Part 20 (Kilas balik 2)
...
Lalu setelah itu Rian pulang dari Rumah Sakit dan ia memulai aktivitas kembali. Ia mulai masuk kuliah. Ia beda jurusan denganku. Namun ia satu angkatan dengan aku. Dan selama di kampus ia membututi ku terus kemana pun aku pergi. Dan bukan sampai disitu bahkan ia terlalu posesif dan menganggap bahwa aku ini adalah pacarnya.
"Hallo sayang. Akhirnya kita ketemu ya. Makasih buat hadiah tadi malem aku puas banget", ucap Rian di depan teman-temanku.
Lalu temen-temen kampus memandangi aku sambil heran.
Aku pun menatap tajam Rian.
"Kamu jangan ngarang. Aku gak pernah ngasih kamu hadiah apa-apa", ucap Lusi kesal.
"Iya aku tahu, kamu memang semudah itu melupakannya. Tapi aku gak akan lupa dengan kejadian tadi malam. Makasih ya sayang.. Muuuaaahhh", ucap Rian sambil tertawa.
Aku pun merasa jijik dengan apa yang Rian ucapkan. Aku pun langsung menariknya.
"Kamu jangan nyebar fitnah ya. Nanti yang ada orang mikir jelek tentang aku gimana? Orang kita gak ngapa-apain".
Rian pun tertawa geli sambil memandangiku.
"Emang itu yang aku mau", ucap Rian.
Aku pun kesal sekali padanya saat itu.
Sesampainya dikelas.
aku lapar sekali. Tiba-tiba teman kampus ku namanya Elang. Dia memberikan ku sekotak piza. Ia menaruhnya di atas meja dan ditambah sepucuk surat cinta. Aku gak terlalu menghiraukan surat cinta itu sebenernya. Aku lebih fokus pada pizanya karena aku sedang lapar. Alangkah senangnya hati ini. Gak usah repot-repot lagi mencari makan keluar.
Lalu aku pun membawa piza itu ke taman maksudnya agar aku bisa makan sambil melihat pemandangan. Namun tiba-tiba Rian datang dan melihat surat berbentuk love di atas piza itu. Dan ia langsung menarik piza itu dari tanganku, dan membuang piza itu ke tempat sampah.
Aku pun melihat Rian dengan pandangan kesal.
"Kenapa? Kamu marah!!! Pokoknya kamu gak boleh terima makanan dari pria manapun kecuali dari aku", ucap Rian sambil melampari uang ratusan ribu ke wajah ku.
Dan langsung melangkahkan kakinya pergi.
Akupun hanya kesal menahan air mataku. Tak selayaknya ia memperlakukan aku seperti itu. Dia pikir aku ini apa. Wanita murahan yang seenaknya dilempari uang di wajahku seperti itu.
Lalu aku pun mengejarnya dan menarik bajunya.
"Nih.. Ambil uang kamu semua." Ucap Lusi sambil memberikan uang itu di hadapannya.
"Asal kamu tahu ini bukan soal uang, tapi soal bagaimana kamu menghargai pemberian orang lain".
Tanpa basa basi, Rian pun menamparku.
Plakkk....
"Asal kamu tahu jika cara halus kamu gak paham. Dengan cara kasar aku akan memperlakukan kamu. Dan aku paling tidak suka di lawan".
Aku pun hanya menahan air mata ku sambil memegang pipiku.
"Dan kamu jangan pernah coba kabur dari aku. Meskipun kamu punya bodyguard buat lindungin kamu. Aku tidak takut. Karena mereka tidak sekuat aku untuk menghancurkan kamu".
Aku langsung menangis dan pergi mendengar ancaman Rian. Aku seolah masuk dalam situasi yang salah. Air mataku terus mengalir. Aku tidak kuat menahan air mataku sendiri. Aku pun langsung ke kamar mandi. Karena aku malu bila ada orang yang melihatku menangis.
Sepulang kuliah tangan ku ditarik oleh Rian. Aku di ajak ke sebuah tempat. Di situ ada teman-teman Rian yang isinya semua laki-laki dengan sepeda motornya. Dengan wajah rata-rata seram dan pakaian serba hitam. Aku ketakutan ketika itu. Dan Saat Rian datang semua memang seolah tunduk padanya.
