Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏
"Pulangkan aku ke rumah! Aku harus sekolah hari ini." Pagi-pagi sekali teriakan dan rengekan Vania sudah terdengar ke seluruh penjuru rumah. Vania kesal karena ia sengaja bangun subuh sekali agar Davin sempat mengantarnya ke rumah, namun nyatanya jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi dan Davin masih santai dengan sarapannya.
"Hari ini aku sudah mengijinkanmu untuk tidak bersekolah." kata pria itu santai.
"HAH? Sebenarnya kau ini siapaku sampai kau dapat mengatur hidupku seperti ini?" tanya Vania kesal sambil menyangga kepalanya menggunakan tangannya.
"Jangan membantah! Hari ini datanglah ke kantorku saat makan siang! Jangan lupa makan siangku! Setelah selesai bekerja aku akan mengantarmu pulang." ucap Davin yang berhasil membuat mata Vania berbinar.
"Benarkah hari ini aku akan pulang?"
"Ya." jawab Davin singkat.
"Yes... Thank you Dave." ucap Vania spontan yang berhasil membuat Davin menegang seketika.
"Apa kau bilang?" tanya Davin.
"Thank you." jawab Vania santai.
"Setelahnya!"
"Thank you Dave."
"Dave?" tanya Davin bingung.
"Hm... Itu nama panggilanmu dariku. Davin terlalu panjang, jadi aku memanggilmu Dave saja. Jangan terlalu berlebihan, aku memang sering membuat nama panggilan orang tanpa sadar." ujar Vania sambil menatap Davin dengan mata memicing, lalu meminum susunya sambil menatap pria itu yang masih terdiam.
"Thank you baby untuk panggilan kesayangannya." ucap Davin melempar senyumnya.
"Apa-apaan?" tanya Vania mencebikkan bibirnya kesal dengan wajah jijik serta terkejut.
"Baby?"
"Jangan mengatakannya!"
"Kenapa? Karena kau sudah memberiku nama panggilan, jadi itu panggilan kesayangan dariku untukmu." jawab Dave santai.
"Apa kau lupa aku ini kekasih Sammy?" tanya Vania kesal.
"Berhenti berbohong! Aku sudah tau kalian hanya berpura-pura menjadi sepasang kekasih." ujar Dave dengan mata tajam yang ia lemparkan pada Vania.
"Bagaimana bisa?" tanya Vania terkejut
"Kau tidak perlu tahu."
"Sudahlah, aku akan pergi bekerja. Jangan lupa makan siangku!" Dave beranjak dari tempat duduknya, mengambil tas kerjanya, lalu melangkah ke luar.
"Berikan aku ponsel atau aku akan mati kebosanan di sini." Vania mengejar Davin dan mensejajarkan langkah mereka.
"Tidak ada ponsel untukmu. Di ruang bawah tanah ada ruangan yang pasti kau sukai." ujar Davin menatap Vania, lalu memberhentikan langkahnya saat sampai tepat di depan pintu masuk sekaligus ke luar yang begitu lebar.
"Kau yakin aku pasti suka?" tanya Vania dengan mata menyipit ragu.
"Yakin." jawab Dave begitu yakin. Vania menatap mata Davin yang memancarkan keyakinan yang begitu kuat.
"Jika tidak, aku akan menghabisimu di kantor nanti." ancam Vania sambil memasang wajah garangnya.
"Baiklah aku pergi."
Dave menarik tengkuk Vania dengan satu tangannya yang bebas, lalu mengecup kening gadis itu dengan begitu lembut. Kejadian tersebut terjadi begitu cepat, bahkan Vania tidak sempat mengelak dan hanya bisa terdiam di tempat. Vania bahkan tanpa sadar memejamkan matanya saat merasakan bibir lembut Dave menyentuh keningnya.
Vania kembali membuka matanya perlahan saat merasakan bibir Dave menjauh dari keningnya.
