"Apa kalian baik-baik saja?" Tanyaku merasa tidak nyaman setelah masuk ke area taman.
Calista menggelengkan kepalanya namun senyumannya masih belum hilang dari wajah cantiknya.
"Jika kamu bisa melewatinya maka akan tahu tapi jika kamu tidak mampu maka kamu tidak akan tahu." Katanya lagi-lagi membuat ku bingung.
Tadi saat di meja makan ia juga mengatakan sesuatu yang aneh kepadaku dan sekarang saat kami hanya berdua saja ia juga mengatakan sesuatu yang aneh kepadaku.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu, bisakah kamu mengatakannya lebih jelas lagi? Atau tidak katakan dengan kata-kata yang sederhana." Aku bahkan meragukan kemampuan otakku untuk memahami perkataannya.
Mungkin karena aku sudah lama tidak belajar sehingga kemampuan otakku untuk memahami sesuatu sudah menurun banyak.
"Aku tidak akan memberitahu mu tapi aku akan mengingatkan kamu untuk terus ikuti alirannya. Jika kamu menemukan batu disepanjang jalan maka singkirkan tapi jika kamu tidak mampu maka cukup hindari saja, ini adalah saran terbaik yang bisa aku berikan kepada mu."
Ikuti alirannya?
"Yah, mungkin aku harus mendengarkan kamu."
Hati kecilku seolah merasakan sesuatu yang tidak dapat aku jelaskan. Intinya aku tiba-tiba merasa jika tidak ada salahnya mengikuti saran Calista berhubung ia lebih tahu tentang orang-orang yang ada di sini. Bisa jadi, ada beberapa orang yang tidak menyukai ku dekat dengan keluarga Dion sehingga mereka melakukan beberapa cara untuk menjatuhkan ku. Jadi, jika seperti itu mau tidak mau aku harus menghadapi mereka namun jika tidak mampu maka aku cukup menghindarinya saja.
Mungkin ini yang Calista maksud secara samar.
"Kamu memang harus mendengarkan aku." Katanya seraya tertawa. Ia melanjutkan lagi ucapannya namun terlihat agak serius, "Sina, aku mendukung kamu di sini meskipun aku tidak yakin kamu bisa mengambil alih posisinya karena rintangan yang akan kamu hadapi bukanlah hanya rintangan biasa. Namun, karena kamu sudah menguatkan tekad mu datang ke sini maka aku akui kamu adalah gadis yang luar biasa." Katanya membuat ku tercengang.
Posisinya?
Posisi siapa yang akan aku gantikan dan mengapa Calista tidak yakin aku bisa mengambil posisi orang itu?
"Calista, meskipun aku tidak mengerti garis jelas apa yang kamu bicarakan namun aku akan berusaha membuktikan bahwa aku adalah gadis yang mampu mendapatkan posisi itu. Ya, aku akui bahwa aku tidak cantik dan seksi, aku tidak pintar dan punya prestasi yang bisa dibanggakan, serta aku juga bukanlah gadis yang anggun melainkan gadis yang biasa-biasa saja. Semua yang tidak aku miliki ini memang membuat ku cukup ragu akan potensi ku sebagai seorang gadis namun bukan berarti aku tidak mampu menunjukkan kepada orang-orang bahwa aku juga layak mendapatkan laki-laki yang baik. Begini...ah, sepertinya aku berbicara asal-asalan lagi...maaf, lupakan saja apa yang aku katakan tadi." Apa yang baru saja aku katakan?
Gila! Aku sangat gila! Bagaimana bisa aku membawa-bawa Dion di sini. Bisa jadi maksud Calista bukan Dion jadi mengapa aku membawa-bawa soal perasaan di sini?
Ah, bodohnya aku!
"Hahahaha...menarik, aku tidak salah memilih kamu." Calista tertawa, sepertinya ia dalam suasana hati yang baik.
"Ei, bukankah itu Dion?" Ucap Calista seraya menunjuk ke arah depan.
Dari jauh aku bisa melihat siluet luar biasa seorang laki-laki. Dengan menggunakan pakaian pendek dan sepatu olahraga ia berlari santai ke arah kami. Aku bahkan bisa melihat bisepnya yang terpantul sinar matahari, mengungkapkan kulit madu yang menggoda dan mendebarkan. Tangannya yang kokoh dan ramping bergerak malas menyisir rambut hitam pekatnya ke belakang, memperlihatkan jidat yang basah oleh keringat dan terlihat seksi yang menggetarkan hati.
Melihat ini kedua kakiku rasanya lemas karena hei, ini adalah penampilan terlarang Dion yang tidak boleh dilihat oleh siapapun. Aku yakin penampilan seksi Dion yang seperti ini pasti membuat gadis-gadis itu mimisan di tempat.
