"Anggap saja ini rumah Sina jadi tidak perlu malu ataupun canggung selama tinggal di sini." Nyonya Ranti menarik Sina masuk ke dalam rumahnya, menyeretnya dengan semangat tinggi untuk berkeliling rumah secara singkat.
"Iya, Tante." Jawab Sina sopan, membiarkan Nyonya Ranti sepuasnya membawa Sina berkeliling rumah.
Terus terang saja, Sina tidak terganggu dengan antusiasme Nyonya Ranti karena biar bagaimanapun baginya ini justru pertanda baik. Karena jika Nyonya Ranti menyukainya maka anak-anaknya pasti tidak akan ragu dengan penilaian Nyonya Ranti. Akibatnya Sina akan dengan mudah menjadi bagian dari keluarga ini, dengan lain ia bisa bersama dengan Tuan muda Dion dengan lancar dan tanpa melewati banyak kesulitan.
Yah, kedua orang tuanya mendapatkan pewaris yang mumpuni sedangkan Sina mendapatkan suami yang luar biasa. Ia bisa pastikan orang-orang pasti akan sangat cemburu melihat keberuntungannya bisa mendapatkan Dion.
Huh, Sina bisa membayangkan betapa indahnya hari itu.
"Ini adalah kamar Sina." Nyonya Ranti membuka pintu kamar yang ada di depan mereka dengan mudah.
Begitu masuk, Sina langsung dibuat terkesima dengan apa yang ada di dalamnya. Kamar ini memang tidak terlalu luas juga tidak terlalu kecil, dengan kata lain kamar ini sangat sesuai dengan harapan Sina. Ranjangnya yang setinggi paha Sina dipenuhi dengan warna merah muda yang menyilaukan mata.
Well, Sina tidak terlalu suka warna ini namun karena calon mertuanya sudah repot-repot menyiapkannya maka Sina tidak akan menolaknya.
"Kamar ini disiapkan oleh Dion langsung untuk menyambut kedatangan kamu. Dia sepertinya sangat senang dengan kedatangan Sina." Ucap Nyonya Ranti santai.
Mengenang kembali betapa terburu-burunya Dion menyiapkan semua ini dalam waktu semalam, sebagai Ibu tentu saja ia berpikir jika sang putra punya ketertarikan dengan Sina.
Sina terkejut, tanpa sadar kedua pipinya mulai memerah menunjuk rona malu yang menggemaskan.
"Apa..apakah dia tahu kedatangan ku?" Tanya Sina gugup.
Menatap Nyonya Ranti dengan sebuah harapan yang tinggi.
Nyonya Ranti tersenyum keibuan, "Aku pikir dia mengetahui kedatangan kamu, jika tidak lalu mengapa dia tiba-tiba menyiapkan kamar ini dengan terburu-buru?"
Aku pikir dia mengetahui kedatangan kamu? Mengapa Sina merasa ada sesuatu yang salah dari ini. Ia tidak yakin mengapa ia merasakan ketidaknyamanan ini namun hati kecilnya tetap bersikeras bahwa ini tidak benar.
Lihat saja jawaban Nyonya Ranti, terdengar sangat meragukan untuk bisa dikatakan benar. Hati kecilnya berbisik, mungkinkah Dion tidak tahu akan kedatangannya ke sini?
Tidak, itu tidak mungkin karena seperti yang dikatakan Nyonya Ranti, Dion tidak mungkin menyiapkan kamar ini tanpa mengetahui kedatangannya. Tersenyum simpul, Sina menertawakan perasaan tidak masuk akalnya yang konyol.
"Aku percaya apa yang Tante katakan. Ah ya, kamar ini sangat nyaman untuk ku tinggali jadi sampaikan kepada Tuan muda rasa terimakasih ku untuk perhatiannya." Sina dengan percaya diri mendudukkan dirinya di atas ranjang.
Mengucapkan kata-kata memalukan itu dengan pipi yang semakin hangat saja rasanya.
"Kenapa tidak katakan langsung saja kepadanya? aku dengar saat ini ia sedang dalam perjalanan kembali ke rumah, jadi gunakan kesempatan ini untuk berteman dengannya." Nyonya Ranti tertawa kecil, ikut mendudukkan dirinya di samping Sina.
Berteman dengannya?
Kenapa tidak menjadi kekasih? Oh astaga, apa yang Nyonya Ranti katakan itu benar jika sebuah hubungan yang intim akan terjalin jika hubungan tersebut dimulai dari pertemanan. Hem, ini pasti yang Nyonya Ranti maksud tadi. Sina harus berteman dulu dengan Dion jika ingin lebih dekat lagi dengannya.
"Aku..malu Tante, ini adalah pertama kalinya aku bertemu langsung dengannya jadi aku ragu bisa berbicara dengan baik di depannya nanti." Ucap Sina jujur.
