“Hahaha, mati kau Jaka...!!,” kata Pak Wira sambil mencabut keris yang menancap di tubuh Jaka.
“Akhirnya dendam ku terbalaskan, hai Wachid lihatlah anakmu mati di tanganku...!!,” Teriak Pak Wira seraya melemparkan tubuh Jaka yang sudah tiada daya
Bruuk.....
Tubuh Jaka tersungkur ke tanah, “Mas Jaka...., tidak...., Mas jangan mati....?!,” teriak Ustazah Ratih.
Dengan sisa-sisa tenaga Jaka yang sudah tersungkur mencoba bangkit, berdiri kembali
“Heh, aku tidak mungkin kalah semudah itu, hei dukun peyot..!!,” kata Jaka.
Pak Wira yang mengetahui Jaka masih mampu bangun kembali lantas berlari dengan cepat ke arah Jaka, tetapi baru saja beberapa langkah iya berlari sesosok bayangan berjubah hitam-hitam menghadangnya seraya menancapkan pedang Cakra pas di uluh hati.
Hueeek..., huwaak..., Hoaaark...,
Pak Wira seketika memuntahkan darah, matanya terbelalak tak mengira akan ada yang menghadangnya dan ada seseorang yang mampu menusuk tubuhnya.
“Bukankah aku memiliki ilmu kebal, siapa kau anak muda yang mampu menusukku..?,” ucap Pak Wira yang kini berbalik semula tertawa karena merasa sudah menang kini menahan sakit seakan ajal sudah didepan mata.
“Jadi kau belum mengerti juga Pak tua, kau memiliki ilmu kebal tapi kami memiliki jalan kebenaran, jalan dimana Ridho dan restu Allah bersama kami,” kata sosok bayangan tersebut yang ternyata Gus Lukman yang datang menolong Jaka.
“Apa dari tadi kau tak sadar, tak merasa bahwa Jaka hanya berpura-pura kalah dan kesakitan agar kamu puas, kami pun sudah berjanji tidak membuka siapa kami?, jadi jangan merasa kau diatas angin karena Jaka hanya bersandiwara kalah dengan mu,” ucap Gus Lukman seraya menancapkan pedang Cakranya lebih dalam.
Nampak tubuh Pak Wira menjadi tak berdaya kini giliran dia yang mendera kesakitan. Dari dalam mulutnya terlihat mengucur darah segar melewati tepian bibirnya yang hitam dan keriput.
“Lalu siapa kalian....?,” tanya Pak Wira yang mulai kehabisan tenaga.
“Kami yang 20 tahun lalu menghabisi para pendahulu mu, kami yang sangat kau benci hingga ubun-ubun, ya kami yang kau sebut para manusia laknat, biadab padahal kau lebih laknat, lebih biadab dari kami,” kata Gus Lukman yang masih saja belum melepaskan tikaman pedangnya di dada Pak Wira.
“Kalian T O H...??,” sahut Pak Wira dengan nafas yang mulai tersengal.
“Yah ternyata memang benar kata Jaka tadi, kau sudah tua matamu sudah rabun sedari tadi aku mengamati kau membabi buta menganiaya Adik sepeguruan ku Jaka dari atas atab gedung asrama Pondok, ternyata benar kau memang sudah rabun pak tua,” kata Gus Lukman.
“Jaka sudahlah ayo berdiri jangan terus berpura-pura seperti itu. Kita ini bukan pemain drama Korea atau sinetron televisi Indonesia,” teriak Gus Lukman.
“Hahaha..., dia sudah tak sadarkan diri mana bisa bangun kembali,” kata Pak Wira sambil menahan kesakitan.
“Sebentar lagi maut menjemputmu kau masih saja bisa tertawa Pak Tua, apa kau tau siapa Jaka...?, dia Adik sepeguruan ku murid dari kiai Kasturi, dia yang sel-sel di tubuhnya dapat memulihkan diri sendiri, dia pemuda yang memiliki segudang ilmu pengetahuan yang di warisi dari dua kiai besar kakek buyutnya yaitu kiai Sahlan dan kiai Gondrong,” kata Gus Lukman.
Mata Pak Wira semakin terbelalak serasa tidak mempercayai saat disebutkan nama dua kiai besar paling sakti Mandra guna di tanah Jombang itu adalah kakek buyut dari Jaka.
“Apa.. Jaka titisan kedua kiai besar yang paling ditakuti di Jombang?,” kata Pak Wira masih dengan merintih kesakitan.
“Ya benar dan kau sudah salah pilih lawan Pak Tua,” kata Gus Lukman seraya mencabut pedang Cakra yang tertancap di dada Pak Wira.
