“Jaka... ayo berangkat nanti telat...!,” teriak Vivi memanggil Jaka untuk segera berangkat menuju sekolah.
“Ia.. ia Kak, bawel banget,” sahut Jaka yang baru keluar dari dalam rumah menghampiri Vivi yang sudah siap dengan motor metiknya
“Kamu yang lelet jadi cowok kok lamban banget sih,” kata Vivi agak marah
“Abah, umi kita berangkat Assalamualaikum,” kata Vivi sambil mulai mengendarai motor metiknya dengan Jaka dibonceng di belakang.
“Waalaikumsalam, eh bekal kalian...,” teriak umi Epi
“Mesti lupa bawa bekal mereka ini,” kata Umi Epi menggerutu
“Punya anak dua yang cewek tomboi, yang satu cowok tapi kalem yah untung saja Jaka tidak kayak cewek tetap bersifat layaknya anak cowok normal,” kata umi Epi.
“Waduh, waduh ini kenapa istri Abah yang cantik pagi-pagi sudah ngedumel ada apa umi?,” tanya Abah Wachid”
“Loh Umi, kenapa bekalnya anak-anak masih di Umi?,” tanya Abah Wachid sekali lagi agak serius
“Nah itu kenapa umi ngedumel sendiri bekalnya anak-anak ketinggalan Abah,” kata Umi Epi
“Hahaha... Kok bisa ya ketinggalan kok tiap hari,” kata Abah Wachid.
“Biar nanti Abah yang antarkan ke sekolah Umi,” kata Abah sambil berlalu ke dalam rumah.
“Benar ya Bah, Abah..?!,” Teriak umi pada Abah yang sudah berada di dalam rumah.
”Ia Umi....,” disahut teriakan pula dari Abah.
“Eh dasar Si Abah diajak ngomong malah Pergi,” kata Umi.
Sementara itu di sebuah perempatan kota disebelah taman kota bernama Kebun Rojo sedang terjadi peristiwa kecelakaan beruntun yang mengakibatkan banyak korban meninggal.
Vivi yang tengah mengendarai motornya dengan Jaka yang di bonceng di belakang mulai mengurangi kecepatan laju motor yang ia kendarai.
“Loh kak kenapa kok pelan bawa motornya katanya takut telat,” kata Joko yang tidak sadar bahwa didepanya terjadi kecelakaan dengan beberapa korban tergeletak bersimbah darah.
“Kamu itu makanya fokus Dek lihat itu depan mu macet lagi ada kecelakaan,” kata Vivi.
Tiba-tiba mata Jaka tertuju pada sosok laki-laki tua berjanggut panjang membawa tongkat berdiri tepat disamping mobil yang sedang mengalami kecelakaan.
Lelaki tua tersebut menatap tajam kearah Jaka lalu tersenyum menyeringai begitu ngeri wajah ditambah mulutnya yang tiba-tiba tumbuh taring panjang sehingga membuat Jaka ketakutan.
“Kak, Kak Vivi itu siapa kak?,” tanya Jaka sambil menunjuk kearah mobil yang mengalami kecelakaan dengan keadaan ringsek parah.
“Mana tidak ada apa-apa?,” kata Vivi yang tidak bisa melihat Si Kakek tua tersebut.
“Kak kita putar arah yuk kita lewat jalan lain itu Si Kakek kakinya enggak menapak tanah,” kata Jaka.
“Mana, mana tidak ada apa-apa, kamu ini mesti gitu bikin aku takut saja selalu begitu,” kata Vivi sambil memutar arah motornya.
“Dimana-mana indigo itu saktikan ya, kaya raya, lah ini Adik ku Jaka nyusahin saja kelakuanya,” kata Vivi sambil ngedumel sendiri menyindir Jaka.
“Jangan marah Kak,” kata Jaka tertunduk sedih.
Akhirnya mereka sampai di pelataran parkir sekolah SMA Negeri 3 Jombang. Vivi masih terus ngedumel sedari perempatan tadi segera memarkir motornya.
“Eh Dik, dari sini kamu jalan sendiri ya kakak enggak mau di olok-olok teman kakak. Gara-gara dandanan mu yang culun ini mengerti,” kata Vivi terus berlalu.
“Ia Kak, “Jaka hanya menyahut dengan muka sedih dan berjalan perlahan di koridor sekolah menuju kelasnya.
“Hai Jaka...,” Rensi dan Rudi mengageti Jaka dari belakang bersamaan pasangan kekasih ini teman Jaka, yang selalu di samping Jaka menghiburnya.
“Eh kenapa Si Ganteng satu ini kok cemberut?,” kata Rensi.
“Biasah Ren, pasti pagi-pagi Kak Vivi sudah mengomel,” kata Rudi.
“Benarkah itu Jaka?,” kata Rensi.
“Tidak.., kalian salah tadi di jalan ada kecelakaan. Anehnya ada sesosok kakek tua menyeramkan dengan taring panjang dan membawa tongkat, tetapi Kak Vivi tidak bisa melihatnya,” kata Jaka.
