Abah Wachid sedang dirawat di RSK (rumah sakit Kristen) Mojowarno, karena kemarin malam terlalu jauh kalau membawa Abah ke RSUD kota Jombang sedangkan keadaan Abah sudah semakin menghawatirkan.
Nampak Pak Lurah Santoso dan Komandan Nawan sedang bercakap-cakap didepan Paviliun melati tempat dimana Abah Wachid di rawat. Di dalam ruangan ada Umi Epi dan Vivi sedang menemani Abah yang masih terbaring belum sadarkan diri.
“Kasihan Abah,” celetuk Pak Lurah.
“Ia Pak kasihan, beliau sering mempertaruhkan nyawa demi warga, saya salut kepada beliau,” sahut Komandan Nawan.
“Sebagai Lurah, saya akan menggalang dana untuk biaya pengobatan Abah. Saya tahu di sini biaya rawat inap sanggatlah mahal, karena ini rumah sakit swasta bukan milik negara,” ujar Pak Lurah.
“Ya benar Pak beliau seperti ini, karena menolong warga. Kita harusnya berterima kasih kepada beliau. Tentu warga tidak keberatan bila dimintai sumbangan untuk meringankan beban keluarga Abah,” kata Komandan Nawan.
“Ngomong-ngomong dimana Putri dan Jaka?,” tanya Komandan Nawan sambil melihat kesana-kemari mencari keberadaan Putri dan Jaka.
“Tadi pagi Putri di sini lalu agak siangan dia pulang untuk beres-beres rumah katanya. Kalau Jaka pergi ke pondok menggantikan Abah mengurus segala sesuatunya disana,” kata Pak Lurah.
“Oh begitu, kasihan anak-anak itu harus bekerja ekstra demi menggantikan Abah mereka yang sedang sakit,” ucap Komandan Nawan.
“Ia Pak Komandan untung saja Abah Wachid memiliki anak-anak yang cerdas, penurut dan sopan?,” kata Pak Lurah.
“Ia, ya, untung saja?,” kata Komandan Nawan.
“Baik kalau begitu Komandan saya pamit dulu hendak menarik sumbangan pada warga untuk Abah Wachid mumpung belum sore,” kata Pak Lurah berpamitan.
“Ia Ini saya juga hendak ke kantor dahulu Pak Insya Allah nanti malam saya datang lagi. Masih banyak urusan di kantor soalnya,” kata Komandan Nawan.
Lalu Pak Lurah dan Komandan Nawan berpamitan pada Umi Epi dan berjanji nanti malam akan datang kembali. Sampai di pintu masuk utama mereka di hampiri Pak Haji Sugian kakak dari Abah Wachid.
“Loh Bapak-bapak hendak kemana?,” kata Pak Haji Sugian.
“Eh Pak Haji Sugian ini saya hendak ke kantor dahulu masih banyak urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Sedangkan Pak Lurah ini beliau hendak menarik sumbangan pada warga sekedar untuk meringankan beban Abah dan keluarganya,” kata Komandan Nawan.
“Oh ia Pak Lurah boleh-boleh saja meminta sumbangan kepada warga itu juga untuk kerukunan bersama. Sebagai contoh tolong menolong bagi sesama, tetapi ingat Pak seikhlasnya saja jangan dipaksa?,” kata Pak Haji Wachid.
“Ia Pak Haji Sugian, Oh ia katanya di desa Pak Haji Sugian akan diadakan pilihan Lurah, saya dengar-dengar bapak mencalonkan diri apa benar...?,” Kata Pak Lurah Santoso.
“Ia Pak Lurah, minta doanya saja?,” kata Pak Haji Sugian.
“Siap pak, Insya Allah saya selalu mendoakan dan jangan sungkan kalau Pak Haji Sugian butuh bantuan saya,” kata Pak Lurah Santoso.
“Allhamdulillah terimakasih,” kata Pak Haji Sugian.
“Baik kami pamit dulu Insya Allah nanti malam kami datang membesuk kembali Assalamualaikum,” kata Komandan Nawan.
“Waalaikumsalam,” jawab Pak Haji Sugian.
Sementara Pak Lurah Santoso dan Komandan Nawan pergi meninggalkan rumah sakit. Pak Haji Sugian pergi kedalam rumah sakit guna melihat keadaan Adiknya.
Pak Haji Sugian adalah kakak tertua Abah Wachid dari tiga saudara. Sedangkan adik yang paling muda Pak Haji Kardi tinggal di desa Banjar Dowo barat kota Jombang. Pak Haji Sugian adalah pemuka agama desa Serapah, letaknya pas disebelah selatan desa Mojokembang tempat tinggal Abah Wachid.
“Assallamualaikum Dik Epi,” kata Pak Haji Sugian memberi salam.
“Waalaikumsalam Mas,” jawab Umi Epi.
“Pakde..,” kata Vivi sambil menjabat tangan Pak Haji Sugian seraya menciumnya.
“Ndok yang sabar ya?,” kata Pak Haji Sugian.
"Ia Pakde," jawab Vivi mengangguk lemas
Pak Haji Sugian lantas menghampiri Abah Wachid yang sedang terbaring seraya membelai rambutnya sebagai tanda rasa sayang kakak kepada adiknya.
“Oalah Dik Wachid, kok ya ada saja kamu ini, oh ya bagaimana kronologi kejadiannya Dik Epi, kok sampek-sampek Adikku yang tangguh ini bisa terkapar tak berdaya seperti ini?,” kata Pak Haji Sugian.
“Awalnya Abah hendak menolong anak-anak yang hilang di rumah kosong ujung desa itu Mas. Lalu muncul genderuwo penunggu pohon sawo didepan rumah itu, Abah bertarung dengan sosok tersebut,” kata Umi Epi.
