Antara Wongori-Semarang
"Sial....Aseeemmmm!"
Azka memacu mobil lebih kencang meninggalkan kota Wonogiri menuju Semarang. Rasa lapar yang dirasakannya makin lama makin menyiksa perutnya. “Sebelum masuk tol ia harus mengisi perut”, batinnya. Pikirannya yang tidak tenang terkalahkan dengan teriakan protes cacing-cacing dalam ususnya.
Azka mengintip jarum odometer mobil. Mobil jenis MPV yang masih belum lunas itu melaju sedikit lebih cepat dari ambang batas kecepatan normal. Jarumnya menunjukkan angka tujuh puluh. Pantas saja ia merasa laju mobil itu sedikit terlalu kencang. Jarang sekali pedal gas itu diinjak lebih dalam. Kali ini degup jantungnya yang cepat karena menahan laju emosi, memerintahkan telapak kakinya untuk menekan pedal lebih kuat.
Seketika Azka mengendurkan pijakan gas. Azka tidak mau polisi menilang karena melanggar batas kecepatan, atau bahkan terlambat menginjak tuas rem saat seseorang menyeberang jalan.
Suara musik heavy metal yang sengaja diputar kencang seolah tidak berhasil mengalihkan konsentrasinya dari kejadian tadi. Jalan provinsi yang berlubang-lubang juga tidak bisa membuyarkan bersitan ingatan yang saling sengkarut memenui otaknya. Semua menjadi kacau! Umpatnya.
Peristiwa beberapa jam tadi begitu tidak terduga. Azka masih bersyukur dirinya tidak terpancing emosi. Ia bisa meredamnya agar situasi tidak makin runyam. Dalam hal ini memang Azka lebih dewasa dibanding Lisa.
Kricik-kricik...
Suara perutnya kembali terdengar. Ini jelas tanda ia sedang kelaparan.
Dari balik jendela mobil di depan kedua matanya melihat warung makan nasi padang dengan papan nama yang cukup besar. Azka memutuskan menepikan mobil untuk mengisi perut, sambil menenangkan otak yang masih berkecamuk mengingat semua ucapan Lisa yang membakar perasannya tadi pagi.
Kemarahan Lisa terhadap Azka memang bisa dimaklumi, tapi menurutnya reaksi Lisa sangatlah berlebihan. Lagipula ia berniat membagi setengah dari hasil adsense konten Youtube yang menceritakan tentang diri Lisa.
Dan Azka merencanakan memberi uang itu sebagai kejutan hadiah ulang tahunnya bulan depan. “Lisa Agustina, mengapa dirimu begitu marah padaku.” Azka membatin sambil menarik napas panjang.
Mobilnya diparkir dengan sedikit terburu-buru. Rasa lapar dan haus yang dirasakannya sudah tidak tertahankan lagi. Telat sedikit, bisa-bisa sakit maagnya kambuh.
"Mas, nasi rendang, peyek udang dan es juice tomat ya, sayurnya dikiiit saja" kata Azka pada mas-mas penjaga warung yang berdiri menghadap etalase besar, dan bertingkat yang penuh aneka lauk. Tempat lauk-lauk itu membukit tinggi. Sukses mengundang selera makan pembeli.
Azka menyisir pandangan ke penjuru ruangan.
Rumah makan nasi padang yang agak sepi pengunjung ini cocok untuk sekedar melepas penat dan mengobati penyakit lapar Azka. Meski tidak terlalu luas, meja yang tertata rapi dan dinding yang bercat putih menunjukkan bahwa rumah makan ini cukup memperhatikan kenyamanan pengunjung.
"Ya mbak, sambel ijo nya banyak atau dikit?" katanya sebelum mengambil nasi dari termos.
"Dikit aja mas" Jawab Azka seraya tersenyum. Wajah mas-mas penjaga warung padang yang tampan menarik perhatian Azka. Kedua matanya tidak bisa diam mencuri-curi pandang. Maklum saja, diusianya yang sudah 23 tahun ini, Azka sedang giat-giatnya memancarkan radar pencarian jodoh.
