Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
Dave menuruni anak tangga dengan sebuah dasi ditangannya. Dave begitu tampan dengan kemeja dan jas yang membalut pas tubuh kekarnya. Rambutnya yang dicepak kebelakang menambah karisma seorang Davin yang begitu terkenal.
"Baby.."
"Hmmm."
"Baby, kau dimana?" Dave berteriak memanggil Vania yang entah dimana.
"Aku didapur Dave." Balas Vania ikut beteriak.
Dave melangkah menuju dapur sambil membenarkan lengan kemejanya. Dave menatap punggung Vania yang sibuk mengaduk sesuatu di dalam panci. Dengan lembut Dave melingkarkan lengannya didepan perut Vania dan menyadarkan dagunya diatas pundak wanitanya.
"Kamu sedang masak apa?"
"Sup daging. Aku sedang ingin memakannya." jawab Vania.
"Hmm... Sepertinya lezat." Vania mendelik tak suka sambil menatap wajah Dave yang bersandar dipundaknya.
"Pastinya enak." Vania kembali mengaduk sup tersebut dengan begitu terampil.
"Baby tolong pasangkan dasiku." Dave memberikan dasi yang sejak tadi ia genggam kehadapanan Vania. Vania yang tak ingin menolak, segera mengambil dasi tersebut dan berbalik menatap Dave. Dengan begitu cepat, Vania selesai memasang dasi Dave.
"Wahh... Kau pandai sekali memasang dasi." Ucap Dave tercengang.
"Aku sudah sangat sering memasang dasi Sammy karena dia sangat malas memakai dasi sendiri saat pergi ke acara formal." Jawab Vania santai sambil berbalik kembali. Vania bingung saat tak mendapati balasan oleh Dave.
"Kenapa diam?" Tanya Vania.
"Aku tak suka kau membahas pria lain dihadapanku." Ucap Davin dengan rahang mengeras.
"Baiklah.. Baiklah.. Tuan pencemburu."
"Tapi bukankah ini terlalu siang untuk pergi kekantor." Ujar Vania.
"Ya, aku hanya ingin bersamamu lebih lama." Jawab Dave sambil mengecup pundak Vania yang membelakanginya.
"Cih.. Pembohong."
"Aku serius sayang. Oh iya, kau tak perlu mengantarkanku makan siang hari ini." Ucap Dave sambil mengelus puncak kepala Vania yang lebih pendek darinya.
"Kenapa?"
"Aku akan ada rapat informal siang nanti di Restoran, sekalian makan siang bersama dengan client." jawab Dave.
"Baiklah." Ujar Vania. "Lagipula, Aku ada janji dengan Abel siang nanti." Tambahnya.
"Hanya dengannya saja?" Tanya Dave.
"Hmm.. Hanya dengannya." Jawab Vania sambil melangkah membawa sup yang berada di mangkuk ke meja makan.
"Cepat makan!" Ujar Vania sambil menyerahkan sup kehadapan Dave. Dave dengan semangat mencicipi sup buatan Vania dan tersenyum lebar saat merasakannya.
"Wah... Tidak bisakah kita menikah hari ini?" Tanya Dave sambil menatap Vania kagum.
"Tentu saja tidak." Jawab Vania datar.
Setelah menghabiskan 10 menit untuk menyantap sarapan berat mereka, Dave segera bangkit sambil menenteng tas kerjanya dengan satu tangan.
"Aku akan pergi. Telfon aku jika terjadi sesuatu! Mengerti?"
"Hmmm." Jawab Vania hanya dengan deheman santai.
"Baiklah aku pergi." Dave mengecup puncak kepala Vania yang masih duduk sambil menikmati sarapannya.
"Bye, hati-hati." Dave tersenyum setelah mendengar ucapan selamat tinggal dari kekasihnya, lalu ia melangkah dengan semangat keluar dari rumah.
***
Vania benar-benar bersemangat untuk keluar bersama Abel hari ini. Setelah bersiap dengan baju casualnya, Vania beranjak pergi bersama supirnya.
Di dalam mobil, Vania merogoh ponsel di dalam tasnya, lalu memijit sesuatu diatas layar. Vania meletakkan ponsel tersebut ketelinganya sambil menunggu seseorang diseberang sana mengangkatnya panggilan darinya.