Ia tahu akan tinggal seatap dengan Dion tapi tetap saja ia merasa gugup, apalagi ini adalah pertemuan pertamanya dengan Dion bertatap muka secara langsung. Sina takut tidak bisa berbicara dengan lancar saat bertemu nanti!
"Jangan gugup, Dion adalah orang yang mudah bergaul dengan orang baru. Dia tidak akan bersikap kasar kepada orang yang baru dia kenal." Nyonya Ranti menepuk pundak Sina lembut, memberikan penghiburan untuk perasaan gugupnya.
Yah, semua pengusaha sukses pasti punya sisi ini. Tentu saja dalam bisnis suka ataupun tidak suka dengan orang yang baru ditemui para pengusaha harus tetap memasang sebuah senyuman yang ramah. Seolah-olah mereka adalah teman sekolah yang baru berpisah beberapa hari yang lalu dan dipertemukan kembali oleh takdir untuk mencapai kesuksesan.
Hah, warna ini Sina sudah sering melihatnya sejak kecil itulah salah satu alasan Sina tidak ingin ikut campur dalam bisnis keluarganya. Namun, ketika matanya jatuh melihat kamar ini Sina seolah menolak menyamakan Dion dengan para pebisnis yang ada diluar sana. Ia yakin Dion adalah orang yang tidak seperti itu.
"Yah, aku akan mencoba terlihat santai di depannya nanti." Sina mengepalkan kedua tangannya, memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
"Pintar, kalau begitu kita turun dulu ke bawah. Yang lain pasti sudah tidak sabar ingin berkenalan dengan Sina." Nyonya Ranti bangun dari duduknya dan diikuti dengan patuh oleh Sina.
Nyonya Ranti keluar terlebih dahulu dari kamar itu dan langsung berjalan ke tangga, ia pikir Sina mengikuti langkahnya dengan patuh dibelakang padahal kenyataannya Sina masih diam berpikir memandangi lingkungan sekitarnya. Di samping kanan ada sebuah tembok yang artinya kamar Sina adalah yang paling ujung, lalu di samping kiri kamarnya ada sebuah pintu tinggi yang tampak dingin dan tidak tersentuh. Yah, ini adalah kesan yang Sina dapatkan ketika melihatnya.
Sina pikir ruangan itu adalah sebuah kamar milik seseorang yang punya kepribadian anggun dan terhormat. Jika direnungkan lagi Sina menebak jika kamar itu bukanlah milik Nyonya Ranti dan Tuan Edward, karena instingnya memberitahu bahwa tempat itu seharusnya milik seseorang yang suka tempat tertutup dan sunyi.
"Sina?" Panggil Nyonya Ranti setelah menyadari Sina tidak berada dibelakangnya.
Sina tersadar, tersenyum malu ia segera menyusul Nyonya Ranti yang hampir sampai lantai satu.
"Aku datang, Tante."
...🌺🌺🌺...
Sina POV
Dan di sinilah aku sekarang, berdiri kaku dikelilingi oleh tatapan ingin tahu dari orang-orang yang aku baru lihat. Tatapan yang mereka lemparkan kepadaku rasanya sedikit tidak benar dan agak aneh, apalagi saat aku melirik mata gadis yang sedang berdiri lurus di samping Tuan Edward. Entah mengapa alam bawah sadar ku menolak untuk menatapnya, seolah-olah ada sebuah benda tajam yang ditodongkan di depan leherku. Sepertinya gadis ini tidak terlalu menyukai kedatangan ku.
"Sina, kenalkan gadis yang ada di samping suamiku adalah Risa. Dia anakku yang kedua sekaligus anak terakhirku."
Ah,jadi namanya Risa. Well, wajah dan bentuk tubuhnya cukup menggambarkan arti nama gadis ini. Tapi, tunggu dulu. Jika ini adalah anak Nyonya Ranti maka gadis ini juga akan menjadi adik ipar ku. Hah, sepertinya apa yang aku lihat di drama akan terjadi juga kepadaku. Untuk mendapatkan hati keluarga ini terutama calon suamiku, Tuan muda Dion-ah, lebih baik aku singkat saja menjadi Dion agar lebih mudah mengatakannya. Yah, untuk mendapatkan hati Dion, aku harus melewati berbagai rintangan terlebih dahulu. Contohnya gadis ini, tantangan pertama yang menggetarkan nyaliku.
Tapi, aku tidak boleh melihat orang dari luarnya saja karena bisa jadi gadis ini sebenarnya berhati lembut di dalam. Jadi, pertama-tama aku tidak boleh memikirkan hal yang buruk dulu dengan gadis agar keharmonisan yang nantinya terbentuk tidak mengalami masalah.
"Halo Risa, kenalkan namaku Sina." Aku menjulurkan tangan kanan ku di depannya dengan sikap percaya diri.