Tak lama kemudian sepiring makan siang itu telah tandas.
Pilihan lauk rendang dengan rempeyek udang sebagai menu utama, dan es juice tomat ternyata adalah pilihan tepat untuk mengisi perutnya yang mengempes. Porsi es batunya yang berlimpah sangatlah pas untuk menuntaskan dahaga di siang yang panas seperti ini.
***
Tidak terasa dirinya sudah menghabiskan waktu di warung makan ini selama satu jam. Pantatnya mulai menghangat. Duduk berlama-lama di bangku panjang yang tidak penuh menopang pantatnya, tentu tidak nyaman. Pesona mas-mas yang tampan itu lah yang sanggup menahan lebih lama bangkitnya bokong Azka.
Tetapi bukan itu saja alasan Azka berlama-lama.
Pikirannya masih tersita pada peristiwa di rumah Lisa tadi pagi. Sebenarnya Azka sedikit merasa menyesal meninggalkan Lisa saat berada pada titik ini seorang diri. Tapi Lisa masih dalam kondisi emosi. Lebih baik ia memberi jarak ruang dan waktu terlebih dahulu, sampai emosinya berangsur mereda.
“Tapi bagaimana jika nyawa Lisa terancam?”
“Bisa saja kematian ibu Lisa yang mungkin karena santet berbalik arah itu juga mengincar nyawa Lisa. Apalagi buku merah yang pasti menyimpan rahasia gaib itu ada di tangan mbah Kholis. Dukun tua laknat yang tidak tahu diri.” gumam Azka dalam hati sambil mengurut kening.
Suara-suara dalam kepalanya menuntun langkahnya kekiri dan kekanan. Makin bimbang.
Azka mengambil laptop dari tas ransel Eigernya. Tiba-tiba ia teringat file-file video hasil editing yang sengaja dipotong karena gambarnya kurang jelas. “Mungkin file-file terbuang itu bisa memberi petunjuk yang apapun itu pasti bisa berguna.” batinnya.
Satu persatu Azka memperhatikan dengan seksama dan teliti. Dipasangnya headset agar lebih jelas dan membantu menajamkan konsentrasi.
Yang pertama dibuka adalah file video saat Lisa sedang tindihan di kamarnya. File video asli tanpa editnya berdurasi selama lebih dari satu jam. Yang diunggah di channel youtubenya hanya sekitar dua puluh menit. Memang cukup banyak gambar gerak yang tidak berguna.
“Hmmm....Semuanya tampak normal bagiku.”
Sampai suatu saat ketika kedua matanya fokus untuk meneliti file video dari kamera tersembunyi yang selalu ia siagakan dalam tas jenis sling bagnya. Video saat mereka berdua berada di paviliun mbah Kholis. Kameranya ternyata seperti menangkap samar sosok seorang manusia dari luar jendela paviliun mbah Kholis.
Memang tidak begitu jelas, tapi juga tidak begitu out-of-focus. Azka memang selalu menyetting setelan diafragma lensa pada bukaan kecil. Minimal F5.6. Itu diniatkan agar kameranya lebih banyak menangkap gambar dengan lebih jelas.
Azka mempause lalu mengcapture potongan video itu. Setelah dengan cepat dipindahkan pada image viewer dan diperbesar gambarnya, barulah tampak lebih jelas.
Sepertinya sosok yang tertangkap kamera adalah sosok seorang wanita.
Wajahnya memang tidak terlihat cukup jelas. Tapi wajah itu seperti pernah dilihatnya. Entah dimana. Samar ia mengamati lebih detail sosok itu. Seperti wanita tua yang berhidung mancung. Azka yakin dirinya telah menemukan petunjuk yang penting. Jiwa detektifnya membuncah ke ubun-ubun.