“Ia kah wah sejenis makhluk apa ya..?,” kata Rensi yang sudah mengetahui bahwa Jaka adalah salah satu anak berkemampuan khusus bisa melihat yang tidak terlihat.
Sampai di ruang kelas mereka duduk di bangkunya masing-masing dan masih membahas hantu lampu merah,
“Assalamualaikum..,” Pak Bambang guru matematika telah datang seraya memberi salam.
“Waallaikumsalam,” jawab para murid bersamaan.
“Hari ini kita ulangan ya seperti yang saya bilang kemarin kalian sudah belajarlah semalam,” kata Pak Bambang seraya membagikan kertas ulangan pada para murid lalu kelas kembali hening.
“Jakaa... Jaka.... ,” ada suara yang seakan memanggil Jaka namun begitu lirih, tetapi serasa begitu jelas ditelinga Jaka.
Jaka mencoba melihat sekitar kelasnya yang ia dapati hanya teman-teman satu kelas yang sibuk mengerjakan ulangan matematika dengan tertunduk fokus.
Jaka kembali memandang sekitar mencari-cari asal-muasal suara tersebut. Mata Jaka tertuju pada pojok ruangan kelas paling belakang tepatnya tertuju pada dindingnya. Sesosok berambut panjang menjuntai dengan lidah menjulur panjang dan wajah yang sangat menyeramkan menempel dinding seperti cecak sedang menatapnya.
“I.. itu...,” Kata Jaka sambil terbata-bata
“Hei.. hei.. Jaka ada apa?,” kata Rudi yang terheran-heran melihat gelagat teman sebangkunya itu.
“Sudah.. sudah istigfar Jaka,” kata Rudi
“Innalilahi wainnailaihi raziun,” kata Jaka teringat pesan Abahnya kalau ia melihat sesosok yang tidak terlihat untuk berucap Innalilahi dan sosok tersebut seketika lenyap entah kemana.
..........
Dirumah Abah Wachid nampak umi Epi sedang menyiapkan buku-buku kitab yang hendak dibawa Abah untuk mengajar di pondok pesantren tak jauh dari rumahnya.
Pondok pesantren As-salam adalah pondok pesantren desa Mokem yang didirikan oleh Abah Wachid dan swadaya warga desa agar ada tempat untuk belajar mengaji pikir warga desa, karena selama ini anak-anak di desa Mokem harus pergi sampai ke desa-desa lain untuk mengaji.
“Umi, sudah umi siapkan kitab Abah?,” kata Abah Wachid
“Sudah Abah ini,” kata umi Epi sambil mengulurkan tas berisi penuh dengan kitab.
“Sarapan dulu Abah, oh ia Abah jangan lupa nanti siang antarkan bekal anak-anak ke sekolah,” kata umi Epi.
“Ia Umi,” kata Abah sambil duduk dan mulai sarapan.
“Eh Abah, umi teringat kisah 15 tahun silam saat Abah dan warga lain menolong Jaka lalu Jaka kita putuskan tinggal disini menjadi anak kita menemani Vivi anak pertama kita,” kata umi Epi
“Ia, ya Umi tak terasa 15 tahun berlalu dengan begitu cepatnya. Serasa baru kemarin ya peristiwa itu terjadi,” kata Abah Wachid.
“Abah tau tidak kalau Jaka bisa melihat hantu?,” kata umi Epi.
“Tau kan Abah yang mengajarinya mengaji dan mengamalkan sholawat jadi orang yang mengaji sudah tentu ada keistimewaan,” kata Abah Wachid.
“Tapi Umi takut kalau-kalau Jaka tau sebenarnya dia siapa dan mengikuti jejak keluarganya untuk memuja selain Allah. Mendapatkan kekayaan dari hasil memuja setan,” kata Umi Epi.
“Hustz... umi jangan bicara ngawur, bicara adalah doa apalagi kamu seorang ibu perkataannya langsung dicatat malaikat,” kata Abah Wachid.
“Eh ia Umi, apa benar ya kabar itu, bahwa dulu keluarga Pak Lurah yang sangat kaya raya itu. Mendapatkan kekayaannya dengan cara salah yaitu memuja setan?,” kata Abah Wachid.
“Yah... yah..., Abah baru saja ingatkan Umi bicara adalah doa sekarang Abah suudjon pada orang mati,” kata Umi Epi.
“Astagfirullah,” ucap Umi Epi.
“Sudah berangkat sana nanti telat kasihan santri-santri mu,” kata Umi Epi
“Ia Umi, Abah berangkat Assalamualaikum,” kata Abah Wachid
“Waalaikumsalam,” jawab Umi Epi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
MR JON
nah loh malah serem kan
2023-01-08
0
Jaka Samar
seru ya
2023-01-07
0
Kirana love💓
halo aku datang mau mulai baca dulu ya kk
2023-01-05
0