunya Papamu sangat bahagia mengetahui salah satu putrinya ternyata dapat menarik seorang Raveno. Namun dengan begitu tak tau malunya Papamu meminta 10 persen saham perusahaanku sebagai tanda terima. Bagiku itu tak ada apa-apanya dibandingkan dirimu, oleh sebab itu aku menyetujuinya."Jelas Dave panjang lebar. Vania tergelak sedih, ternyata Papanya tega menjualnya pada orang lain.
"Lalu apa hubungannya dengan Reana?"Tanya Vania.
"Baby, Papamu adalah orang serakah. Setelah di mendapatkan 10 persen saham, dia bahkan memanfaatkan Putri sulungnya untuk memikatku. Dia mengatakan Reana harus menjadi sekretarisku. Entahlah Papamu memanfaatkan Reana agar dapat mendekatiku atau memanfaatkannya untuk mendapatkan hal penting mengenai perusahaanku." Jawab Dave.
"Kenapa kau menyetujui permintaannya, bahkan 10 persen saham sudah sangat membuatnya kaya raya." Vania begitu emosi mengetahui sifat Papanya yang begitu tamak.
"Aku belum menyetujuinya sayang. Saat itu kau datang bersama Sam, lalu aku melihat Sam menciummu membuatku marah dan bertekad untuk membawamu saat itu juga. Sehingga permintaannya dengan terpaksa harus terkabul." Dave menggenggam kedua tangan Vania dan menciumnya lembut.
"Aku sungguh mencintaimu, aku tak bisa kehilanganmu." Dave tetap berbicara dengan tangan Vania yang tetap menempel dibibirnya.
"Bagaimana jika rencana Papa berhasil?" Tanya Vania sedih.
"Tenanglah, percaya padaku semua akan baik-baik saja." Ujar Dave, lalu menarik Vania ke dalam pelukannya. Dave mencium pundak Vania lembut dan meletakkan kepala disana.
"Karena Papamu tidak tau sedang bermain dengan siapa sayang." Batin Dave dengan seringai tajam dibalik pelukannya.
***
Vania POV
Hari ini aku bersiap untuk berangkat ke Sekolah dengan penuh semangat. Aku merindukan sahabat-sahabatku dan juga merindukan Sammy. Jujur saja walaupun ia mencuri ciuman pertamaku, aku mana mungkin bisa marah padanya hanya karna hal kecil seperti itu. Di Negara ini ciuman adalah hal yang biasa.
Aku menuruni anak tangga dengan senyum merekah. Kulihat Dave sudah duduk manis di kursi meja makan sambil menatapku dengan bibir tersenyum.
"Pagi." Sapaku girang, lalu mencium bibirnya singkat. Aku terpekik kaget saat tangan kokohnya menarik pinggangku agar duduk di pangkuannya.
"Pagi baby. Hari ini kau semangat sekali." Ujar Dave.
"Tentu saja, aku rindu dengan seluruh sahabatku." Ujarku senang.
"Ingat pesanku kemarin, jangan berkelahi, jika ada apa-apa langsung kabari aku dan jangan dekat dengan pria lain, aku tak suka. Pegang ponselmu kemanapun kau pergi, karna aku pasti akan menelponmu kapan saja." Aku terkekeh setelah mendengar nada perintahnya, lalu menganggukkan kepalaku.
"Baiklah. Aku harus sarapan sekarang atau aku akan terlambat datang ke sekolah." Aku bangkit berdiri dan duduk di kursi samping kanannya.
"Aku akan mengantarmu sebelum berangkat ke kantor." Ujar Dave yang kubalas dengan deheman. Aku menyerahkan sepiring sarapan padanya setelah menyendok sarapan yang tersedia, lalu membuat ke piring milikku sendiri.
"Ingat, jangan meladeni Reana lebih dari hubungan atasan dan bawahan atau aku akan marah, dan memukulmu setelah menghajar wanita itu lebih dulu." Aku kembali teringat dengan Reana yang masih menjadi hama di perusahaan kekasihku. Dave terkekeh mendengar ucapanku dan mencubit pipiku gemas.
"Siap baby." Jawab Dave sambil mencium pipiku cepat.
***
Kulangkahkan kakiku dengan pasti ke arah kelas. Langkahku memelan saat sosok yang aku rindukan kini berdiri mematung menatapku. Aku tersenyum menatapnya, lalu berlari dan berhambur kepelukannya.
"Sammy, i miss you so bad." Kurasakan Sam membalas memelukku erat. Setelah puas, kujauhkan tubuhku dan menatapnya lembut.
"Maafin aku Zee." Kutatap mata Sam yang memancarkan rasa bersalah yang begitu besar. Dengan lembut kugenggam tangannya.