Em, mimisan!
"Sina, kamu mimisan!" Histeris Calista langsung menyadarkan ku dari lamunan.
"Mimisan?" Tanyaku seraya menyentuh hidungku singkat lalu membawanya kehadapan ku.
Em, sepertinya aku mimisan.
"Kamu...apa kamu baik-baik saja?" Tanyanya khawatir.
Apa aku baik-baik saja?
Tidak! Aku tidak baik-baik saja, aku butuh sesuatu untuk menyingkirkan darah sialan ini. Aku tidak ingin Dion melihat sikap buruk ku kepadanya! Aku tidak ingin Dion tahu bahwa aku tadi memikirkan sesuatu yang tidak-tidak tentang dirinya. Oh apa yang harus aku lakukan?
"Kemarilah," Calista menarik ku ke bangku taman. "Gunakan ini untuk menghentikan darah yang keluar dan angkat kepala mu menatap langit agar pendarahannya berhenti." Lanjutnya.
Aku mengambil tisu itu dari tangannya dan dengan panik memasukkannya ke dalam lubang hidung. Lalu, sesuai dengan instruksi Calista, aku kemudian mengangkat kepala ku menatap langit.
Huh, rasanya jauh lebih baik.
"Teruslah seperti ini sampai kepalamu terasa lebih nyaman." Calista duduk di sebelah ku.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara berat dan seksi milik Dion masuk ke dalam pendengaran ku.
Aku ingin melihatnya namun karena mimisan ini terlalu menyedihkan aku tidak bisa menurunkan kepalaku.
"Sina sedang mimisan jadi aku di sini membantunya untuk menghentikan pendarahan." Jawab Calista terdengar jauh lebih santai ketika berbicara dengan Dion.
"Mimisan?" Tanya Dion, lalu aku mendengar suara langkah mendekati ku dan sebuah karya seni Tuhan yang luar biasa tiba-tiba memenuhi pandangan ku. Menghalangi ku menatap hamparan langit yang luas.
Sejenak aku hanya bisa diam membeku menikmati pemandangan indah ini, masuk ke dalam keindahan yang menggetarkan jiwa. Rasanya aku di-
"Sina, apakah kamu baik-baik saja?" Keindahan itu bertanya kepada ku.
"Aku baik-baik saja, mimisan bukan masalah yang serius." Jawabku seolah terhipnotis dengan mata hitam pekatnya.
"Bagaimana bisa itu tidak menjadi serius?" Katanya seraya berjalan ke belakang ku. Tangannya yang kokoh dan ramping dengan alami menyentuh kepalaku tanpa ragu.
"Aku akan membantumu menghentikan pendarahan." Katanya terlihat serius.
Setelah itu sebuah pijatan yang nyaman dan menenangkan ku rasakan di kepala. Membuat ku mau tak mau ikut terbuai dibuatnya. Seolah-olah ini adalah lagu Nina Bobo yang begitu langka aku dengarkan. Mataku mulai terasa berat dan perlahan tertutup sepenuhnya ditarik kesebuah tempat yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.
Ini adalah mimpi yang indah.
...🌺🌺🌺...
"Tidak ku sangka ia langsung tertidur hanya karena Kakak memijit kepalanya." Ucap Calista merasa takjub melihat keluguan gadis yang ada di sampingnya ini.
Dion tersenyum, tangannya yang besar dengan hati-hati merapikan rambut hitam milik Sina agar jangan sampai mengganggu tidurnya.
"Dia mungkin tidak bisa tidur semalam, tinggal di rumah orang asing tentu saja tidak langsung membuatnya nyaman." Jawab Dion mulai melambatkan gerakan tangannya.
Ia mengurangi kekuatan tangannya agar Sina tidak merasa terganggu.
"Ternyata Kakak di sini, apa yang sedang Kakak lakukan-"
Dion menghentikan ucapannya dengan gesture agar Risa mengecilkan suaranya. Ia lalu memberikan petunjuk melalui matanya jika Sina saat ini sedang tertidur.
"Kecilkan suaramu, dia baru saja tertidur." Peringat Dion pada adiknya.
Risa membeku, mata cantiknya yang jernih menatap tidak percaya pada wajah polos Sina yang sedang terpejam. Kepalanya bahkan dipegang oleh Dion untuk menjaga kenyamanannya.
"Biar aku saja yang melakukannya, Kakak pasti kecapean setelah berolahraga pagi." Risa menawarkan diri.
Namun langsung ditolak oleh Dion.
"Tidak apa-apa, ini tidak melelahkan kok." Tolak Dion tidak merasa kelelahan sama sekali.
Malah ia cukup nyaman melakukan ini kepada Sina karena ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada gadis ini. Sina punya wangi tubuh yang halus dan lembut tidak seperti gadis pada umumnya yang feminim dan menggoda.
