Sore ini Jaka barulah pulang dari kerja kelompok di rumah temanya di desa sebelah. Kebetulan Jaka pergi sendirian tidak ditemani putri.
Hari ini Putri sedang menemani Umi di Pondok ada acara haul disana alhasil Jaka harus naik motor sendirian. Setengah agak melamun Jaka melewati gang menuju rumahnya, sampai di depan sebuah rumah bergaya bangunan lama tiba-tiba motor Jaka mati dengan sendirinya.
“Yaelah kenapa lagi sih ini motor perasaan kemarin sudah aku ganti busi dan oli,” kata Jaka ngedumel sendiri sambil melihat busi motornya barangkali businya mati lagi.
“Masih nyala kok ini busi setrumnya juga bagus kenapa ya,” kata Jaka heran.
Brem... Brem... Bebek.... bebek...
Suara motor Jaka saat Jaka berusaha menstaternya kembali usahanyapun sia-sia saja motor tak kunjung menyala, “Kenapa ya jadi pusing,” gumamnya dalam hati.
“Tidak boleh menyerah, bismillah...,” Jaka mencobanya kembali menghidupkan motor dengan cara menyela starter namun tidak jua menyala.
“Ahh... kenapa sih sudah mau Magrib nih kan enggak lucu mana didepan rumah kosong lagi,” kata Jaka.
Memanglah benar motor Jaka tiba-tiba mogok pas didepan rumah besar bergaya arsitektur lama namun sudah tidak berpenghuni.
Terlihat rayutan dan semak belukar merayap didinding rumah ada pula di pekarangan depan tumbuh pohon sawo yang teramat tinggi, karena sudah begitu lama tumbuh disana. Pagar rumah itu pun nampak berkarat dan rusak disana-sini.
Tersiar kabar rumah itu sering muncul berbagai penampakan yang berasal dari dalam rumah maupun dari pohon sawo. Jarang yang berani lewat dengan berjalan kaki di depan rumah tersebut saat malam hari. Hingga tercipta budaya membunyikan klakson saat melintasi depan rumah tersebut kata orang biar Si hantu tau kalau kita lewat.
“Telepon Kak Vivi Ahh biar dijemput,” kata Jaka
“Waduh Hp ku kan aku cas dirumah tadi enggak aku bawa dasar apes,” gerutu Jaka.
Angin semilir perlahan mulai berhembus menggoyangkan dedaunan pohon sawo.
Seakan membentuk bayangan-bayangan orang menari di dinding rumah besar tersebut. Jaka yang agak parno menjadi sedikit ketakutan melihatnya.
“Ets... Ets... Cuma bayangan dedaunan ketiyup angin bukan setan,” ujar Joko sambil bercanda menghibur diri sendiri.
“Kok tidak ada orang lewat satu pun ya sepi amat?,” ujarnya agak kesal
“Agak merinding ya, haduh ada apakah gerangan,” ujar Jaka waswas.
“Kenapa Dek..?,” tiba-tiba ada seseorang muncul dari arah belakang saat ia mengecek mesin motor.
“Allahuakbar...!,” teriak Jaka kaget.
“Eh.. Pak Yono, jadi kaget, ini Pak motor saya mogok,” kata Jaka agak lega ternyata yang bicara dari belakangnya Pak Yono seseorang yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumah besar tersebut. Pak Yono juga seorang pedagang nasi goreng keliling yang sering mangkal di depan rumah Jaka sehingga Jaka sangat mengenal beliau.
Namun kali ini gelagat pak Yono sangat mencurigakan, tatapannya yang begitu dingin dan kosong dengan wajah nampak pucat, yang biasanya Jaka temui Pak Yono yang begitu riang dan penuh tawa. Pak Yono Yang ini hanya diam saja saat Jaka bertanya.
“Ini Pak motor saya mogok padahal kemarin sudah aku ganti busi dan olinya,” kata Jaka namun alih-alih menjawab Pak Yono hanya duduk membuka busi motor Jaka membetulkannya dengan cara meniyup busi lalu memasangnya kembali.
“Sudah Dik coba starter,” ujar Pak Yono Jaka pun mencoba menytarter kembali motornya.
Brem... brem... brem...
Suara motor Jaka menyala kembali,
“Allhamdulillah, terimakasih Pak Yono,” kata Jaka namun Pak Yono hanya diam dengan wajah pucat layaknya orang mati.
“Pak Yono kenapa kok wajahnya Pucat sakit ya...?,” tanya Jaka lagi-lagi Pak Yono tidak menjawab.
“Heran eh Pak Yono tidak seperti biasanya,” kata Jaka dalam hati.
