When DANGEROUS MAN Falling Love
Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
"Ya, sebentar lagi saya sampai." ucap seorang pria dengan ponsel di tangannya, lalu menutup panggilan yang baru saja ia terima. Perlahan tapi pasti, mobil yang ia naiki memelan dan akhirnya berhenti di tengah jalan.
"Maaf Sir, di depan sepertinya ada perkelahian antar sekolah. Apa lebih baik kita putar balik saja Sir?" tanya supir di depannya.
"Ck, menyusahkan." gerutu pria yang tadi menerima telepon dan duduk dengan tenang di kursi penumpang.
"Putar balik!" tambahnya dengan nada dingin.
"Baik Sir."
Pria tampan dengan tubuh gagah itu menatap ke arah gerombolan anak sekolahan yang saling baku hantam. Batu dan tongkat Baseball menjadi alat tawuran anak ingusan seperti mereka. Mata pria tersebut dengan tajam menangkap seorang gadis dengan rambut panjang yang tergerai, sedang melawan empat laki-laki sekaligus dengan tangan kosong.
Pria tersebut terperangah, sampai mobil yang ia naiki menjauh hingga gadis tersebut hilang dari pandangannya.
'Tidak! Sejak kapan aku tertarik pada gadis ingusan yang tidak ada apa-apanya.' batinnya. Dibandingkan teman kencannya selama ini, gadis itu hanyalah tikus jelek untuk seorang Davin Anthonic Raveno.
***
Vania masuk ke ruang kesehatan disusul oleh keempat temannya, Samuel, Vico, Liam, dan Abelia. Vania menyentuh lengan atasnya yang memar dan terasa kaku.
"Gila, beraninya main pake alat, Pecundang banget." kesal Vania saat mengingat ia terkena batu yang dilempar asal oleh musuhnya. Vania melempar bokongnya ke atas ranjang dan duduk di sana dengan wajah marah.
"Sudahlah yang penting sekolah kita menang lagi." jawab Abel ikut duduk di samping kanan Vania, lalu Samuel di samping kiri Vania.
"Bel, tolong obati wajahku!" ujar Liam yang sedang memegang memar di wajahnya. Abel dengan senang hati menuruti titah Liam dan menghampiri pria itu.
"Van, mau es buat memar kamu?" tanya Vico menatap Vania yang terus meringis.
"Yes, please." jawab Vania dengan senyum manisnya. Tak butuh waktu lama, Vico datang dengan kantong berisi es di dalamnya.
"Thank you Vic."
"No problem." balas Vico.
"Vic, bibir kamu luka." ujar Vania sambil menunjuk sudut bibir Vico yang terluka.
"Sudah biasa, santai!" jawab Vico dengan senyum mautnya yang begitu mempesona.
"Sam, kamu tidak apa-apa?" tanya Vania yang sadar kalau sejak tadi Sam hanya diam tanpa suara, sedangkan Abel masih sibuk dengan luka di wajah Liam.
"Si bang*at Boby berhasil memukulku dengan tongkat baseball sialannya." geram Sam dengan wajah menggeram marah.
"Tetapi dibalas Sam berkali-kali lipat. Si Boby, mukanya habis tidak berbentuk lagi." ujar Abel bergidik ngeri sampai tak sadar menekan kapas di tangannya ke luka Liam. "Awss." rintih Liam karena tekanan tangan Abel pada lukanya. Abel tersenyum bersalah sambil meminta maaf dengan cengiran imutnya.
"Lagian Sam dilawan." tambah Vico.
"Vania juga banyak menghabisi anak cowok sekolah seberang dengan tangan kosong. Pantesan Vania sama Sam jadi Relationship Goals banget." ucap Abel panjang lebar dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.
Abelia, gadis itu terlalu baik dan ceria untuk ikut tawuran dan hal extrem lainnya seperti ini. Namun Abel sangat pandai dalam mengatur strategi. Selain itu, Abel bersikukuh ikut karena pria pujaannya bisa selalu dekat dengannya. Oleh sebab itu, Vania setuju-setuju saja jika Abel ikut dengan kelompok mereka.
"Aku tidak pacaran dengan Sammy Belbel." bantah Vania mendengar ucapan ngawur Abel.
"Saling melindungi, di mana ada Vania, di situ ada Sam. Punya nama panggilan kesayangan, apalagi coba kalau bukan kalian pacaran?" tanya Abel memasang ekspresi tak ingin kalah.
"Kami bersahabat Abel." ujar Vania dengan nada lembut, sangat bertolak belakang dengan sifatnya ketika sedang berkelahi.
"Benar Sam?" tanya Abel dengan wajah penasaran ke arah Sam yang sejak tadi terdiam. Sam hanya bergidik bahu dengan tatapan datarnya.
"Tuhkan Sam saja tidak bisa menjawab." ucap Abel dengan nada ngotot. Sejak tadi, Abel sudah tidak fokus mengobati Liam karena pembahasan hubungan antara Sam dan Vania.
"Sammy." Sam terkekeh pelan mendengar nada memelas Vania dan wajah gadis itu yang terlihat sangat manis saat cemberut. Sam suka saat Vania memanggilnya 'Sammy'. Suara Vania bagai alunan melodi indah di telinganya. Tangan Sam terulur mengacak rambut Vania dengan gemas.
"Tuhkan, Sam baiknya sama kamu aja Van." ujar Abel menatap Sam yang tersenyum manis ke arah Vania. Hanya pada Vania seorang.