Ini seperti wangi anak kecil? Batinnya merasa lucu.
"Baiklah, Kakak sepertinya sudah mulai tertarik dengannya." Ucap Risa sengaja.
Matanya yang cantik diam-diam mengamati perubahan ekspresi Dion, ia pikir akan ada fluktuasi hebat setelah Dion mendengar ini namun nyatanya itu tidak terjadi sama sekali. Malah, Dion terlihat tidak terpengaruh dengan apa yang ia katakan.
"Jangan bahas masalah ini sekarang, ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya." Respon Dion tidak ingin membicarakan topik ini sekarang.
Risa terlihat tidak terima dan ingin mengatakan sesuatu kepada Dion, akan tetapi sebelum ia bisa membuka mulutnya untuk berbicara, Calista yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.
"Jangan ganggu Kak Dion sekarang, berikan dia waktu untuk lebih dekat lagi dengan Sina." Ucap Calista mengejek, diam-diam ia menertawakan ekspresi hitam Risa.
Meliriknya malas, senyuman cantik Risa kembali mengembang. "Okay, aku tidak akan mengganggu." Katanya mengalah, lalu dia dengan gerakan cepat mendudukkan dirinya di ruang antara Sina dan Calista. Membuat kursi taman itu bergetar hebat dan menimbulkan suara logam yang mengganggu.
"Aku akan mendudukkan diriku di sini." Katanya santai.
Entah ia sengaja melakukannya atau tidak tapi kebisingan yang disebabkan Risa membuat tidur Sina terganggu. Sina mendesah terganggu dan kepalanya bergerak seolah akan segera bangun.
"Shh... tidak apa-apa, itu bukan apa-apa jadi kamu bisa tidur." Bisik Dion lembut seperti membujuk bayi tidur.
Ia memijit kepala Sina untuk membuatnya lebih nyaman lagi. Sina yang awalnya akan bangun tiba-tiba merasa nyaman dan enggan untuk membuka matanya. Ia kembali menenggelamkan dirinya dalam mimpi fantasinya yang tidak berujung.
"Kalian mengobrollah sementara aku akan membawa Sina ke kamarnya." Pesan Dion kepada Risa dan Calista.
Lalu, kedua tangannya dengan hati-hati membawa Sina ke dalam pelukannya. Mengangkatnya ala Putri dengan mudah karena Sina ternyata tidak terlalu berat. Setelah itu ia segera meninggalkan Risa dan Calista yang masih tercengang melihatnya.
Risa segera berdiri dari duduknya bermaksud ingin mengejar Dion, "Kak Dion-"
"Hei, Kak Dion bilang kita harus mengobrol berdua apa kamu tidak mengerti ini?" Calista dengan sigap menarik tangan Risa untuk duduk di tempatnya kembali.
"Lepaskan aku, sialan!" Marah Risa berusaha lepas dari cengkeraman Calista.
"Ada apa denganmu? Kemarin kamu dengan gigih mengizinkan Sina masuk ke dalam rumah ini tapi sekarang kamu tiba-tiba bertingkah seperti cacing kepanasan ketika melihat Dion akhirnya dekat dengan Sina. Hei Risa, apa kamu sakit mental?" Ejek Calista tidak berniat melepaskan tangan Risa darinya.
"Sakit mental? Jelas-jelas kamu yang sakit mental!" Marah Risa tidak tahan lagi.
"Apa kamu tidak punya kerjaan lain selain mencampuri kehidupan orang lain? Apa kamu harus sesampah ini untuk ikut campur dalam kehidupan kami!. Dengar Calista, berhenti selalu mencampuri kehidupan kami karena itu sangat mengganggu-"
"Kehidupan siapa yang aku campuri?" Potong Calista dingin.
"Kamu yakin aku mencampuri kehidupan kalian bukan kamu yang mencampuri kehidupan mereka?" Tanya Calista tajam.
Risa tidak menjawabnya namun kedua matanya yang merah menatap Calista dengan pandangan yang bermusuhan. Seolah-olah Calista bukanlah sepupunya namun orang lain yang membuat kedua matanya iritasi.
"Lepaskan!" Bentak Risa marah seraya menghempaskan tangan Calista. Setelah itu ia langsung pergi meninggalkan Calista dengan tatapan dingin dan penuh akan kemarahan.
"Suatu hari kamu akan menyesal telah melakukan ini kepada ku." Gumamnya benci, mengubur di dalam hatinya akan perlakuan menjengkelkan Calista kepadanya.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
sahabat syurga
wah jgn2 risa suka sm dion..
2021-06-29
0
AK¹³_ncum🇵🇸❤️
ada duri dalam daging disini
2021-03-17
0