Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
"Dave, kapan aku pulang?" tanya Vania sambil menatap Dave yang sibuk dengan laptop di hadapannya.
"Setelah aku selesai." jawab Dave tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya.
"Aku akan mati bosan kalau begitu." ujar Vania sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
"Lakukan apapun yang kau mau." ucap Dave datar.
"Pinjami aku ponselmu!" Vania melangkah mendekati Dave yang duduk di kursi kerjanya. Vania meraih ponsel Dave yang tergeletak di atas meja, lalu kembali melangkah ke arah sofa.
"Yuhuu.." Vania menidurkan tubuhnya di sofa dengan santai tanpa mempedulikan Davin.
Vania memainkan ponsel pria itu sambil tiduran. Ia jelas memanfaatkan WiFi super cepat yang berada di ruangan tersebut. Memainkan game, membuka sosmed, streaming, dan banyak lagi untuk mengisi waktu jenuhnya.
Dave merenggangkan tubuhnya saat ia merasakan pegal di daerah tengkuknya. Matanya menoleh menatap Vania yang terbaring sambil asik memainkan ponselnya. Ia berdiri dari tempat duduknya, lalu melangkah santai ke arah Vania.
"Kau sedang apa?" tanya Dave tiba-tiba.
"awss.." karena terkejut, ponsel di tangan gadis itu jatuh dan menimpuk wajahnya.
"Sakit." Vania meringis sambil mengelus hidung dan bibirnya yang menjadi korban, lalu memasang wajah cemberutnya. Bisa kalian bayangkan bagaimana rasa sakit yang dialami Vania saat ini.
Dave menatap wajah cemberut Vania sambil memasang kekehan kecilnya. Ia duduk di samping pinggang Vania yang masih berbaring.
Vania meraih ponsel Dave yang terjatuh, lalu menyodorkannya ke depan wajah pria itu.
"Ini!" ucap Vania kesal sambil mengalihkan wajahnya dari tatapan Dave.
"Baby, kau marah?" tanya Dave dengan nada yang begitu lembut.
"Berhenti memanggilku seperti itu!" ujar Vania yang makin kesal.
"Apa sakit?"
"Menurutmu?" balik tanya Vania dengan ketus.
Dave menarik wajah Vania ke arahnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah kesal gadis itu. Dengan lembut Dave mengecup ujung hidung Vania yang menjadi korban dan berhasil membuat Vania mematung dengan mata melotot.
"Aaa...Jangan menciumku!" ujar Vania panik sambil mendorong kasar wajah Dave dengan tangannya. Vania bangkit berdiri dari atas sofa, lalu menatap Dave yang masih duduk di atas sofa dengan wajah bingung.
"Antar aku pulang sekarang!" ucap Vania dengan wajah yang begitu panik. Jantungnya memompa sangat cepat hingga membuatnya sulit bernafas. Perlahan kilatan-kilatan memori menyeramkan itu muncul dalam pikiran Vania.
"Dave." lirih Vania dengan keringat yang bercucuran di pelipisnya. Wajah gadis itu perlahan mulai memucat seakan darahnya tidak mengalir. Dave menatap Vania heran karena reaksi gadis itu yang terlihat seperti orang yang sedang diincar oleh pembunuh.
Dave tau, karena sudah banyak ekspresi para korbannya yang terekam jelas diingatannya. Ketakutan, panik, tangis, pasrah, jeritan dan banyak lagi.
"Ada apa?" Dave bangkit berdiri dan mencoba meraih lengan Vania dengan lembut, namun dengan cepat Vania menepis tangan Dave dan menjauh darinya.
"Jangan! Jangan sentuh aku!" Dave menatap mata Vania yang mulai tak fokus. Tangannya bergetar, keringat yang bercucuran dan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari mulutnya. Dave semakin tidak mengerti.
"Tolong aku!" rintih Vania, lalu terduduk karena tak dapat menahan bobot tubuhnya sendiri. Dengan cepat Dave meraih tubuh Vania dan memeluknya erat.
"Shtt... Kau aman, baby. Kau aman bersamaku." Vania menenggelamkan wajahnya di dada bidang Dave, sedangkan tangannya tak berhenti meremas jas pria itu dengan tangan bergetar. Dave bahkan tidak peduli jika pakaian kusut karena ulah gadis itu.
"Dia... Dia... Menyakitiku dan mencoba menyentuhku." rintih Vania. Dave mengelus rambut Vania dengan lembut, sambil melontarkan kata-kata yang membuat gadis itu tenang.
"Kau membuatku cemas, tenanglah." Dave mengelus punggung Vania naik turun. Perlahan ia dapat merasakan tubuh Vania mulai tenang.
"Dave." Vania mengangkat wajahnya menatap Dave, memanggilnya dengan nada lirih. Dave menundukkan wajahnya dan menangkap mata sayu Vania yang berhasil membuat rasa sakit di ulu hatinya.
"Hmm." jawab Dave sambil mengelus wajah pucat Vania dengan lembut.
"Jangan antar aku pulang ke rumah, antar aku ke rumah Sammy!" ucap Vania menatap mata Dave lekat.
"Tidak, tetap bersamaku!" jawab Dave cepat.
"Kumohon." ujar Vania dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak, kau tidak boleh pergi!!" ujar Dave tegas.