“Genderuwo itu ya, memang seharusnya pohon sawo itu ditebang dari dulu selain banyak merugikan warga karena penunggu ghoibnya. Toh kalau hujan menghawatirkan takutnya roboh. Lagian kata orang tua kita dulu tidak baik menanam pohon sawo di depan rumah,” ujar Pak Haji Sugian.
“Ia mas warga sudah berencana memotong pohon sawo itu, tapi kata Pak Lurah belum ada yang berani. Nunggu Abah sembuh kata mereka Mas,” kata Umi.
“Biar nanti saat aku yang menemui Pak Lurah minta ijin untuk menebangnya,” kata Pak Haji Sugian.
“Sudah kau dan Vivi istirahatlah dulu biar aku yang menunggui Wachid,” kata Pak Haji Sugian seraya duduk disamping Abah Wachid. Menggantikan Umi Epi dan Vivi yang mulai tertidur di samping tempat tidur pasien dimana Abah Wachid terbaring.
.......
Hari semakin petang di area RSK Mojowarno, nampak Jaka berjalan sendiri menyusuri lorong rumah sakit hendak menuju Paviliun melati tempat dimana abahnya dirawat.
Dengan menanting beberapa bungkus nasi goreng ditangannya yang ia beli dari warung sebelah barat RSK. Matanya nampak teramat lelah ia harus menggantikan Abah mengurus segala sesuatunya di pondok As-Salam, untung saja ia sering ikut membantu Abah dulu sehingga ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Angin semilir dingin mulai menerpa kulitnya menjalar hingga menusuk kulit Ari sehingga begitu dingin terasa di badan, kok ada angin ya sedangkan langit sangat cerah, gumamnya dalam hati.
Jaka teramat cuek ia ingin cepat-cepat menuju Paviliun melati dan segara membuka bungkusan nasi goreng seraya memakannya bersama Umi, kak Vivi dan Putri, “Sudah lapar benar perut ini,” ucapnya lirih.
Srek.... Srek.. sret...
Terdengar suara orang menyeret sesuatu dari arah depan ia berjalan, “Siapa malam-malam begini yang sedang memindahkan barang,” ujarnya
Jaka memandang kesana-kemari tidak ada satu pun orang di sekitarnya.
Karena hari memang sudah begitu larut malam, jelaslah tidak ada orang dilorong Paviliun melati apa lagi diujung lorong pas adalah kamar mayat.
“Bodoamat, Bodoamat....,” Kata Jaka melanjutkan langkah kakinya pergi menuju kamar pasien dimana Abahnya dirawat namun belum sempat jauh iya berjalan suara orang menyeret sesuatu kembali terdengar kali ini dari arah belakang ia berdiri.
Dengan perlahan Jaka menoleh ke belakang penuh ketakutan. Betapa terkejut iya dengan apa yang iya lihat sesosok makhluk berpakaian layaknya suster.
Namun nampak begitu lusuh dan kotor sedang merangkak dengan menyeret kedua kakinya. Sosok tersebut terus menyeret-nyeret kakinya kearah Joko. Dengan wajah yang tertutup rambutnya yang panjang tergerai sampai tanah.
“Ladalah..., apa itu waduh, Abah, Umi,” kata Jaka dengan kaki gemetaran saking takutnya
“Emmm....., Sebentar malam-malam begini ada suster berjalan dengan cara ngesot apa sedang mengepel lantai ya?,” pikir Jaka.
“Emmm..., Apa ini yang dikatakan orang-orang suster ngesot, hemmm...., Apa benar sosok ini suster ngesot?,” Jaka nampak kebingungan.
Lalu ia mencoba memberanikan diri untuk melihat lagi dimana sosok suster ngesot tersebut berada.
“Loh..., kok hilang, dimana suster ngepot, eh salah ngesot tadi?,” kata Jaka masih sempat-sempatnya bercanda menghibur diri sendiri.
“Ah sudahlah mungkin mengepel lantai lorong yang lain, hehe..," gumam Jaka kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar pasien dimana Abahnya dirawat.
Belum sempat kakinya melangkah masih dalam keadaan mengangkat kaki satu hendak menapak. Ternyata pas di bawah kakinya sosok suster ngesot tersebut menampakkan dirinya kembali.
“Huwaaa.., hadiih..., kenapa dia ada disini pas di hadapanku lagi?,” teriak Jaka karena kaget.
“Sebentar ya Suster Ngepot aku muter dulu, kamu disitu saja diam jangan ikut, aku mau lewat jalan lain ya,” kata Jaka sambil memutar tubuhnya langsung mengambil langkah seribu.
“Huwaaaa... Setaaaan..... suster ngepot!!,” teriak Jaka terus berlari.
Namun masih sempat terhenti untuk duduk sebentar berpikir, "Makhluk seperti itu namanya suster ngepot apa ngesot ya lupa aku?," kata Jaka ngedumel sendiri.
Tiba-tiba dibawah pas ia duduk sosok tersebut kembali menampakkan diri kini dengan wajah hancur. Matanya yang hampir lepas dan wajahnya begitu rusak penuh belatung.
"Wadaaaah..., Abah..., Umi...," Teriak Jaka kembali berlari.
_
_
_
_
_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Om Prastyo
oh baru tahu aku di sini mengapa Wahyu ngelawak terus di novel TOH Level Up
2022-11-09
0
KIA Qirana
salam
Era Berdarah Manusia
I Firmo
💜💜💜💝💝💝💜💜💜💜
2021-10-17
0
Jono 8989
semangat
2021-05-12
0