"Halo. Sayang ada apa menelponku?"
"Kau sudah mulai rapat?" Tanya Vania.
"Umm, Aku sedang dalam perjalanan. Kau sudah berangkat?"
"Hmm.. Aku bersama Joe."
"Siapa Joe?"
"Hei.. Dia salah satu supirmu. Dasar kau ini."
"Oh."
"Dave aku ma...." Belum sempat Vania menyelesaikan ucapannya, terdengar suara yang tiba-tiba memotongnya dari seberang telepon.
"Davin, aku sudah mempelajari jadwalmu, jadi bisakah mulai besok aku menjadi sekretarismu?"
Tubuh Vania seketika menegang mendengar suara yang begitu ia kenali. Ia tak mungkin tidak tau dan melupakan suara ini. Steve adalah sekretaris Dave, namun diseberang telepon sana, Vania jelas mendengar suara seorang wanita yang begitu ia kenali.
Dan lagi, bukankah Dave mengatakan ia sedang dalam perjalanan menuju tempat meetingnya di sebuah Restoran. Namun Vania jelas mendengar suara pintu terbuka dan ditutup, lalu disambung suara wanita tersebut.
"**." Vania juga dapat mendengar jelas umpatan Dave disebrang sana.
"Dave, kau tidak di dalam mobil kan? Jawab aku yang sejujurnya!"
"Sayang dengarkan... "
"Oh.. Vin, apa kau sedang berbicara dengan kekasihmu?" Vania mendengar suara wanita itu lagi.
"Dia Reana kan? Aku tidak mungkin salah dengan suaranya. Untuk apa dia disana Dave?"
"Baby.. Sekarang berikan ponselmu pada Joe!"
"Tidak, jawab aku dulu!" Vania beteriak kesal.
"Baby.. Tenanglah aku akan menjawabnya. Sekarang berikan ponselmu pada Joe!"
"Tidak."
Vania dengan kesal mematikan ponselnya dan melemparnya entah kemana. Sedangkan dilain sisi, Dave mengumpat marah saat Vania memutuskan telpon mereka secara sepihak.
"**."
"Kau, keluar dari sini!" Dave menatap Reana yang berdiri dihapannya dengan tatapan tajam.
"Davin, kau harus ingat perjanjianmu dengan Papaku atau Vania tak akan pernah ada disisimu." ujar Rea dengan begitu percaya diri.
"Aku tak peduli, seharusnya orang tua itu berhati-hati memilih lawan. Keluar, sebelum aku menyuruh orang untuk menyeretmu!" Reana yang melotot tak percaya mendapati reaksi Davin, hanya dapat pasrah dan keluar sambil menghentakkan kakinya kesal.
Dave kembali menelfon nomor kekasihnya, namun Vania sama sekali tak mengangkatnya. Dave mendengus kasar, lalu mendial nomor Kenzo.
"Halo."
"Beritahu supir bernama Joe untuk membawa Vania ke kantorku sekarang juga!"
"Dan penyerangan pada klan Beagle hari ini ditunda!" Dave mematikan ponselnya tanpa menunggu balasan dari sebrang sana.
Dave menyugar rambutnya dengan frustasi. Hhh... Ia benar-benar lelah. Pekerjaannya menumpuk, ditambah lagi ia pergi bekerja terlalu lama hanya karna ingin menghabiskan waktu berlama-lama dengan kekasihnya. Dan sekarang masalah baru bertambah lagi.
Dilain sisi.
"Halo.. Ya Tuan?"
Vania yang sejak tadi terdiam dengan wajah kesal seketika menoleh menatap supirnya yang sedang berbicara lewat telepon.
"Stop! Jangan berbicara dengannya!"
"Baik Tuan." Vania dengan jelas melihat Joe menutup telponnya setelah menjawab seseorang disebrang sana. Vania tersadar saat mobil yang ia kendarai mulai bergerak melawan arah dari Restoran tempat ia janjian.
"Damn. Jangan bawa aku temui pria bajingan itu!" Vania berteriak kesal.
"Maaf nona, tidak bisa."