Sambil berbisik Rian memberitahukan aku sesuatu.
"Mereka itu adalah teman ku semua. Dan kalau kamu berani macem-macem. Mereka bisa menghabisi mu hanya dalam satu malam". Ucap Rian mengancam
Saat Rian bicara seperti itu.
Aku menangis. Aku sangat membenci Rian. Rasanya aku ingin sekali menamparnya bolak-balik namun aku takut. Aku cuma bisa apa. Aku cuma seorang wanita ditambah aku hidup sendirian disini.
Setelah itu semalaman aku tidak bisa tidur. Kenapa aku dipertemukan dengan pria macam Rian.
Setelah itu jika ada pria yang mendekati ku ia langsung marah. Bahkan aku yang cuma sekedar menjawab pertanyaan teman kampus pria lain. Ia marah dan membentakku. Aku seperti terkekang olehnya. Bahkan aku memiliki pacar tidak pernah berlebihan seperti dirinya.
Keesokan harinya. Saat aku sampai di kampus. Rian memanggilku dengan cara yang tak biasa. Seperti memanggil burung dengan siulan.
piwit.. Siulan Rian.
"Sini.. Sini.." ujar Rian memanggilku.
Dengan berat aku pun menghampirinya.
Ia langsung melempari aku dengan tasnya. "Bawain tas aku, terus kamu taro ke kelas aku. Tahu kan dimana letaknya".
Dengan sangat terpaksa aku pun membawakannya. Aku pikir cuma satu tas. Ternyata ada delapan tas. Dan itu sisanya punya temannya semua.
Sial.. Lalu aku membawanya tidak sekaligus. Sedikit-dikit dulu aku bawanya. Mana tasnya besar-besar seperti karung.
Teman-teman di kampus pun heran memandangi aku. Karena aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Disuruh-suruh oleh seorang pria.
Dan setelah itu setiap ada pria yang melihat ke arahku. Aku langsung menundukan kepala dan pandangan ku. Karena aku takut di amuk Rian bila ketahuan saling bertatapan dengan pria lain.
Hidupku seperti di penjara olehnya. Aku hanya bisa menangis. Setelah itu ia juga membuat aturan-aturan yang tidak masuk akal. Seperti, harus menawarinya makan setiap aku mau makan. Aku tidak boleh pulang kampus dengan pria lain. Aku disuruh ini itu. Menyuapi ia makan. Mijitin kakinya lah.. Sampai-sampai orang mengira bahwa aku ini adalah pacarnya.
Bahkan lebih parah daripada itu. Sampai suatu hari aku jadi bahan gosip anak-anak kampus. Terutama anak perempuan. Aku tahu itu, saat aku sedang sedang di dalam toilet. Aku mendengar ada sekitar tiga orang membicarakan aku di watafel kamar mandi. Aku mendengar mereka. Namun aku tidak jelas siapa orangnya. Sepertinya ia beda jurusan dengan ku. Dan mereka tidak tahu kalau aku mendengarnya.
"Eh cewek yang suka bareng Rian siapa sih"
"Oh itu Lusi".
"Dia itu pacar apa kacungnya sih. Mau-mauan di suruh ini itu".ucapnya sambil tertawa.
"Iya bisa jadi. Cantik sih tapi sayang bodoh. Pernah gue lihat dia di bentak-bentak tapi Lusi malah diem aja".
Lalu mereka pun tertawa sambil meninggalkan toilet.
Sementara aku yang masih berada di dalam toilet. Perasaan ku hancur sekali saat mereka berkata seperti itu.
Akupun hanya bisa menangis dengan hujatan teman kampus, yang tidak tahu cerita sebenarnya. Karena semakin aku melawan Rian ia semakin nekat. Karena aku pernah dipukul saat aku menolak keinginannya.
Hingga tiba suatu hari Devan pulang dari Jepang. Ia sengaja jauh-jauh dari Jepang ingin bertemu denganku. Namun Rian menghalangiku saat aku ingin bertemu Devan.