"Aku pergi." ucap Dave, lalu melangkah memasuki mobil yang sejak tadi sudah terparkir di depan rumah. Vania masih mematung mencoba menyadari apa yang baru saja terjadi di depan matanya.
'Jantungku.' batin Vania berteriak.
"Nona." lamunanku buyar saat pundakku ditepuk oleh seorang pelayan.
"Ya, ada apa?" tanya Vania.
"Tuan menyuruh saya mengantar anda ke ruang bawah tanah." jawab pelayan tersebut sambil menunduk.
"Baiklah, ayo!" ucap Vania dengan bersemangat.
****
"Owh, Wow." ujar Vania takjub saat melihat tempat gym di hadapannya dan ada ring tinju juga di ruangan tersebut.
"Nona, ini baju olahraga anda." ucap pelayan yang tadi mengantarnya ke sini sambil menyerahkan sebuah bungkusan ke arahnya.
"Terimakasih." Vania meraih bungkusan tersebut, lalu berlari ke dalam ruang ganti.
Vania tersenyum senang sambil mengganti bajunya. Jika dipikir-pikir, Dave tidak buruk juga. Pria itu memang dingin dan arogan saat mereka pertama kali bertemu. Namun, setelah melakukan percakapan seperti biasa, Vania menyadari Dave tidak seburuk itu. Dave bisa mengerti dirinya tanpa diberitahu. Dalam kata lain, pria itu sangat peka.
Vania mulai bisa menerima Dave sebagai teman bincangnya yang menyenangkan.
Setelah melakukan pemanasan singkat, Vania berjalan ke arah meja dan mengambil sarung tinju berwarna hitam di sana.
Vania memukuli samsak dengan begitu ahli dan wajahnya yang begitu serius. Setelah itu Vania mencoba hampir seluruh barang gym yang berada disini. Seperti treadmill, multigym, upright bike, ellipticals, dll.
Vania duduk di atas lantai sambil menyelonjorkan kakinya dan membuang nafasnya secara teratur. Vania meraih minum dan handuk kecil yang diulurkan oleh pelayan yang sejak tadi menemaninya dan mengawasinya dalam diam.
"Nona, sudah pukul sebelas. Bukankah Nona akan ke kantor Tuan?" tanya pelayannya.
"Tunggu sebentar, nama Bibi siapa?" tanya Vania.
"Nama saya Lia Nona." jawabnya.
"Baiklah aku akan memanggilmu Lia saja. Ehmm, apa kau tau makanan kesukaan Dave?" tanya Vania penasaran.
"Tuan tidak pernah memberitahu makanan apa yang dia suka. Namun, dia mengatakan makanan yang tidak dia suka seperti, udang dan kacang-kacangan. "Jawab lia.
"Kalau begitu aku akan memasak Steak Langostinos Y Filete A La Plancha saja." ucap Vania.
"Lia, tolong siapkan bahan-bahannya ya, aku akan mandi terlebih dahulu." ucap Vania sambil beranjak ke luar dari ruang bawah tanah.
"Baik Nona. Nona, pakaian anda sudah siap di atas ranjang." tambah Lia.
"Terimakasih Lia." balas Vania dengan senyum lebarnya.
"Sama-sama Nona." balas Lia dengan senyum hangatnya.
***
Vania siap dengan rok span berwarna peach dan atasan berlengan panjang dengan model off-shoulder, lalu tas selempang yang senada dengan roknya.
Vania menuruni tangga sambil menyugar rambut curlynya. Vania tak henti tersenyum bahkan saat ia sampai di dapur dan mendapati Lia sedang mempersiapkan bahan-bahan.
Vania meletakkan tas selempangnya, lalu meraih celemek dan memasangnya dengan perlahan.
"Baiklah, mari kita mulai!"
Vania mengambil daging tenderloin yang sudah terpotong seperti bentuk steak kebanyakan. Vania me-marinate daging tersebut terlebih dahulu dengan garam, blackpaper dan sedikit rosemary bubuk. Setelah beberapa menit menunggu, ia memanggang daging tersebut di atas pemanggang yang sudah diberi unsalted butter dan garlic.
