Begitu keluar dari kamar Sina melihat para pelayan yang tadinya sibuk mulai menghentikan pekerjaan mereka dan membuat barisan yang lurus untuk bersiap pergi dari rumah ini. Sina sejenak agak bingung melihat orang-orang itu keluar dari rumah dengan perkelompok. Pasalnya setelah para pelayan ini pergi Sina tidak pernah lagi melihatnya kecuali di pagi hari.
"Bik Mur, selamat pagi." Sapa Sina ramah.
Ketika turun ke lantai bawah Sina kebetulan bertemu dengan Bik Mur dan ramah menyapanya. Di dalam hati Sina, Bik Mur punya kesan yang baik dan sopan sehingga Sina tidak akan segan memberikannya sapaan hangat.
Bik Mur segera menghentikan langkahnya dan dengan sopan pula menyapa Sina. "Selamat pagi, non Sina." Ucapnya ramah.
"Bagaimana tidur non Sina semalam, apakah sudah lebih nyaman dari kemarin malam?" Tanyanya hangat, Sina tiba-tiba merasa jika Bik Mur sudah seperti Mbok Yem.
Orang yang sudah membesarkannya dengan hangat selayaknya Ibu yang sangat mengasihi anaknya. Sebuah kehangatan yang tidak bisa Sina dapatkan dari Orang tuanya sendiri.
"Tidurku sangat nyaman Bik Mur tidak seperti malam pertama aku tinggal di sini. Mungkin karena aku sudah mulai beradaptasi di rumah ini." Jawab Sina menduga.
Atau mungkinkah itu karena ia membawa jas Dion ikut tidur bersamanya, tanpa sadar ia menyerahkan kepercayaannya pada wangi khas Dion yang memenangkan. Yah, mungkinkah semuanya seperti ini?
"Saya senang non Sina akhirnya bisa menyesuaikan diri di rumah ini dan jika non Sina ingin menanyakan sesuatu silakan saja tanyakan semuanya kepada saya. Selama non Sina nyaman Tuan muda akan sangat senang." Ucap Bik Mur tulus.
Bagi Bik Mur, Sina adalah gadis yang ramah dan baik hati kepada semua orang. Bahkan Sina akan bersikap rendah hati meskipun baru pertama kali bertemu dengan orang tersebut. Inilah yang membuat Bik Mur menyukai Sina lebih dari siapapun, tingkah lakunya yang sopan dan ramah adalah kesan mendalam yang Bik Mur dapatkan saat pertama kali melihatnya.
Sina terkejut, "Apa Dion mengatakan ini?" Tanya Sina berharap.
Bik Mur tersenyum malu, menggelengkan kepalanya merasa tidak nyaman saat melihat perubahan ekspresi Sina yang meredup.
"Tuan muda tidak pernah mengatakannya..tapi, Bibi yakin jika Tuan muda senang mengetahui kabar baik ini meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung." Bik Mur mencoba menghibur Sina yang terlihat layu.
Sina tersenyum tipis, menganggukkan kepalanya percaya.
"Sina tahu kok, Bik." Ucapnya berpura-pura santai.
Sejujurnya Sina memang kecewa karena harapannya tidak terjadi tapi perasaan kecewa itu dengan cepat berlalu setelah mendengar kata-kata penghiburan dari Bik Mur. Ya, Dion adalah orang yang romantis dengan caranya sendiri dan Sina yakin jika di dalam mata Dion ia punya tempat yang tidak bisa dijangkau gadis lain.
Keyakinan ini entah mengapa selalu berkobar di dalam hatinya.
"Oh ya, Bibi tahu gak kenapa para pelayan ini datang saat pagi hari buta saja dan langsung keluar dari rumah ini begitu matahari terbit?" Tanya Sina penasaran.
Di rumah ia memang punya pelayan tapi tidak sebanyak ini dan tersebar di beberapa sudut rumah. Sebagai pelayan mereka jarang berbicara dan tidak terlalu banyak bicara dengan Sina apabila mereka berpapasan. Mereka hanya menyapa Sina dengan sopan dan setelah itu pergi untuk bekerja. Inilah alasan mengapa Sina hanya menganggap di rumah besar itu hanya berisi 2 orang saja. Yaitu Mbok Yem dan Sina sendiri.
Mbok Yem adalah orang yang membesarkan Sina selama ini dan tentu saja interaksi mereka sangat dekat. Ketika ada waktu luang mereka akan mengobrol bersama selayaknya Ibu dan anak walupun Mbok Yem masih bersikap formal kepadanya karena perbedaan kasta.
"Non Sina harus tahu jika Tuan muda sebenarnya tidak suka para pelayan memenuhi rumah ini dan sempat menolak kehadiran para pelayan. Akan tetapi Nyonya Ranti tidak sependapat dengan Tuan muda, dia bilang jika mengandalkan beberapa pembantu tidak akan bisa membersihkan rumah sebesar ini. Karena dua perbedaan pendapat ini Tuan Edward akhirnya memutuskan untuk memenuhi keinginan Tuan muda dan Nyonya Ranti dengan memberikan sebuah ide yang cemerlang. Tuan Edward mengatakan jika para pelayan masih diperbolehkan masuk ke dalam rumah ini dengan syarat mereka hanya di sini saat pagi saja untuk membersihkan rumah dan setelah matahari terbit mereka tidak diizinkan tinggal di sini. Nah, saran ini langsung disetujui oleh Tuan muda dan Nyonya Ranti tanpa berdebat, toh keputusan ini sama-sama menguntungkan kedua belah pihak." Jelas Bik Mur menjelaskan asal mulanya pelayan di rumah inim
Wajar saja Sina kebingungan melihat kehadiran pelayan yang sekejap mata. Hem, baguslah pikir Sina karena dengan begitu Dion tidak akan bertemu dengan gadis-gadis cantik pemalu yang pandai akan pekerjaan rumah.