"Dave." Vania memanggil nama pria itu frustasi sambil meletakkan keningnya di dada bidang Dave.
Dave meraih kedua telapak tangan Vania yang masih menggenggam jasnya, lalu merenggangkan kedua telapak tangan gadis itu dan mengelusnya lembut.
"Sammy, aku butuh dia." ujar Vania pelan. Badannya begitu lemah bahkan hanya untuk bangkit berdiri.
Dave terlihat terdiam dengan rahang mengeras setelah mendengar ucapan gadis yang berada di dekapannya tersebut. "Apa keadaanmu akan membaik?" tanya Dave berganti menggenggam kedua tangan Vania erat. Vania membalas dengan mengangguk pelan.
"Aku akan mengantarmu ke Mansion Johnston." Dave menggendong Vania ala bridal, lalu berjalan cepat ke luar dari ruangannya.
***
Davin POV
Aku menggendong Vania yang terlihat begitu lemah. Kami sudah sampai di Mansion Johnston dan sekarang aku berdiri di depan pintu rumah mereka. Dengan ragu aku menekan bel dan menunggu siapapun yang membuka pintu sialan ini.
Ceklek.
"Tuan sia...?"
"Nona Vania." kulihat seorang pelayan yang membuka pintu dan terkejut melihat kondisi Vania yang terlihat pucat di gendonganku.
"Cepat panggil Sam!" ujarku dingin yang dibalas anggukan olehnya, lalu berlari memanggil tuannya.
Beberapa detik menunggu, kudengar langkah kaki yang berlari terburu-buru semakin mendekat. Dengan spontan membuatku mendekap Vania lebih erat karena tak rela memberikannya pada pria itu.
"ZEE." kulihat raut wajah pria bernama Sam tersebut yang terlihat begitu panik. Dengan cepat, tugas tanganku digantikan dengan tangannya yang mendekap tubuh lemah Vania erat.
"Pulanglah! Dia bersamaku." ujarnya menatapku dingin, lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya. Kutatap punggungnya yang semakin menjauh dengan rahang mengeras, hingga pintu besar itu tertutup tepat di depan mataku.
Aku meraih ponselku dan menelepon Kenzo— tangan kananku.
"Temui aku di Mansion!" aku langsung menutup sambungan tanpa menunggu jawaban dari seberang sana.
Aku melangkah menjauh dengan rahang mengeras marah. Sesuatu pasti sudah terjadi pada Vania dan membuatnya trauma sampai seperti ini. Siapapun yang membuatnya menjadi seperti ini, jangan harap bisa selamat dariku. Kupastikan dia mendapatkan balasan yang tak terlupakan bahkan saat dia mati.
Author POV
Di lain sisi, Sam membaringkan tubuh Vania di atas ranjangnya dengan sangat pelan, lalu berlari ke arah lemari khusus dan meraih sebuah kotak perak dengan lambang J di atasnya.
Sam membuka kotak tersebut, lalu mengambil sebuah suntikan dan botol kecil berwarna bening. Sam mengambil sedikit cairan bening itu dengan suntik, lalu menyuntikkannya pada pergelangan tangan Vania.
Setelah menyuntikkan cairan itu, wajah Vania yang terlihat pucat pasi dengan mata tertutup dan keningnya yang berkerut tak nyaman, perlahan mulai tenang dan akhirnya ia tertidur lelap.
"Kenapa kau mengingatnya lagi?" tanya Sam sambil menatap Vania yang kini tertidur dengan nyaman. Sam mengelus puncak kepala Vania sebentar, lalu membereskan kembali kotak tersebut dan menyimpannya dengan rapi.
***
"Nona Addison dinyatakan menghilang dua hari setelah ibunya dimakamkan. Dia menghilang selama tiga hari dan ditemukan sekarat di sebuah rumah tua. Dia kritis dan akhirnya koma selama dua bulan dengan alat bantu kehidupan dan mengalami trauma saat ia sadar. Tidak ada yang tau apa yang dialaminya selama tiga hari di rumah tua tersebut, karena dia tak menceritakannya pada siapapun, bahkan pada psikiater yang menanganinya saat itu." ujar Kenzo panjang lebar sambil membaca informasi yang ia dapat.
"Siapa pelakunya?" tanya Dave dingin dengan mata tajam membunuhnya.
"Alberto Kolosov. Ketua klan Kolosov yang melakukan transaksi jual beli senjata dengan kita." jawab Kenzo yang berhasil membuat bibir Dave tersenyum menyeringai dengan tatapan tajamnya.
"Dan berita baiknya, hari ini adalah hari transaksi itu berlangsung." tambah Kenzo membuat seringaian di bibir Dave semakin lebar.
"Bersiaplah, kita akan makan sampai puas malam ini." ujar Dave tanpa menghapus seringai tajam di bibirnya.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kamu sudah liat sekarang kan siapa yg Vania butuh kan? Bukan kamu tapi Sam..Mundur lah alon-alon..
2023-07-12
0
🎼retha🎶🎵🎶🎵
was" deh suntikan tsb jgn" lebih dr sekedar penenang badan namun jg penekan memori
2021-10-04
0
PeQueena
aku mulaii suka ini..
sadismee ato bahkan... lebih dr itu.. 🤣🤣
jiwa saycoku brgejolakkk... sayank..
2021-06-12
0