"Sialan. Kalau kau tetap tidak berhenti, aku akan meloncat sekarang juga." Supirnya masih tetap tak bergeming, namun tangannya bergerak menekan salah satu tombol di depannya yang ternyata berfungsi untuk mengunci seluruh pintu mobil agar tidak bisa dibuka.
"**, buka pintu sialan ini!" Vania memukul pintu mobil tersebut dengan marah. Saking marahnya, Vania menendang pintu tersebut sampai tenaganya terkuras dengan sendirinya, dan akhirnya ia pasrah tak memberontak.
Vania dengan emosi mengambil ponselnya dan menelpon Abel.
"Halo, Abel maafkan aku, aku tidak bisa menemuimu hari ini."
"......"
"Terimakasih, aku hubungi kamu saat aku dapat waktu yang tepat." Vania mematikan ponselnya setelah Abel menjawab dan hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
20 menit berlalu, Davin mendengar pintunya dibuka dan menampilkan sosok Vania yang berdiri dengan wajah datar yang terlihat menahan emosi.
"Aku benar-benar membenci caramu sialan."
"Sayang, jangan mengumpat."
"Diam.. Aku membencimu!"
"VANIA!" Vania terdiam mendengar bentakan Dave yang begitu menusuk hatinya. Seharusnya disini ia yang marah, bukan malah Dave. Dave yang emosinya tersulut juga tak menyadari bahwa dia akan membentak Vania dengan begitu keras.
Davin benar-benar emosi saat mendengar kata benci terlontar dari mulut Vania padanya.
"Sayang maaf." Dave begitu menyesal sambil mencoba meraih Vania ke dalam dekapannya.
"Aku sudah kebal dengan bentakan. Kau tak perlu sungkan." Vania berucap dengan wajah datarnya dan tangannya menepis tangan Dave yang terulur ke arahnya.
Dave benar-benar peka bahwa Vania menyembunyikan rasa sedihnya dan berubah sok tegar. Amarahnya memuncak mengingat kebodohan Reana yang membuat Vania harus mengetahuinya secepat ini.
"Aku benar-benar punya janji dan Abel sudah menunggu cukup lama. Cepat katakan yang ingin kau katakan agar aku bisa pergi secepat mungkin." Dave merasakan hatinya nyeri saat Vania bahkan tak ingin menyebut nama panggilan kesayangannya saat berbicara dan menatapnya dengan dingin.
"Tunggulah sampai aku selesai bekerja, aku akan menjelaskannya padamu semuanya." Dave tak ingin menjelaskan semuanya saat Vania masih belum tenang dan emosi keduanya masih belum reda.
"Aku tak punya waktu." Ketus Vania.
"Tunggu aku okey. Aku akan menyelesaikannya secepat mungkin." Dave menangkup kedua pipi Vania dengan lembut, lalu mencium kening Vania dengan lamat.
Vania tak ingin berdebat, lagipula ia ingin mengetahui apa yang kakak tirinya lakukan diperusahaan Dave, sedangkan dia sudah mulai memimpin perusahaan Papanya sebentar lagi.
Vania menjauhkan tangan Dave dari pipinya dan melangkah ke sofa dengan diam dan tenang.
Tok.. Tok... Tok
"Masuk!"
"Davin, kau tak ingin keluar makan siang bersamaku?" Vania menatap dingin kakaknya yang datang dengan sok akrab untuk mengajak Davin keluar maka siang.
"Pergi, aku tak ingin makan siang! Besok kau mulai bekerja dan jaga sopan santunmu pada bosmu sendiri." Reana berusaha tetap tersenyum dan menunduk.
"Oh Vania, kau disini." Vania mendengus sinis melihat kakaknya yang tiba-tiba sok akrab dengannya.
"Ada apa kau kesini?" Tanya Reana berpura-pura tak tau apapun tentang hubungan antara Davin dan Vania.
"Apa aku harus memberitahumu?" Tanya Vania dingin tak bersahabat.
"Vania, jaga bicaramu, di depanku ada atasanku." Reana menatap Vania sinis.
"Dia atasanmu bukan atasanku, untuk apa aku sopan padanya?" Tanya Vania sinis sambil melirik Dave yang menatapnya juga.
"Setidaknya bersikaplah yang sopan!" Ujar Reana dengan nada sok lembut, seperti kakak yang senantiasa menasihati adiknya.