Benar, kebanyakan orang yang menjadi pelayan di rumah ini masih remaja dan cantik-cantik. Seolah-olah datang untuk memamerkan keindahan mereka di rumah ini dan identitas sebagai pelayan adalah pekerjaan sampingan untuk menaklukkan hati sang Tuan muda.
Ya, biasanya cerita yang ada di dalam novel maupun drama tidak jauh berbeda dengan yang Sina pikirkan!
"Pantas saja mereka tidak terlihat setelah jam 7 pagi." Ucap Sina mengerti.
"Oh ya, apa Bibi mau ke dapur?" Tanya Sina teringat dengan misi utamanya.
Bibi mengangkat belanjaannya dan dengan sumringah menganggukkan kepalanya.
"Iya non, apa non Sina butuh sesuatu atau ingin dimasakkan sesuatu untuk sarapan pagi ini?" Tanya Bik Mur memberikan tawaran.
"Bener Sina boleh minta sesuatu?" Tanya Sina memastikan.
Bik Mur tidak ragu untuk menganggukkan kepalanya, "Tentu saja boleh, non."
"Kalau begitu Sina boleh ikut Bibi ke dapur enggak? Sina mau lihat bagaimana Bibi memasak selama di dapur." Kedua mata Sina bercahaya penuh harapan ketika mengatakan ini.
Seolah mengerti keinginan Sina, Bik Mur langsung menganggukkan kepalanya memperbolehkan.
"Boleh kok non, justru ini bagus untuk non Sina agar nanti saat sudah berumah tangga suami betah tinggal di rumah." Goda Bik Mur.
Sina menanggapinya dengan tertawa kecil, dia juga tidak ingin terlalu monoton ketika bersama Bik Mur oleh karena itu ia juga menggoda Bik Mur. Bercanda bersama bahkan saat di dalam dapur obrolan menyenangkan mereka terus berlanjut.
...🌺🌺🌺...
"Ini kamu yang buat?" Tanya Dion sambil menatap nasi goreng yang masih hangat di atas meja.
Dari tampilannya yang agak beda dari buatan Bik Mur dan pembantu yang lain, Dion curiga jika ini adalah buatan Sina. Kecurigaannya ini semakin diperkuat setelah melihat jari kelingking tangan kanan Sina ditutupi plester.
Sina mendudukkan dirinya di atas kursi dan mengangguk dengan malu. Pagi ini ia berusaha sangat keras untuk mengikuti arahan Bik Mur ketika memasak seraya mencoba mengingat-ingat langkah tersebut. Untuk mengambil alih Dion menjadi miliknya Sina terlebih dahulu menyenangkan perut Dion terlebih dahulu.
Ia harus membuat Dion terkagum-kagum melihat betapa mampunya ia mengelola rumah.
"Bik Mur mengajariku memasak tadi di dapur, untuk permulaan dia bilang memasak nasi goreng dulu." Jawab Sina dengan wajah bersemu merah.
Dion menyingkirkan koran yang sempat ia baca tadi ke tempat yang tidak mengganggu. Kemudian ia mengangkat piringnya dan menaruhnya di depan Sina.
"Kalau begitu aku akan menjadi orang pertama yang akan memakannya." Katanya tanpa malu sedikitpun.
Sina tertegun, beberapa detik kemudian ia meraih piring Dion dan mulai memasukkan beberapa sendok nasi goreng di piring. Mengambil segenggam kerupuk udang dan meletakkan telur mata sapi di atas nasi goreng sebagai sentuhan terakhir.
"Jika rasanya tidak enak jangan ragu untuk membuangnya." Pesan Sina seraya menaruh piring Dion kembali ke tempatnya semula.
"Hahahaha.. jangan terlalu meremehkan diri sendiri." Tawa Dion terdengar menyenangkan.
Dion mengambil satu sendok penuh dan langsung memasukkannya ke dalam mulut. Mengunyahnya dengan ekspresi menilai, beberapa detik kemudian ia menganggukkan kepalanya santai. Seolah-olah sudah memikirkan nilai dari masakan Sina.
"Rasanya tidak buruk." Katanya setelah menelan nasi goreng tersebut.
"Aku... senang mendengarnya." Ucap Sina senang.
Pipinya yang merona mengungkapkan bahwa hatinya saat ini sedang melambung tinggi.
Sina lalu mengalihkan perhatiannya dari Dion, merasa tidak kuat menghadapi wajah tampan Dion yang tidak bisa ditolak pesonanya.
"Risa, apa kamu ingin mencoba nasi goreng buatan ku?"
Selain menyenangkan perut sang calon suami, Sina juga harus menyenangkan perut calon adik iparnya.
"Aku makan roti saja, karena aku tidak terbiasa makan makanan berat di pagi hari." Tolak Risa lembut.
Bibir tipisnya yang merah dengan anggun mengunyah potongan roti yang ada di dalam mulutnya. Memberikan sebuah senyuman dingin samar yang membingungkan.
Dia masih tidak menyukai ku. Batin Sina menyimpulkan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Uvie El Feyza
critanya bagus, tp kok yg like dikit ya,,
2021-06-05
0