Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
Dave menatap seorang pria paruh baya yang turun dengan tongkat mewahnya sambil menatap setiap gerakan yang dilakukan olehnya dengan tatapan tajam.
"Mr. Raveno, bagaimana dengan senjatanya?" tanya Albert sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Davin.
"Semuanya siap." jawab Dave singkat.
"Baguslah. Bayarannya akan segera terkirim setelah aku melihat semuanya." ujar Albert.
"Perlihatkan padanya!" Kenzo dengan sigap membuka pintu belakang mobil Jeep yang berada di sampingnya, lalu memperlihatkan sebuah kotak kayu berukuran besar.
"Semuanya ada di sini, kau bisa melihatnya." ujar Dave dingin.
"Periksa!" Albert memerintahkan seluruh penjaganya untuk mengecek seluruh senjata yang akan mereka beli dan dengan gerakan cepat dilaksanakan oleh penjaganya.
"Bagaimana keadaan kelompokmu, sampai kau merendahkan dirimu untuk membeli senjata pada musuhmu sendiri?" tanya Dave dengan nada mencemooh.
"Jika boleh jujur, kurasa kelompokku akan lebih maju saat aku memberikan kekuasaanku pada anakku nantinya." jawab Albert menatap Dave santai.
"Bagaimana dengan kehidupanmu? Di usia muda dengan kekayaan melimpah, ketua underground paling terkenal di dunia dan wanita-wanita yang menghangatkan ranjangmu dengan senang hati. Apa kau bahagia?" tanya Albert.
"Kuralat, aku sudah memiliki kekasih dan tidak membutuhkan para ja*ang itu lagi." jawab Dave dengan senyum menyungging.
"Wah.. Siapa gadis kurang beruntung itu?" tanya Albert dengan nada mencemooh.
"Apa kau pernah mendengar nama Vania Iylazee Addison? Dia adalah kekasihku." ucap Dave yang berhasil membuat tubuh Albert menegang dan terdiam sesaat.
"Kurasa aku tak pernah mendengar nama itu. Kenalkan aku padanya di lain kesempatan." ucap Albert memasang senyum paksaannya.
"Kurasa tak akan ada kesempatan itu."
"Apa maksudmu?" tanya Albert dengan wajah bingungnya.
"Karena hari ini, malaikat pencabut nyawa mengutusku untuk mengambil nyawamu saat ini juga." Dave mengeluarkan pistolnya dan menembak para penjaga yang berada di samping Albert dengan gerakan yang begitu cepat.
Baku tembak tak terelakkan dan dalam sekejab seluruh penjaga Albert habis bersimbah darah di tanah, menyisakan Albert yang berdiri dengan tubuh kaku dan wajah pucat.
"A.. Apa salahku?" tanya Albert gemetar.
"Salahmu adalah menyentuh kekasihku dengan tangan kotormu." jawab Dave dengan tangan terkepal kuat.
"Kejadian itu sudah lama, sebelum dia menjadi kekasihmu." cerca Albert sambil memundurkan langkahnya saat melihat Dave melangkah ke arahnya dengan begitu menyeramkan.
"Kesialanmu karena sekarang dia telah menjadi kekasihku." ujar Dave sambil menaikkan pistolnya ke depan wajah Albert.
"Stop... Jangan sakiti aku! Anakku masih membutuhkanku." mohon Albert sambil berlutut di depan Dave dan mencengkeram kaki Dave erat.
"Apa dulu saat kekasihku memohon untuk tidak menyakitinya, kau mengabulkannya?" tanya Dave menggeram marah dan Albert terdiam kikuk.
"Tidak kan? Kenzo, bawa dia ke markas." titah Dave sambil melangkah menjauh. Sedangkan Kenzo menyeringai tajam ke arah Albert, lalu membawa pria paruh baya itu ke dalam mobil dengan sangat kasar.
***
"Katakan apa yang kau lakukan pada kekasihku dulu?" Dave memainkan pisau di tangannya dengan begitu lihai. Pisau berkilat itu menari dengan sempurna di sekitar wajah dan leher Albert.
"Itu sudah lama sekali, aku sudah lupa." jawab Albert dengan wajah takut.
"Dia menderita sampai sekarang dan kau melupakannya begitu saja dengan sangat mudah. Kurasa aku harus melakukan sesuatu agar kau dapat mengingatnya. Kenzo, cabut seluruh kuku tangannya!"
"Dengan senang hati." Kenzo menyeringai dengan wajah penuh ***** membunuh. Sedangkan Albert sudah berontak sambil berteriak di atas kursi dengan tali yang mengikat tubuhnya.
"A... Aku benar-benar lupa." teriak Albert dengan wajah pucat, namun dihiraukan oleh Dave maupun Kenzo.