"Reana, kurasa kau tidak tau apa yang terjadi." Vania bangkit berdiri, lalu berjalan ke arah Dave yang duduk di kursinya.
"Atasanmu ini adalah kekasihku." Reana tercengang. Reana tak pernah berfikir Vania dan Dave akan secepat ini menjadi sepasang kekasih.
Vania berdiri di samping kursi Dave. Selanjutnya, Dave dibuat tercengang dengan apa yang dilakukan Vania. Vania dengan gerakan yang begitu menggoda, duduk dipangkuan Dave dan tangannya melingkar di leher Dave.
Dalam hati, Vania menguatkan dirinya untuk tetap berakting seperti gadis murahan. Tangan Vania turun mengelus rahang kokoh Dave yang begitu menggoda.
Davin benar-benar harus menahan dirinya untuk tidak menerkam Vania saat ini juga. Bagaimanapun, Dave adalah pria dewasa yang membutuhkan kepuasan tinggi.
Vania mengelus dada bidang Dave dengan gerakan sensual, lalu matanya menoleh ke arah Reana tanpa menghentikan kegiatan tangannya.
"Rea, apa kau akan tetap disini sampai kami bercinta? Kau tau Dave benar-benar pria dewasa dan sangat jantan, aku tak dapat berhenti mengerang dan mendamba sentuhannya setiap kali kami bercinta. Ditambah melihatnya mengerang diatasku adalah sesuatu yang begitu hebat. Sampai kami menempuh puncak bersama-sama, mengejar kenikmatan masing-masing membuatku seakan melayang tinggi melupakan daratan. Kau tetap akan disini? Karna kau tahu, Dave benar-benar butuh pelampiasan saat ini dan aku tak sungkan melakukannya di depanmu sekalipun." Reana menggeram memggertakan giginya, lalu melangkah keluar dan menghentakkan heelsnya ke lantai.
Setelah pintu tertutup, Dave dengan kasar menarik pinggang Vania yang masih duduk di pangkuannya.
"Arghh... Kau benar-benar wanita kecil penggoda. Aku benar-benar butuh pelampiasan saat ini juga." Dave mengerang kasar merasakan celananya menyempit.
"Jangan menyentuhku!" Dengan sadisnya, Vania berdiri dari pangkuan Dave dan duduk kembali di atas sofa.
Dave menggeram gusar merasakan sesuatu di bawahnya sangat-sangat menyakitkan. Dave melirik ke arah Vania yang sedang fokus terhadap ponselnya, tanpa memperdulikan Dave yang sedang kesulitan seorang diri. Hingga akhirnya Dave menggeram kesal karena tak bisa menahannya lagi.
"**." Dave dengan kasar bangkit berdiri, lalu berjalan cepat ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya yang bergelora.
Bersambung...
Emang abang dave keterlaluan tampan, ditambah dia kaya, siapa coba cewek yang nggak kepincut. Hey... kau reana, INGATT!! dave hanya milik author seorang. Salah maksudnya Abang Dave hanya milik Vania seorang. Ingat, tidak semudah itu Ferguso.
Jangan lupa share, like dan comment sebanyak mungkin. Jangan lupa juga tekan tombol hati ❤️ jika kalian menyukai cerita ini.
💢💥Jangan heran kalau disini banyak pelakornya, karna dave itu benar-benar keterlaluan tampan, author aja mau daftar jadi istrinya
Kalian ada yang mau nggak daftar jadi istrinya abang dave??? . Tapi jangan sakit hati ya kalau ditolak sama abang dave, soalnya author udah pernah ditolak mentah-mentah sambil disodorin pistol (hiks 😭)
Bye. 😘💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Lusi Yani
hahahaha rasain sendiri deve
2022-04-03
0
Sidieq Kamarga
Ogah jadi istrinya Babang Dave, karena dianya juga gak akan mau sama aku 😂😂😂😂
2022-03-04
0
Putri
dtodong pake pistol apa dulu ni Thor....😎😂😂
klo yg ada pelurunya aye Redho dtembak mati dpelukannya, to klo pistol Aer aye pun mau gak nolak. ...
ngarepin kehaluan babang Dave😂😂😎😍😘
2021-12-28
0