Seketika tubuh Pak Wira ambruk ke tanah dengan keadaan kejang-kejang menarik nafas terakhir, “Innalilahi wainnailaihi raziun,” kata Gus Lukman.
“Jaka... Woi.., bangun tidur kau Jaka?,” teriak Gus Lukman
“Apa sih Gus Lukman..?,” kata Jaka yang ternyata sudah berdiri di dekat Gus Lukman.
“Loh, halah.., kamu itu loh seneng banget ngagetin aku?,” kata Gus Lukman
“Kenapa enggak langsung kamu sikat saja tadi Si Wira?, ah.... Kebanyakan drama kamu kayak film India,” kata Gus Lukman.
“Eh Si Abang ku yang cakep satu ini kalau tidak begitu apa kata mereka noh para penonton,” kata Jaka sambil menunjuk kearah para santri yang berdiri di koridor-koridor asrama Pondok seakan sedang menonton bioskop.
“Wadalah..., banyak kali penggemar mu Dik, hahay berasa artis kau ya...,” kata Gus Lukman sambil dada-dada kearah para santri.
“Ya, ya..., malah dada-dada, ini gimana jasad Pak Wira...?,” kata Jaka.
“Biar nanti juga terbakar sendiri menjadi abu, sadarkan dulu noh para santri yang tadi kesurupan kasihan pada tergeletak di rumput begitu,” kata Gus Lukman menunjuk para santri yang tadinya kesurupan kini tengah pingsan tak sadarkan diri di rerumputan.
Benar juga yang dikatakan Gus Lukman jasad Pak Wira tiba-tiba terbakar menjadi abu lalu hilang tertiup angin.
“heeeh, kok bisa kebakar nih orang Gus?,” kata Jaka.
“Udah jangan terus berpura-pura, kayak baru pertama lihat yang beginian saja kamu itu, cepat sadarkan santri-santri itu sana kasihan,” kata Gus Lukman.
“Ok Gus, sebentar ya,” Jaka berjalan mendekati para santri yang tengah pingsan hendak menjentikkan jari tengah dan jempolnya yang beradu namun di hentikan oleh Gus Lukman.
“Apa sih Gus katanya aku disuruh bangunin mereka,” kata Jaka.
“Lah kamu ini, kau kira kita pemain di drama Rada Krisna apa, menjentikkan jari terus beres semua, kita ini lagi main di bukunya Mas Bagus Effendik jangan ngaco gitu,” kata Gus Lukman.
“Lah apa ia..?,” kata Jaka.
“Eh..., Em..., Ngelawak dia,” sahut Gus Lukman.
Tiba-tiba dari kejauhan Ustazah Ratih dan Ustad Khotib berlari mendekat, “Mas Jaka....,” teriak Ustazah Ratih.
“Nah teman-teman mu sudah datang saatnya aku untuk pergi, Assalamualaikum,” kata Gus Lukman seketika berlari pergi dengan sangat cepat bagai angin.
“Waalaikumsalam, terimakasih Gus...,” kata Jaka.
“Loh Mas Jaka..., Tidak apa-apa.., kok bisa tadi Ratih liat dari jauh kayaknya mas Jaka berdarah-darah gitu loh sekarang kok baik-baik saja tidak ada bekas tusukan sama sekali?,” cerocos Ustazah Ratih sambil memutar-mutar tubuh Jaka dan Jaka hanya tersenyum melihat kelakuan Ustazah yang satu ini.
“Ustazah Ratih, ehem.. ehem,” kata Ustad Khotib berdehem seakan memberi kode pada Ustazah Ratih.
“Apa sih Mas Ustad Khotib nih..?,” celetuk Ustazah Ratih masih dengan meneliti tubuh Jaka sedangkan Jaka hanya diam saja.
“Ustazah Ratih yang terhormat bukan muhrim Ustazah,” kata Ustad Khotib
“Oh ia, maaf Mas Jaka Ratih cuma memastikan,” kata Ustazah Ratih.
“Baik Mas Ustad Khotib tolong panggil Pak Malik dan santri putra yang lainnya suruh mereka bawa santri yang pingsan ke asrama?,” kata Jaka sambil ngeloyor pergi.
“Loh.., loh Mas Jaka mau kemana?,” kata Ustazah Ratih
“Mau ngopi....," teriak Jaka berlalu pergi
"Mas Jaka ikut....," teriak Ustazah Ratih seraya berlari mengejar Jaka.
_
_
_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Diankeren
ni crita'y msih up apa udh end sihh Thor?
2021-09-14
0
Jono 8989
kapok mati hehe
2021-05-12
0
👑
👍🏻
2021-03-27
0