Tidak bisa dipungkiri betapa senang hati Sina setelah melihat reaksi positif Dion memakan masakannya. Padahal ini adalah masakan pertama Sina di dunia ini kecuali memasak mie instan atau memasak air putih.
Di dalam hatinya yang terdalam Sina bertekad untuk belajar memasak lebih serius lagi. Semangat di dalam dirinya semakin berkobar setelah melihat respon baik Dion, menurut Sina ini adalah tanda dari Dion untuk terus belajar memasak. Dalam artian yah, Dion akan selalu memakan apa yang ia masak.
Hem, seperti inilah yang Sina rasakan ketika Dion memakan masakannya.
Padahal ini hanya nasi goreng biasa dan terlebih masakan pemula tapi Dion terus memakannya walaupun di atas meja makan ada masakan ringan yang lain. Yang tentu saja lebih enak karena masakan-masakan itu dibuat oleh para pembantu yang sudah sangat berpengalaman memasak.
"Aku harus ke kantor, kalian berdua lanjutkan saja sarapannya." Ucap Dion setelah membersihkan bibirnya dengan tisu.
Ia berdiri dari kursinya dan mengambil tas kerjanya yang penuh akan dokumen penting.
"Aku..akan mengantarmu ke depan." Sina ikut berdiri dari duduknya.
"Tidak perlu, lanjutkan saja sarapan mu." Tolak Dion langsung.
Dia mengusap singkat kepala Risa dan hanya menganggukkan kepalanya sopan kepada Sina. Setelah itu ia berjalan meninggalkan mereka berdua untuk segera pergi ke kantor.
Tersenyum tipis, Sina menatap kehilangan pada sosok tinggi Dion yang semakin lama semakin menjauh dari pandangannya. Entah mengapa hatinya merasakan sesuatu yang tidak nyaman apalagi saat melihat piring Dion yang masih belum berubah banyak nasi gorengnya.
Seingat Sina, ia hanya makan 2 atau 3 sendok nasi goreng. Itupun hanya sendok pertama yang isinya full karena setelah itu setiap Dion memasukkan nasi ke dalam mulutnya, sendok tersebut tidak sepenuh pertama dan jauh lebih sedikit.
Sina tidak nyaman di hatinya melihat ini dan perasaan senang mendengar pujian Dion perlahan mulai menipis di dalam hatinya.
"Mungkin dia sedang terburu-buru." Bisiknya pada dirinya sendiri.
Tersenyum tipis, ia kembali mendudukkan dirinya kursi sebelumnya dan bertekad untuk menghabiskan nasi goreng yang ia buat. Ini adalah masakan pertamanya jadi Sina tidak ingin membuangnya begitu saja. Anggap saja makanan sebanyak ini sebagai makan siangnya hari ini.
Atau yah, jika Sina sangat kenyang maka anggap saja ini makan malamnya yang datang terlalu cepat.
"Apa yang bisa kamu lihat dari sikap Kakak ku tadi?" Tiba-tiba Risa bersuara, memecahkan keheningan di antara mereka berdua.
Sina spontan menatap Risa, tidak yakin dengan apa yang dimaksud Risa dengan berbicara seperti itu.
"Aku pikir dia sedang terburu-buru pergi ke kantor sehingga ia tidak bisa sarapan pagi bersama kita sepenuhnya." Jawab Sina menyampaikan apa yang dipikirkannya tadi.
Risa tersenyum tipis, meletakkan pisau makanannya di atas piring dengan pandangan mengejek yang Risa arahkan kepada Sina.
"Mungkin kamu tidak memahami apa yang aku maksud." Katanya acuh tak acuh.
"Jadi.. apa yang kamu maksud?" Tanya Sina bingung.
Ia juga meletakkan sendok makannya di atas piring. Perasaan tegang yang datang darimana entah mengapa kini mulai menguasai tubuhnya. Sina tidak tahu mengapa ia jadi tegang karena biasanya ketika berbicara dengan Risa biasanya ia biasa-biasa saja.
"Yang aku maksud adalah saat kamu melihat Dion dengan enggan memakan nasi goreng buatan mu dan berpura-pura pergi ke kantor sebagai alasan ia melarikan diri dari masakan sampah mu ini, apa yang kamu bisa simpulkan dari perilaku Kakak ku ini?" Risa menyandarkan tubuhnya di kursi.
Memandang sinis wajah Sina yang terlihat pucat dan terkejut pada saat yang bersamaan.
Ya, Sina sangat terkejut dibuatnya! Semua ketegangan dan perasaan aneh yang ia rasakan saat bersama Risa akhirnya bisa dijelaskan. Itu karena Risa memang tidak menyukainya, oh, lebih tepatnya Risa sama sekali tidak menyukainya di sini.
Lihat saja apa yang dikatakannya tadi, masakan yang sudah sepenuh hati ia buat ternyata hanya dipandang sampah oleh gadis ini. Hati Sina sakit karena harga dirinya yang tidak ada bedanya dengan sampah di depan Risa.
