T O H
Rintik gerimis menghiasi kesunyian kota Jombang sedangkan kabut mulai menunjukkan tajinya membuat kesuraman dan menambah pekat hitamnya malam satu suro.
Di setiap gang tak luput dari basahnya guyuran bekas air hujan sedari sore belum jua reda, ditandai dari basahnya aspal menciptakan genangan-genangan yang hampir merata di setiap tempat.
Malam teramat petang dengan jarak pandangan yang sangat minim barangkali kita memandang orang didepan kita tidaklah kelihatan.
Namun di salah satu gang kecil di salah satu sudut kota nampak sedang diadakan rutinitas tasyakuran malam satu Muharam, karena malam satu suro juga malam satu Muharam bagi umat muslim.
Di salah satu rumah kecil Pak Haji Wachid sedang diadakan tasyakuran memperingati datangnya satu Muharam dalam penanggalan Islam. Saat itu Pak Haji Wachid sedang berbincang-bincang ringan dengan para tamu undangan dengan beberapa suguhan di piring-piring kecil di depan mereka.
Tiba-tiba terdengar jeritan meminta tolong dari kejauhan.
Tolong..... tolong.... tolong ......
“Pak Haji, apa Pak Haji mendengar jeritan minta tolong,” ucap Pak Hasan salah satu tamu undangan yang hadir.
“Ia Pak Hasan sepertinya suara seorang wanita,” jawab Pak Haji Wachid.
“Kira-kira dari arah mana asal jeritan wanita meminta tolong tersebut ya Pak,” tanya Pak Rudi yang juga salah satu undangan yang hadir.
“Dari sana Pak,” kata Pak Haji Wachid yang langsung berdiri terus berlari menuju arah jeritan tersebut diikuti para tamu undangan yang lain.
Sesampainya di sebuah gang pas di depan rumah yang diduga asal muasal dari suara jeritan minta tolong tersebut berada. Sebuah rumah mewah milik Pak Lurah Misdun berpagar biru nampak sangat porak-poranda.
“Pak Haji rumah Pak Lurah Misdun,” ucap Pak Hasan.
“Apakah telah terjadi perampokan, bagaimana sebaiknya kita Pak Haji, Apa kita langsung masuk kedalam saja memanjat pagar?,” tanya Pak Rudi pada Pak Haji Wachid.
“Jangan dulu pak kita pastikan dulu ada peristiwa apa di dalam kita jangan sampai gegabah,” kata Pak Haji Wachid.
“Pak Rudi dan warga yang lain tolong kumpulkan warga, lebih banyak orang lebih baik,” kata Pak Haji Wachid menyuruh Pak Rudi.
“Baik Pak Haji,” jawab Pak Rudi lalu bergegas pergi dengan beberapa warga pergi memberitahu warga yang lain.
Tiba-tiba pintu depan rumah Pak Lurah terbuka secara paksa ,
bruk......
Suara daun pintu terbuka keras dari arah dalam. Terlihat sosok Bu Lurah sambil menggendong bayinya keluar dengan keadaan merangkak dan tubuh berlumuran darah.
“Tolong.... tolong...,” suara Bu Lurah begitu merintih seakan sangat kesakitan.
“Astagfirullah, Bu Lurah,” kata Pak Haji Wachid tercengang melihat keadaan Bu Lurah
“Para pemuda ayo dobrak pagar ini,” kata Pak Haji menyuruh para pemuda yang ikut berkumpul didepan pagar.
Setelah pagar berhasil didobrak beberapa pemuda maju hendak menolong Bu Lurah, namun terhenti langkahnya karena dari belakang Bu Lurah muncul sosok yang sangat menyeramkan.
Sesosok nenek-nenek tua berambut panjang namun acak-acakan dengan kuku tangan yang panjang-panjang jua, terlihat pula makhluk itu merangkak di belakang Bu Lurah dengan lidah menjulur begitu panjang tak normal matanya melotot seakan ingin keluar.
Baunyapun sangat menyengat anyir darah entah ini bau darah dari Bu Lurah atau memang bau makhluk tersebut. Para pemuda yang tadinya hendak menolong Bu Lurah kembali mundur keluar pagar karena ngeri melihat makhluk tersebut.
“Pak Haji makhluk apa itu Pak Haji,” teriak salah satu pemuda.
“Astagfirullah hal Adzim,” ucap Pak Haji.
“Ini lah yang dinamakan Wewe gombel lihat susunya yang menjuntai sampai ke lantai tersebut, mungkin wewe gombel tersebut hendak mengambil bayi dari Bu Lurah, karena dia sangat suka menculik bayi dan anak kecil untuk diajak bermain,” kata Pak Haji Wachid.