“Dik cepat pulang ini sudah mau Magrib. Tidak baik lewat sini saat samarai banyak setan keluyuran,” kata Pak Yono.
“Ia Pak saya pulang dulu terimakasih ya Pak?, Assalamualaikum,” kata Jaka namun Pak Yono hanya diam tak menjawab.
Tanpa pikir panjang Jaka memacu motornya menjauhi area rumah besar tersebut dengan masih heran bercampur takut dengan sikap Pak Yono yang begitu aneh, “Ah bodo amat yang penting motorku bisa menyala kembali tidak sampai pas azan magrib masih di jalan,” ujar Jaka.
Sampai di depan rumah Jaka melihat Abahnya sedang membeli nasi goreng Pak Yono. Nampak Abah sedang asyik ngobrol sembari tertawa dengan Pak Yono yang sibuk membuat nasi goreng.
“Loh... Loh.. he, ini Pak Yono,” kata Jaka yang terkejut melihat Pak Yono sedang mangkal didepan rumahnya.
“Yang tadi siapa..?,” kata Jaka terheran-heran.
“Heh.. Jaka datang tidak mengucap salam kamu,” kata Abah Wachid memarahi Jaka.
“Oh ia, maaf Abah, Assalamualaikum,” Jaka mengulangi mengucap salam sambil mencium tangan Abah dan Pak Yono.
“Ada apa Aden seperti heran gitu melihat saya, kayak melihat memedi saja,” kata Pak Yono yang melihat Jaka agak mematung begitu keheranan.
“Hei.. Jaka kenapa, kamu itu kalau main kan sudah Abah bilang jangan pulang telat, ini sudah mau Magrib Lo,” kata Abah.
“Eh anu Abah tadi di ujung jalan Sono, tepatnya di rumah kosong yang besar noh, yang depanya ada pohon sawo gede. Motor Jaka mogok lama enggak nyala-nyala lah ada Pak Yono yang bantuin Jaka jadi hidup lagi, tapi kok Pak Yono disini ya?,” kata Jaka masih terheran-heran.
“Mana ada Den, bapak disini dari baq’da Ashar tanya saja Abah Aden, memedi itu Den yang menyerupai saya barangkali begitu. Disitu kan sering kali ada penampakan apa lagi Aden ini kan mau Magrib suka banyak setan gentayangan,” kata Pak Yono.
“Lagian salahmu sendiri sih Jaka biasanya minta anter Putri, kenapa enggak ngajak Putri tadi?,” kata Abah.
“Putri kan sama Umi bantu Abah di Pondok dari pagi,” kata Jaka
“Oh ia, Abah lupa, kenapa tidak telepon Kak Vivi?,” tanya Abah sambil melotot.
“Hp Jaka ketinggalan Abah,” jawab Jaka.
“Nah itu, itu, belum tua sudah pikun kamu, sudah sana masuk kedalam sudah mau Magrib ganti baju cepat ke Mushola, ini juga bawa kedalam” kata Abah sambil mengulurkan plastik keresek yang penuh dengan bungkusan nasi goreng.
“Ia Abah..,” Jaka bergegas turun dari motor mulai menuntunnya, karena lewat depan Abahnya.
“Aden Jaka sangat sopan Lo Abah,” kata Pak Yono.
“Oh harus Pak, itu demi kebaikan dirinya sendiri,” kata Abah.
“Tapi apa benar yang dikatakan Aden tadi?,” tanya Pak Yono.
“Anak Saya tidak pernah berbohong Pak dan memang dari kecil saya ajarkan untuk tidak berbohong, jadi mungkin saja yang dilihat Jaka tadi adalah jelmaan setan,” kata Abah.
“Untung Aden Jaka tidak kenapa-kenapa Lo Bah,” kata Pak Yono.
“Allhamdulillah,” kata Abah Wachid.
“Abah juga kan ketua RT disini mbok ya diusulkan untuk ditebang saja itu pohon Bah saat rapat desa, agar kejadian seperti Aden Jaka tidak terulang lagi. Lagian juga bahaya kalau hujan bercampur angin takutnya roboh ke jalan nimpa orang lewat,” kata Pak Yono.
“Ia, ya bahaya juga, Insya Allah nanti kita musyawarahkan di balai RT,” kata Abah.
“Kalau begitu saya ngider lagi Abah mari,” kata Pak Yono.
“Mari Pak,”.
_
_
_
_
_
_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Diankeren
terimakasih emak....
terimakasih Abah....
🤔
lupa lgi lrik'y
😁🤭
2021-09-13
0
KIA Qirana
👍👍👍👍👍👍👍👍
2021-09-04
0
Jono 8989
nah ini aku tahu cerita ino
2021-05-12
1