Kenzo melangkah mendekati Albert dengan sebuah tang di tangannya. Kenzo meraih tangan kanan Albert dan bersiap menarik kuku ibu jarinya dengan senyum merekah bak iblis haus darah.
"JANGAN.. KUMOHON.. JANG.... "
AKKHHH
ARRGGHH
Teriakan Albert menggema di seluruh penjuru ruangan yang lengang tersebut. Rasa sakitnya bahkan dapat terasa hanya dengan mendengar teriakan kesakitannya. Seluruh kukunya lepas dan tangannya dipenuhi dengan darah, membuat Albert kelihatan begitu menyedihkan.
"Apa sekarang kau mengingatnya?" tanya Dave.
"Ya.. Aku mengingatnya." jawab Albert dengan nafas tersengal pasrah.
Flashback On.
Vania kecil dengan begitu semangat melangkah menuju taman dekat rumahnya sambil menggendong boneka baymax kesayangannya. Dengan rambut terikat dua dan tubuh kecilnya yang terbalut dress pink indah, senyum dari bibir kecilnya bahkan tak luntur sedikitpun sambil asik bersenandung lucu.
"La.. La.. La.. La.. La..."
"Itu anaknya." bisik seorang pria.
"Ya.. Ayo kita tangkap sekarang!"
KYAA
Vania kaget saat tubuh kecilnya diangkat oleh tiga orang pria dengan penutup wajah, lalu membawanya masuk ke dalam mobil.
"Jangan... Lepaskan Vania! Vania mau ketemu Sammy." Vania berteriak sambil melayangkan pukulan kecil dari tangan kecilnya.
"Tolong.... Sammy.. Tolong Vania." Vania berteriak keras sampai boneka baymaxnya jatuh dari tangan mungilnya ke atas tanah.
Wajah Vania memerah dengan keringat bercucuran saat dirinya dibawa menuju sebuah rumah tua antah berantah yang tidak ia kenali.
"Paman, tolong lepasin Vania." ujar Vania dengan mata berkaca-kaca penuh ketakutan.
"Vania takut gelap." ujar Vania saat melihat rumah tua dihadapannya, diterangi oleh sedikit pencahayaan.
"Diam kau!" Vania terkejut dan tangisnya semakin pecah mendengar bentakan pria yang menggendongnya.
Dengan begitu kesal, pria tersebut melempar tubuh kecil Vania ke atas lantai berkeramik dan berdebu, yang berhasil menghasilkan bunyi hentakan kencang dan bunyi retakan.
"AKH. Ta.. Tangan Vania.. Tidak bisa digerakkan.. Hiks.. Tolong.. Hiks.. Papa...sakit.." Vania terkulai lemah di atas lantai karena tak dapat menggerakkan tangan kirinya yang membentur lantai. Beruntung kepalanya tidak terkena lantai keras itu.
"Saya Alberto Kolosov, pria yang mencintai ibumu setengah mati dan wanita yang kucintai meninggal hanya karena seorang pria yang tak lagi mencintainya. "
"Ayah bejatmu itu harus kubunuh, sebelum itu kau yang akan menderita gadis kecil. "
Selama tiga hari, Vania melalui harinya seperti di neraka. Mulai dari tangannya yang patah dan tak pernah di obati, lalu seluruh luka cambuk di tubuhnya, bahkan luka sayatan yang memenuhi tubuhnya membuat Vania terkulai bersimbah darah di atas lantai. Dan dengan kejamnya, Albert menjambak rambut gadis kecil itu dan membenturkan kepalanya ke tembok dengan begitu keras.
Darah mengucur deras dari kepalanya, ditambah tetesan air mata dan tangis kesakitannya tak membuat Albert mengasihani gadis kecil manis ini.
"To..tolong ber...hen..ti." Vania mengerjab lemah dan kesadarannya mulai meredup.
"Aku akan membunuhmu sekarang juga."
"Mama.... "
Brak...
Pintu terbuka kasar dan menampakkan anak buah Albert berlari sambil mengatakan sesuatu. Vania bahkan tak tau mereka mengatakan apa karena tak ada satupun suara yang dapat ia tangkap saat ini. Sampai akhirnya penglihatannya menggelap sempurna.
Flashback Off
"Kau menyakiti kekasihku karena wanita yang kau cintai meninggal? Dan dia adalah anak dari wanita yang kau cintai itu?" tanya Dave dengan rahang mengeras. Emosinya meluap membayangkan gadis kecilnya tersiksa di usia yang begitu belia.
"Kau benar-benar membangunkan iblis." bisik Kenzo ke telinga Albert sambil menatap Dave yang melangkah mendekati Albert dengan tatapan membunuh.
"Apa kau mencoba memperkosanya juga?" tanya Dave tajam dengan sorot mata membunuh.