“Lalu apa yang harus kita lakukan Pak Haji?,” tanya Pak Rudi
“Mari kita baca Innalilahi wa Innalilahi raziun, yang artinya segala sesuatu yang bernyawa pasti akan mati pada akhirnya,” kata Pak Haji.
“Innalilahi wa innailaihi raziun,” serempak Pak Haji dan para warga mengucap.
Namun makhluk yang bernama wewe gombel tersebut masih terus merangkak mendekati Bu Lurah tangannya yang hitam dan keriput dengan kukunya yang panjang terus mencengkeram kaki Bu Lurah yang sudah tak sadarkan diri.
“Pak Haji Kasihan Bu Lurah Pak Haji,” teriak salah satu warga.
Pak Haji Wachid lalu maju kedepan melemparkan tasbih yang selalu ia pegang ke arah wewe gombel dengan terus membaca doa-doa penghancur setan.
Arrrrghhh......
wewe gombel menggeram kesakitan lalu menghilang begitu saja, “Ya Allah,” kata Pak Haji Wachid yang terkejut melihat kondisi Bu Lurah sangat mengenaskan.
Dengan keadaan punggungnya bolong pas tembus di dada jantungnya sudah tidak ada mungkin dimakan si wewe gombel.
“Innalilahi wa innailaihi raziun,” kata Pak Haji Wachid sambil menutup mata Bu Lurah yang masih melotot agar bisa terpejam, lalu menolong bayi laki-laki yang tadi terpental dari gendongan Bu Lurah saat meminta tolong.
“Kasihan kamu Jaka,” kata Pak Haji sambil menggendong bayi laki-laki Bu Lurah.
“Pak Haji semua anggota keluarga Pak Lurah meninggal Pak,” teriak salah satu warga yang berani melihat kedalam rumah.
“Ayo bapak-bapak kita tolong keluarga Pak Lurah dengan cara mengurus jenazah-jenazah mereka dengan layak,” kata Pak Haji.
“Baik Pak Haji,” lalu beberapa warga mulai memasuki rumah Pak Lurah mengevakuasi jenazah korban wewe gombel.
Wiu... Wiu.. wiu...
Suara sirene ambulans desa telah datang memasuki pelataran rumah Pak Lurah di ikuti sebuah mobil polisi.
“Assallamualaikum,” suara Komandan Nawan mengucap salam yang baru datang dengan beberapa anggotanya.
“Bagaimana peristiwa ini bisa terjadi Pak Haji?,” tanya Komandan Nawan.
“Ini bukan ulah manusia komandan tapi ulah setan. Kami, saya dan warga menyaksikan sendiri bagaimana setan yang berwujud wewe gombel keluar dari rumah Pak Lurah,” jawab Pak Haji Wachid.
“Sementara rumah Pak Lurah kami beri garis polisi tolong Pak Haji ingatkan warga agar tidak memasuki area ini sementara kami menyelidiki kemungkinan ada ulah manusia di balik kejadian ini,” kata Komandan Nawan.
“Baik Pak Komandan saya akan membantu mengingatkan warga,” jawab Pak Haji Wachid.
“Oh ia Pak Haji, bagaimana dengan bayi laki-laki Pak Lurah yang Pak Haji gendong ini,” tanya Komandan Nawan.
“Alangkah baiknya saya yang merawatnya komandan biar istri saya yang menjaganya,” kata Pak Haji Wachid.
“Baik kalau begitu bayi lelaki ini kuserahkan pada Pak Haji, kalau Pak Haji butuh apa-apa mengenai bayi ini tolong lekas hubungi saya,” kata Komandan Nawan.
“Baik Pak Komandan nanti kalau saya butuh sesuatu hal mengenai bayi ini saya akan hubungi Pak Komandan,” jawab Pak Haji Wachid.
“Lapor Komandan semua jenazah sudah dimasukkan kedalam ambulans dan semua bukti-bukti yang diperlukan sudah kita bawa,” kata salah satu anggota Komandan Nawan.
“Baik kalau begitu saya pamit Pak Haji, Assalamualaikum,” kata Komandan Nawan.
“Waallaikumsalam,” serempak Pak Haji dan warga menjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Ika Ika
keren kak . tulisan nya jg rapi
2023-01-18
1
Andik Jana
tak kusangka ini bagus
2023-01-18
0
MR JON
widih sungguh diluar nalar tulisan ini
2023-01-08
0