Saat itu aku sudah bertemu dengannya. Devan melihat ku dan ia melambaikan tangan. Aku pun juga turut melambaikan tanganku. Lalu Rian menghampiriku dan menarikku. Ia langsung membawaku pergi. Dan menyuruh ku masuk ke dalam mobil miliknya. Saat itu Rian membawa mobil entah milik siapa aku tidak peduli.
"Siapa dia?", tanya Rian.
Aku pun menjawabnya dengan gugup.
"Bu..bukan siapa-siapa?"
Lau Rian pun melaju kencangkan mobilnya dengan cepat. Aku pun takut sekali dengannya. Dan tiba-tiba ia ngerem mendadak.
Ciiiiitttttttt suara rem itu.
Jantungku nyaris copot.
"Jawab dengan jujur. Dia itu siapa?", ucap Rian sambil membentak.
Aku pun diam
"Jawab!!!", ujar Rian dengan nada tinggi.
"De..devan. pacar aku." ujar aku gemetar.
Lalu Rian terlihat marah sambil memukul stir.
"Awas kamu kalau sampai kamu ketemuan sama dia", ucap Rian.
Aku pun hanya diam dan ketakutan.
Suatu hari aku berusaha diam-diam kabur untuk menemui Devan. Karena Devan saat itu memaksa ingin bertemu denganku. Lalu aku bertemu dengannya disebuah taman. Aku kaget sekali melihat wajah Devan sudah lebam. Dia bilang ia di pukuli genk motor.
Aku pun langsung menangis saat melihat wajahnya.
Tiba-tiba Rian menelpon ku. Akupun menjawabnya dengan tangan gemetar.
"Kamu lihat kan pacar kamu gimana?
Aku harap kamu jangan coba-coba kabur lagi dari aku. Kalau kamu tidak mau lebih parah dari ini", ucap Rian di telpon.
Devan bingung saat melihat aku menangis. Lalu aku memegang wajahnya yang terluka dan lebam. Ia pun memegang tanganku. Tiba-tiba ia kaget kenapa aku pakai sebuah cincin di jariku.
"Ini cincin apa?" tanya Devan
"Ini bukan apa-apa" jawabku.
"Kumohon kamu jujur jangan ditutup-tutupi. Sekali lagi aku tanya ini cincin apa?"
Aku hanya diam tak menjawab
"Jawab Lusi..." bentak Devan
"I..ini cincin tunangan. Aku sudah bertunangan Dev dengan pria lain."
"Tunangan dengan siapa. Laki-laki yang memukuli aku barusan"
"Bukan... Namanya Heri. Ia tinggal di Bandung",
Lalu aku melihat Devan menjatuhkan air matanya.
"Ini semua memang salah aku. Aku terlalu lama membiarkanmu sendirian di sini. Sampai-sampai kamu lebih memilih pria lain.Hari ini sebenarnya aku ingin melamar kamu. Dan aku ingin kita segera menikah. Tapi semua sudah terlambat. Kamu lebih memilih pria lain"
Aku tak mampu menahan air mataku. Aku langsung menangis sejadinya. Memang sebelumnya aku memang belum bilang. Kalau aku sudah diikat oleh Heri.
"Tapi meskipun begitu aku tidak peduli. Aku akan tetap mencintai kamu. Sampai kapan pun Lusi. Aku tidak ingin mengecewakan kamu lagi. Aku tidak peduli jika nanti kamu harus menikah dengan orang lain. Tapi yang aku peduli, selama kamu dihadapan aku. Aku akan berusaha mencintai kamu." ucap Devan memakai kan sebuah cincin di jari manis ku satunya lagi.
"Lalu siapa pria yg berlagak seperti jagoan yang menghalangi kita bertemu." tanya Devan.
"Dia bukan siapa-siapa itu hanya teman kampus ku" jawab ku.
"Tapi sepertinya ia terlalu berlebihan kalau cuma sebagai teman kampus",
(Lanjuttin di part selanjutnya ye)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Machan
like
2021-01-24
0