"Kami sudah bersahabat sejak kecil, bagaimana tidak dekat, benarkan Sam?" dibalas anggukan oleh Samuel. Bibir Abel mengerucut kesal karena rencana untuk menyatukan kedua sahabatnya ini gagal lagi.
"Sam buka baju kamu! Biar aku kompres memarnya." titah Vania yang dengan cepat Sam lakukan.
Sam mengangkat baju sebelah kirinya dan memperlihatkan pinggangnya yang membiru bercampur keunguan. Vania turun dari ranjang, lalu menarik kursi yang lebih pendek dari ranjang dan mendudukinya di depan Sam.
Vania mengulurkan tangan kanannya yang menggenggam es menuju pinggang Sam. Sam menatap wajah serius Vania yang begitu menawan, sampai matanya menangkap lebam di tangan kiri Vania. Sam bersyukur, setidaknya lebam ini tidak separah memarnya. Tetapi Vania tetap saja seorang gadis, lebam ini pasti sakit untuknya.
Tangan Sam terulur menyentuh lengan atas kiri Vania dengan begitu lembut. Tangannya bergerak mengelus lebam kebiruan itu dengan gerakan seringan bulu.
"Shh.." Sam dengan jelas menangkap desisan keluar dari mulut Vania. Namun hanya sebentar, gadis itu kembali mengompres pinggangnya dengan serius.
"Vic, tolong kantong es lagi!" pinta Sam.
"Okey." tak butuh waktu lama Vico datang dengan kantong es di tangannya.
"Thanks."
"Welcome."
Sam mengompres lengan atas Vania dengan begitu lembut. Vania sempat terperangah dan melempar senyum lembut ke arah Sam yang juga tersenyum padanya.
"Makasih, Sammy."
"Sama-sama Zee."
***
Seorang pria tampan masuk ke dalam ruangan dan duduk di kursi kebesarannya dengan wajah gusar. Terlihat sebuah papan nama mewah di atas meja yang bertulis 'Davin Anthonic Raveno' sang pemilik meja tersebut.
Sejak ia datang ke kantor pagi tadi sampai selesai meeting siang ini, pikiran Davin melayang entah ke mana. Davin mengacak rambutnya frustasi. Pikirannya hanya dipenuhi oleh wajah gadis yang baru saja ia lihat di perjalanan.
"Ck, bagaimana aku mencarinya jika namanya saja aku tak tau, bahkan fotonya saja aku tidak ada." gerutu Davin.
Davin memijat pangkal hidungnya sambil menyenderkan kepalanya di kursi yang ia duduki. Davin membuang nafasnya kasar sambil memejamkan matanya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, menunjukkan sosok pria gagah dengan wajah dingin dan datar yang masuk ke dalam ruangan tersebut dengan santai.
Davin mengangkat wajahnya, lalu kembali duduk dengan posisi tegak. Pria yang berdiri dengan tatapan datar dan dingin itu adalah tangan kanan Davin yang bernama Kenzo.
Perlu kalian ketahui, Davin adalah seseorang berdarah dingin, begitu pula dengan Kenzo. Mereka berdua bahkan melebihi Psikopat saat menjalankan misinya. Tak ada kata ampun dan tak ada kata kalah dalam kamus mereka.
"Ada apa memangilku?" tanya Kenzo tanpa basa basi.
"Apa kau bisa mencarikan data seseorang untukku?" tanya Davin yang berhasil membuat alis Kenzo menaut bingung. Mencari informasi dan data seseorang adalah hal termudah yang bisa semua orang lakukan.
"Siapa yang harus aku cari?" tanya Kenzo.
"Aku tidak tau namanya siapa." ucap Davin sambil menghela nafas.
"Fotonya?" tanya Kenzo.
"Aku juga tidak memiliki satupun fotonya." Kenzo terdiam tak tau harus berbuat apa.
"Yang aku tau dia seorang gadis sekolahan." ucap Davin membayangkan bagaimana gadis yang baru ia lihat, dapat menarik perhatiannya sampai sebesar ini.
"Apa kau menyukainya?" tanya Kenzo terdengar polos, namun wajahnya tetap datar dan dingin tanpa ekspresi. Davin yang sedang membayangkan wajah gadis tersebut kembali tersadar, lalu melempar tatapan tajam pada Kenzo.
"Kau ingin kubunuh?" tanya Davin dengan tatapan tajamnya.
"Kalau kau bisa." jawab Kenzo dengan begitu jujur dengan wajahnya yang sama sekali tak memancarkan raut takut atas ucapan Davin.
"Keluarlah!"
"Mengenai Klan Kolosov yang dipimpin oleh Alberto, mereka akan membeli persenjataan dari kita." ucap Kenzo mengingat sesuatu yang harus ia beritahu pada Davin.
"Jika mereka bisa membayar mahal, aku akan terima." jawab Davin.
"Mereka bersedia membayar berapapun yang kau minta." tambah Kenzo.
"Baiklah, katakan barang butuh delapan hari untuk sampai disini." ucap Davin datar.
"Baik."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Cinta pandang pertama, Di awal perkenalan begitu gigihnya mencari informasi,Tapi saat udah di miliki malah di sia-siain,dan di sakiti, itu mah biasa huat org kaya, Perasaan dan hati org lain bg mereka itu gak ada harganya..
2023-07-12
0
Muftaminah Aufar
aku suka gaya nulisnya
2023-05-08
0
Ilyloveme
obsesi pada pandangan pertama😅
2022-01-28
0