Penemuan ini sangatlah mencurigakan bagi Azka. Karena seingat Azka mbah Kholis mengatakan dirinya tinggal seorang diri.
Lalu siapa sosok wanita tua itu? Sedang apa ia berada di rumah mbah Kholis?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat dijawab tanpa bantuan Lisa. Azka makin yakin bahwa Lisa ternyata menghadapi bahaya yang jauh lebih besar dari yang diperkiran sebelumnya.
Adalah jelas dan gamblang mbah Kholis itu seorang yang berniat jahat untuk mencelakai Lisa. Apalagi mbah Kholis sekarang menguasai buku merah milik ibu Lisa. Buku catatan keramat itu pasti punya kekuatan klenik. Kekuatan jahatnya bisa saja digunakan mbah Kholis untuk membunuh Lisa.
Kepingan-kepingan puzzle yang melayang-layang tak beraturan itu memenuhi rongga kepala Azka. Teori dan firasatnya pasti tidak meleset. Azka yakin kematian ibu Lisa karena perbuatan mbah Kholis. Dan pasti dia tidak bekerja sendirian. Mungkin saja mbah Kholis adalah juga dalang kematian Kirdi dan juga menghilangnya keluarganya.
***
“Aku terlalu meremehkan. Ternyata selama ini aku terlalu meremehkan!” umpatnya dalam hati. Tangannya mengepal.
Bukan hanya teror hantu yang dihadapi Lisa, tapi mungkin juga sebuah kejahatan terorganisir yang bisa mengancam nyawanya. Dan sekarang nyawa Lisa mungkin dalam bahaya.
Gawat!
Cepat-cepat tangannya meraih ponsel dalam saku untuk menelpon rumah Lisa. Segera jarinya menari-nari menekan keyboard untuk mengirim file gambar itu melalui web-whatsapp ke ponsel Lisa.
...--Azka: Lis, maaf cuma ingin ngasi tau gambar dari videoku. Coba km perhatikan bener2, itu km tau gak siapa? Tlg km ingat2 siapa tahu kenal. tlg bls wa ku ya..maafkan aku Lis.--...
...-Send.-...
“Centang satu! Aku diblock!” pekik Azka dalam hati.
...--Azka: Lis, tolong buka block WA aku ngirim gambar. Penting! Maaf--...
...-Unsent-...
“Sial! Sms juga tidak terkirim. Dia betul-betul marah!”
Tidak ada jalan lain selain mengirim email. Azka hanya bisa berharap Lisa membaca email pentingnya segera. Kepalanya tidak dapat membayangkan jika dirinya sampai kehilangan Lisa.
***
Kring....kring.........
"Haloo"
"Haloo, Bu Pur ya, maaf bu, Lisa-nya ada? tanya Azka dengan nada memburu.
"Siapa ini?" suara bu Pur terdengar putus-putus.
"Azka bu Pur, Azka ini..halo..halo..." kata Azka sedikit meninggikan volume suara.
"Oh mbak Azka...cari Lisa ya? Anu eh Lisa ga ada mbak..pergi sekitar jam 2 siang tadi"
"Pergi? Pergi kemana bu" tanya Azka menyelidik cepat.
"Pulangnya besok pagi katanya sih...eh katanya ke Salatiga ketemu temennya".
"Salatiga?" tanya Azka heran.
"Iya katanya gitu tadi mbak..."
"Eh.....ada apa to mbak Az? Kok kaya e penting?" tanya bu Pur terdengar seperti orang yang kebingungan.
Hening.
"Mbak..mbak...mbak...halo...mbak"
Tut tuuut tuuuuuuuut.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Citra Kirana
kirain azka itu co,. jebule mbak/Facepalm/
2024-05-09
0
Teh lia
Waktu mninggal ibunya lisa tangan nya kn sperti ada bekas yg kebakar,trus itu tngan mbah kolis jga sama
2022-03-25
1
Andie Anna
emang cewek masa ia lo cowok tidur bareng sama lisa
2021-03-01
0