"Ti..tidak, saat itu salah satu anak buahku berusaha menyentuhnya, namun sebelum itu terjadi aku sudah menghentikannya." ujar Albert menggeleng dengan wajah membujuk.
"Siapa dia?"
"Dia terbunuh sudah cukup lama, saat kelompokku berseteru dengan kelompok lain." ujar Albert lagi.
"Dia wanitaku dan dia milikku. Dia memiliki senyum yang begitu indah dan kau menghilangkannya dengan begitu mudah. Dia sebening porselen dan kau hampir merusaknya. Hukumanmu tentu saja kematian. Kematian yang paling menyakitkan."
"Siksa dia, seribu kali lipat dari apa yang Vania rasakan, lalu buang tubuhnya ke dalam kolam piranhaku!"
"Baik."
"TIDAK, JANGAN, AKU MOHON, AKU MENGAKU SALAH. TOLONG AMPUNI AKU."
ARGGHH...
***
Vania mengerjabkan mata perlahan demi menyesuaikan pandangannya. Matanya mengenali ruangan ini, ini adalah kamar Sammy.
"Zee, kamu sudah bangun?" tanya Sam yang dibalas anggukan pelan oleh Vania.
"Apa aku kambuh lagi?" tanya Vania dengan mata sayu.
"Ya.. Jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja, Okay." Sam mengelus puncak kepala Vania dengan penuh kasih sayang, lalu mendaratkan ciuman singkat di kepalanya.
"Pukul berapa sekarang?"
"Tujuh pagi."
"Bukankah kita harus bersekolah?"
"Kita sedang libur musim panas."
"Kalau begitu aku akan bersiap dan pulang ke rumah." Vania bangkit dari tidurnya dan beranjak menuju kamar mandi.
"Kamu yakin baik-baik saja?" tanya Sam dengan nada cemas.
"Tentu saja. Oh iya, apa bajuku masih ada di rumahmu?" tanya Vania sambil menoleh ke arah Sam.
"Ya, bajumu tersimpan dengan rapi." jawab Sam.
"Baguslah. Bersiaplah, kamu harus mengantarku pulang. Tidak ada penolakan." ujar Vania dengan nada mengancam, lalu berlalu ke kamar mandi.
"Kamu tau sendiri, aku tidak pernah bisa menolakmu." bisik Sam dengan nada pilu sambil menatap punggung Vania yang menghilang ditelan pintu.
***
Vania menggenggam erat tangan Sam, sambil menatap bangunan rumahnya dengan tatapan sedikit panik. Bagaimana jika nanti ayahnya bertanya kabarnya yang menghilang selama dua hari ini. Vania tak tau harus menjawab apa.
Sam mengelus punggung tangan Vania, mencoba untuk menenangkannya.
"Hey.. Aku bersamamu." ucap Sam dengan nada lembut.
"Aku harus menjawab apa nantinya?" tanya Vania sambil menatap Sam dengan wajah panik.
"Jawab sejujurnya." ucap Sam.
"Huhhh....aku siap." Vania membuang nafasnya pelan sambil memantapkan hatinya, lalu melangkah ke dalam rumahnya.
"Aku pulang." ujar Vania.
"Dave." Vania begitu terkejut mendapati Dave duduk bersama papanya di ruang tamu sambil mengobrol ringan.
"Vania, kamu sudah pulang sayang?" tanya papanya dengan nada lembut yang terlihat sangat pura-pura.
"Iya. Sam, kamu mau langsung pulang atau mampir sebentar?" tanya Vania menatap Sam yang sedang menatap Dave dengan tatapan tajam. Vania menyadari bahwa Sam pasti tidak suka dengan kehadiran Dave, lalu perlahan mengelus lengan atas Sam dengan tangannya yang bebas.
"Vania cepat duduk disini! Davin sudah menunggumu sejak tadi." ujar papanya. Vania dapat melihat jelas tatapan tajam yang dilemparkan Dave ke arah Sam dan dirinya.
"Ayo Sam!" ajakku sambil menarik tangannya. Namun....
Mata Vania melotot lebar saat tangannya ditarik paksa oleh Sam, lalu tengkuknya diraih dan menabrak bibirnya dengan sesuatu yang lembut dan kenyal. Vania begitu terkejut merasakan bahwa bibir Samlah yang menabrak bibirnya dengan tiba-tiba, lalu perlahan mel*mat bibir Vania dengan gerakan selembut mungkin.
Bugh..
bersambung...
like dan comment ya biar aku makin semangat. 😘😁💪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Amrih Ledjaringtyas
hahaha. jgn" itu bkn pp kandung y thor
2021-05-02
0
Triiyyaazz Ajuach
nah tuch perang rebutan cewek dech
2021-03-30
0
paulaa
lebih cepat lebih baik
2020-12-22
0