"Lia, tolong lihat dagingnya ya!"
"Baik Nona."
Vania mengambil lima jenis buah apel yang berbeda, bawang putih, bombay, tomat ceri, olive oil, bawang merah, origano, thyme, basil dan daun mint untuk membuat saus salsa yang akan mendampingi steak yang ia buat. Vania mencampur seluruh bahan sampai akhirnya saus Salsa tersebut jadi.
Vania menyusun salad di dalam tempat berwarna bening yang tersusun dari mix lettuce dengan dressing balsamic.
"Nona, dagingnya sudah selesai."
"Okay."
Setelah menyusun seluruh makanan yang telah ia masak ke dalam tempat tertutup, Vania meletakkan bekal makan siang tersebut ke dalam tas.
"Nona, supir anda telah siap." ujar Lia yang dibalas anggukan paham oleh Vania.
"Terimakasih Lia untuk bantuanmu." ucap Vania.
"Sama-sama Nona." jawab Lia.
"Aku pergi dulu, bye Lia." Vania melangkah sambil menyampirkan tas selempangnya, lalu tas bekal di tangan kanannya.
***
Vania memasuki gedung pencakar langit yang berada di hadapannya. Vania sempat menganga kagum di depan gedung saat melihat betapa tinggi dan megahnya gedung tersebut. Kakinya melangkah santai di dalam lobi bangunan tersebut, membawa dirinya entah kemana. Hingga akhirnya matanya menatap sebuah meja resepsionis dan bergegas ke sana.
"Permisi, di mana ruangan Dave?" tanya Vania dengan senyum manisnya.
"Dave?" tanya wanita resepsionis di depannya dengan wajah bingung.
"Maksud saya Davin Raveno." jawab Vania sambil menyengir salah.
"Mr. Raveno, apa anda sudah membuat janji?" tanyanya dengan wajah bertanya-tanya.
"Dia menyuruhku untuk membawakan makan siangnya." jawab Vania sambil mengangkat tas yang berisi makan siang pria itu yang sudah ia siapkan.
"Tunggu sebentar."
Vania melihat wanita yang duduk di depannya mengambil telepon di atas meja dan menekan beberapa digit angka di atasnya.
"Maaf dengan siapa?" tanya wanita itu pada Vania.
"Oh.. Ehmm Vania." jawab Vania yang dibalas anggukan paham oleh wanita di depannya.
"Selamat siang Mr. Steve"
"Ada seorang wanita bernama Vania yang ingin menemui Mr. Raveno. "
"Baik Mr. Steve, Terimakasih. "
Wanita di depan Vania menutup teleponnya, lalu menatap ke arahnya.
"Anda sudah ditunggu Mr. Raveno di ruangannya, Lantai 77." ujarnya lembut.
"Anda bisa masuk melalui lift khusus di sebelah kanan yang diperuntukkan untuk Mr. Raveno."
"Baik, terimakasih." Vania melangkah ke arah lift yang ditunjuk, lalu memasuki kotak besi itu setelah pintunya terbuka tanpa ia menekan tombol apapun.
Lift berdenting, lalu terbuka dengan lebar tepat di lantai 77. Vania melangkah keluar, lalu mendapati seorang pria tampan berdiri di depan lift.
"Selamat datang Nona Vania." ucap pria di depannya sambil membungkuk.
"I..iya." ujar Vania dengan senyum kikuk.
"Saya Steve Madden, sekretaris Mr. Raveno. Mari Nona, Tuan sudah menunggu anda." Steve membimbing Vania menuju sebuah ruangan dengan pintu berwarna hitam yang begitu lebar, besar dan mewah. Steve membuka pintu tersebut dan membiarkan Vania masuk ke dalam.
Vania melangkah masuk dengan wajah kagum ketika menatap interior ruangan tersebut. Terlihat designnya yang simple dengan warna gelap dan gold yang lebih mendominasi, namun terkesan mewah dan Elegan. Ia sampai tak sadar bahwa Davin tengah menatapnya lekat. Vania tersadar dari kekagumannya saat mendengar pintu tertutup.