Risa, gadis itu tidak langsung menerima uluran tanganku. Dia hanya berdiam diri menatapku tanpa berkedip sedikitpun seolah-olah matanya yang hitam pekat sedang masuk menjelajahi pikiran ku. Apa gadis ini sedang membaca pikiranku?
Beberapa detik kemudian, ia tersenyum manis terlihat begitu cantik. Aku pikir ini adalah Nyonya Ranti versi muda yang anggun dan indah.
"Oh, jadi ini kamu." Katanya ramah.
Namun, aku merasa ia kini sedang mengejek kedatangan ku.
"Aku Risa, senang bertemu dengan kamu." Risa menyambut uluran tanganku.
Sangat singkat dan acuh, setelah itu ia melepaskannya tanpa mau melihat bagaimana ekspresi keterkejutan ku saat ini.
Hem, dia tidak menyukai ku. Ini adalah pikiran pertama yang terbesit di kepalaku setelah melihat sikap acuhnya.
"Oh..ya, senang bertemu dengan kamu." Balasku mencoba tersenyum alami.
Ia menganggukkan kepalanya, masih dengan senyuman yang sama. Setelah itu kami semua duduk di ruang tamu rumah ini yang cukup luas untuk menampung banyak orang. Hah, mengenai kemewahannya tidak perlu ditanyakan lagi karena sejak awal masuk ke dalam halamannya aku sudah tahu bahwa rumah ini dibangun dengan gaya bangsawan Eropa yang kaya dan glamor. Wajar itu terjadi karena mereka sejatinya para pebisnis kaya yang sukses. Mulai dari Tuan Edward, Nyonya Ranti, dan Dion. Mereka adalah pebisnis sukses yang berhasil menguasai pasar real estate di Indonesia. Bahkan perusahaan mereka sudah berakar di beberapa negara dan sukses mendapatkan respon baik dari orang asing sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi darimana asal kekayaan ini.
Oh ya, aku tahu semua ini dari majalah dan acara TV yang senang mengulik kehidupan pebisnis sukses. Apalagi di dalam keluarga ini ada Dion, sang pebisnis muda yang selalu menjadi sorotan banyak orang karena prestasi dan ketampanannya yang membuat orang cemburu.
Tapi tentang Risa, diam-diam aku melihatnya yang sedang duduk santai di samping Tuan Edward. Dia tidak pernah masuk ke dalam berita ataupun tidak ada kabar yang menjelaskan tentang keberadaannya dan bagaimana wajah cantiknya yang disembunyikan keluarga ini.
"Apa aku sangat cantik?" Tanya Risa tiba-tiba sudah ada di depan ku.
Aku terkejut, merasa malu karena sudah tertangkap basah memperhatikannya.
Dia lalu tersenyum, "Kemarilah, tidak nyaman berbicara di sini karena para orang tua sedang membicarakan bisnis yang tidak kita mengerti." Katanya lagi.
"Yah..kamu benar." Kataku setenang mungkin.
"Ikut aku." Perintahnya seraya berjalan melewati ku.
Setelan mengucapkan kata-kata sopan kepada semua orang, segera aku mengejar Risa yang sudah ada di depan pintu rumahnya. Sepertinya ia ingin mengajakku berbicara di taman yang sudah pasti tempatnya lebih sejuk dan nyaman.
"Dia sudah datang, Kakak pasti sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya." Samar, aku bisa mendengar suara Risa berbicara dengan seseorang.
"Ya, Mama Papa melakukannya untuk memberi kejutan kepada Kakak." Kali ini suaranya lebih jelas karena jarak ku dengan Risa hanya tinggal beberapa langkah saja.
"Risa, apa kau sedang berbicara dengan-" Tenggorokan ku langsung tercekat, tidak mampu lagi mengeluarkan suara. Tubuhku seolah-olah membeku tidak bisa digerakkan lagi dan jantungku mulai berdebar kencang meneror kedua telinga ku.
Saat ini di depan ku berdiri seorang laki-laki tampan yang tinggi dan tegap. Bentuk badannya yang profesional bak model memenuhi semua penglihatan ku di sini. Kedua matanya yang hitam pekat menatap lurus kepadaku, menyapaku dengan sebuah senyuman kaku yang terlihat jelas.
Tidak, sebenarnya aku sempat melihat senyuman itu tidak sekaku ini tadi tapi ketika mata itu melihat ku senyuman Dion tiba-tiba terlihat dipaksakan.
"Kamu siapa?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
AK¹³_ncum🇵🇸❤️
mungkin yg diharap kan dion bukan sina yg data g tpi wanita lain
2021-03-17
0
Ama
next.😍😍
mampir juga dong ke karyaku
"ketulusan mutia"
2021-01-02
0
KunXin
Teman?
Sina mikir lebih nih😌
2021-01-02
0