"Udah, aku udah maafin. Jangan sedih lagi! Ayo anterin aku! Biasanya kan kamu yang antarin aku ke kelas." Ujarku sambil menarik tangannya.
"Ayo."
"VANIA... " Aku terkekeh mendengar teriakan Abel yang menggemparkan seisi kelas. Setelah Sam dan aku berpisah di depan kelas, Abel dengan brutalnya meneriaki namaku, sambil berlari ke arahku tanpa peduli orang-orang yang ia tabrak.
" Imiss you." Abel memelukku erat, lalu melepasnya dan memandangku tajam.
"Apa maksud kamu menghilang tiba-tiba tanpa kabar kayak gitu Van?" Tanya Abel marah.
"Maaf deh. Nanti aku jelasin waktu jam istirahat." Kutatap dia dengan tampang bersalah.
"Hhh, yaudah ayo duduk!" Aku tersenyum puas, lalu melangkah ke arah mejaku yang bersebelahan dengan Abel.
Bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Abel menarikku ke arah kantin dan duduk di meja yang sering kami tempati bersama-sama. Kulihat meja tersebut masih kosong, belum ada tanda-tanda Sam dan kedua sahabatku lainnya.
"Kita tunggu mereka datang dulu, baru kamu cerita semuanya." Abel memandangku tegas, lalu aku mengangguk patuh.
"Kamu udah sarapan belum?" Tanya Abel lembutdan kujawab dengan anggukan. Sahabatku memang tau jika aku sering melewatkan sarapan hanya karna tak ingin berkumpul bersama keluargaku dalam satu meja makan. Aku terlalu muak melihat mereka seakan tak menganggapku ada disana.
"Ah.. Itu mereka."
Kulihat Sam, Liam, dan Vico menatapku sambil tersenyum lebar. Vico berlari ke arahku mendahului Sam dan Liam.
"Van, kamu baik-baik aja kan?" Tanya Vico lembut.
"Iya, seperti yang kamu lihat." Jawabku.
Liam dan Sam sampai, dan langsung duduk dengan tenang.
"Kami semua nyariin kamu yang hilang kabar. Kami senang saat kamu kabarin Abel dan ajak ketemuan. Kami semua datang buat ketemu kamu dan tiba-tiba kamu batalin. Sebenarnya kamu kemana?" Tanya Liam panjang lebar.
"Hhh... Maafin aku udah buat kalian khawatir. Papa ngejual aku ke Dave."
"Cowok yang kemarin menembak Boby?" Tanya Vico kaget.
"Iya. Dave, dia mencintaiku begitu juga aku." kulihat mereka terkejut bukan main.
"Zee... Kamu cinta sama dia?" Tanya Sam dengan wajah yang kelihatan sedih.
"Hmm... Aku Cinta sama Dave." Ujarku melembut membayangkan Dave yang begitu mencintaiku.
"Ponselku hilang semenjak kejadian Boby tertembak. Aku tidak bisa menghubungi kalian. Dave yang membelikanku ponsel baru. Maaf, aku yang salah." Lanjutku sambil menunduk.
"Nggak Van, kamu nggak salah. Semua ini salah Papa kamu yang kejam itu." Ujar Abel sambil mengusap pundakku.
"I love you guys." Ucapku dengan mata berkaca-kaca. Inilah alasan aku begitu mencintai mereka, sahabat-sahabatku.
"Tapi Van, apa kamu yakin pria itu benar-benar mencintaimu?" Pertanyaan Abel membuatku seketika menegang. Jika dipikir-pikir, bukankah semua yang terjadi selama ini sangat langka untuk sebuah kejadian tak disengaja. Kenapa hatiku malah meragu??
Bersambung....
Hai ketemu lagi sama author, pelakor hubungannya abang dave😏.
Jadi aku mau makasih sama kalian yang always support aku, dari comment kalian yang sumpah ngakak banget. 😂🤣
Terus selalu bilang Semangat untuk aku, dan jadinya aku semakin semangat up cerita ini. Dan karna kalian juga cerita ini mulai naik deretan populer, dan semoga bisa populer teratas.
makasih yah😭😘 Dave juga bilang makasih sama kalian yang selalu support cerita ini (Ya...tetap dengan wajah super dinginnya😒), dan vania juga bilang makasih banyak.
Jangan lupa Share, like, comment sebanyak mungkin, dan tekan tombol hatinya❤️😊
Bye😘😘💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Sidieq Kamarga
Duhhhh kaget aku, mau pinit tombol like yang munvul iklan !!!
Lanjut baca Thor
2022-03-04
0
🎼retha🎶🎵🎶🎵
baru x ini Othor ' bangga ' sbg pelakor ....[sorry] wtf ?!
just joke's
2021-10-04
0
Bundha Ai Nuha
jngn ragu van,,davin sngnt mncitaimu,,kats author sih,,
2021-06-04
1