"Dave, ini makan siangmu." ucap Vania saat mendapati Dave duduk manis di kursi kebesarannya.
"Aku menunggu cukup lama." ucap Dave dengan ekspresi kesal.
"Maaf. Yasudah ayo makan di sofa." ucap Vania sambil melangkah menuju sofa dan meletakkan tas bekal tersebut di atas meja.
Davin berdiri, lalu menghampiri Vania yang sibuk membuka kotak bekal yang ia bawa untuk disusun di atas meja. Vania terlihat meletakkan steak yang ia buat ke atas piring. Dave menatap seluruh masakan Vania yang kelihatan menggiurkan.
"Kau memasak apa?" tanya Dave sambil duduk di sofa.
"Steak dan Salad." jawab Vania singkat sambil menyerahkan garpu dan pisau kepada Dave.
"Benar ini masakanmu?" tanya Dave sambil menatap Vania curiga.
"Tentu saja buatanku." jawab Vania cepat sambil memandang Dave kesal.
"Jika tidak enak, kau belum boleh pulang." ujar Dave sambil memotong daging di atas piring.
"Jika enak, jangan bertemu lagi denganku." cibir Vania kesal mendengar perkataan Dave, namun matanya tidak menatap ke arah Dave dan sibuk memotong steak miliknya.
"Tidak enak." jawab Dave sambil meletakkan pisau di tangannya dengan kasar, bahkan belum ada satupun daging yang masuk ke dalam mulutnya.
Vania menoleh kaget mendengar dentingan piring dan pisau yang bertubrukan. Ia menatap ke arah daging yang masih terlihat utuh namun sudah terpotong-potong. "Curang, kau belum memakannya." kesal Vania.
"Daripada aku tidak bisa bertemu denganmu lagi." ucap Dave frontal sambil menatap Vania dengan tatapan tajamnya. Vania terdiam mengatubkan mulutnya, hingga lama-kelamaan wajahnya terlihat memerah mendengar perkataan Dave.
"A.. Aku bercanda, cepat makan! Aku bersusah payah memasaknya." ujar Vania memasang wajah kesalnya dan mengalihkan tatapannya dari tatapan Dave yang seakan menusuk jantungnya.
Dave tersenyum kecil melihat rona merah di sekitar wajah Vania yang sedang memotong daging dengan gugup.
"Suapi aku!" ujar Dave yang berhasil membuat Vania melotot menatapnya.
"Tidak, kau bukan anak kecil Dave." ujar Vania kesal sambil memakan stek
"Kau tidak ingin pulang?" tanya Dave dengan nada mengancam, namun ia memasang senyum manis menantang ke arah Vania. Vania menoleh ke arah Dave dan menatap pria itu dengan tatapan tajam.
'This Jerk.' batin Vania kesal.
Vania mendengus pasrah, lalu menusuk daging di atas piring dengan kasar dan mulai menyuapi Dave. Vania menatap Dave lekat, menunggu reaksi pria itu atas masakannya.
"Lumayan." ujar Dave sambil menatap Vania dengan sebelah alis terangkat dan mulutnya yang mengunyah dengan lancar.
'Oh God, help me from this bastard.' batin Vania berteriak frustasi.
"Yasudahlah, setidaknya tidak buruk." ujarnya pada dirinya pasrah. Vania beralih memakan salad dengan garpu yang sama, lalu menyuapi Dave kembali secara bergantian sampai makanan tersebut habis.
bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ilyloveme
kayak suami istri aja😅
2022-01-28
0
Adek Zarlini
Vania paket komplit kayaknya...😀
2021-08-19
1
ren_iren
cerita apakah ini, kenapa aq dr awal baca senyum2 sendiri ...???
apakah ini magic 😂😂😂😂😂🤭🤭🤭
2021-07-14
1