"Dion tidak seperti itu karena buktinya ia memakan masakan ku-"
"Tapi dia langsung pergi setelah mencicipi sedikit." Potong Risa dingin.
Ia tidak mengizinkan Sina bernafas dengan lega sedikitpun.
"Dia pergi karena harus pergi ke kantor." Bantah Sina tidak percaya.
"Hehehe.." Risa tertawa kecil, mengejek kebodohan Sina yang menggelitik hatinya. "Apa kamu tidak mendengarkan apa yang baru saja aku katakan? Jika kamu masih belum mengerti maka aku akan mengatakannya dengan hati-hati jadi kamu harus mendengarnya baik-baik." Ia bergerak mencondongkan wajahnya ke arah Sina.
"Dia tidak menyukai masakan sampah mu ini oleh karena itu ia bergegas pergi ke kantor sebagai alasan untuk menghindari sampah ini. Lagipula, Kakak ku pasti merasa jijik kamu menempelinya secara terus menerus. Kedekatan mu yang abnormal tentu saja membuat Dion merasa muak." Ucap Risa tajam,mengejek ekspresi Sina yang semakin buruk.
Selain wajah yang menjadi pucat, matanya juga berubah menjadi merah ingin menangis. Apa yang Risa katakan sangat kejam dan Sina tidak ingin mempercayainya, tapi meskipun ia menolak percaya hati Sina masih merasakan sakit yang semakin intens saja rasanya.
"Aku tidak akan percaya apa yang kamu katakan karena meskipun aku dan dia baru dekat beberapa hari tapi aku bisa merasakan jika Dion juga menyukai ku. Aku juga tidak akan percaya Dion adalah orang dingin yang seperti itu karena selama bersama ku dia tidak pernah bersikap arogan." Yakin Sina dengan penilaiannya sendiri.
Dion sangat baik kepadanya sehingga Sina yakin jika Dion punya rasa yang sama dengan dirinya. Adapun apa yang dikatakan Risa tadi, Sina yakin itu hanya berlaku untuk gadis-gadis di luar sana.
"Jangan membuat ku tertawa, bagaimana bisa Kakak ku menyukai gadis seperti kamu?" Ejek Risa tajam.
"Coba tanyakan kepada dirimu sendiri apakah kamu layak untuk Dion? Apakah kamu pantas bersanding dengannya? Atau apakah kamu sebanding dengan semua prestasi Dion?" Tanya Risa bertubi-tubi.
"Aku pikir diantara pertanyaan ini jawabannya adalah tidak. Karena selain kamu tidak cantik dan seksi, otak mu bahkan tidak bisa menyamai gen keluarga kami. Kamu bodoh dan tidak kuliah, hell..apa kamu tidak malu mengaku-ngaku sebagai miliknya?" Tanya Risa sudah bosan.
Sina tidak bisa memuaskan kemarahannya dan hanya diam melongo mendengar ucapannya. Begitu bodoh dan tidak berguna, bagaimana bisa Risa senang mendapatkan lawan main yang seperti ini.
Tersenyum senang, Risa dengan suasana hati yang baik mengelap bibir merahnya dengan tisu. Beberapa detik kemudian ia bangun dari duduknya seraya melempar tisu bekasnya ke atas nasi goreng buatan Sina yang masih banyak belum dimakan.
Memperlakukannya seperti tempat sampah yang ada dipinggir jalan, kotor dan menjijikkan.
"Jauhi Dion mulai dari sekarang jika kamu tidak ingin terluka lebih dalam lagi dari ini. Ah, atau sebaiknya kamu keluar saja dari rumah ini karena dengan begitu kami bisa menjalankan hidup di rumah ini dengan normal. Namun, jika kamu bersikeras tetap tinggal di sini maka aku hanya bisa mengatakan bahwa kebenaran yang paling kamu takutkan sebentar lagi akan terungkap. Jadi, tolong siapkan hatimu, Sina." Ucapnya terdengar bercanda.
Tertawa kecil, ia lalu pergi meninggalkan Sina yang masih menatap kosong tisu bekas yang ada di atas nasi goreng buatannya. Diam melihatnya, beberapa detik kemudian sebuah senyuman manis terbentuk dibibirnya.
"Aku memang tidak punya kelebihan seperti gadis kuat biasa di luar sana tapi aku punya ketulusan dan keyakinan bahwa Dion juga punya rasa yang sama denganku. Aku percaya dengan apa yang aku yakini." Bisiknya menghibur dirinya sendiri.
Melanjutkan sarapannya dengan diam, mengubur dirinya sendiri untuk terus memakan nasi goreng buatannya. Dia memang makan tapi hatinya terus saja berdenyut nyeri mengiringi setiap nafas yang ia hembuskan.
Ia tidak ingin percaya tapi tetap saja rasanya sangat menyakitkan untuk Sina.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments