Babad Segoro Kidul (Bangkitnya Ratu Jin Tanah Jawa)
Wonogiri, Agustus 1995 | 23:00
Dari balik kelambu kusam tampak seorang wanita yang sedang diambang batas antara hidup dan mati. Ribuan bulir keringat yang keluar dari pori-pori bagaikan aliran jeram yang deras dari hulu sungai Progo.
Tidak ada derai tawa, tidak ada obrolan membosankan yang kerap terjadi saat seluruh anggota keluarga inti berkumpul. Tatapan saling pandang antara mereka terkadang saling menguatkan bahwa ini adalah situasi yang genting.
Kamar bercat hijau ini memancarkan aura lengang. Udaranya pun terasa tercekat dengan kecemasan empat orang penghuninya. Bokor besar berisi air, kain perban dan alat-alat medis lainnya dimainkan dengan terampil oleh salah satu wanita yang kerap dipanggil dengan seruan bu bidan.
“Liru Sukmo bukan dongeng”, kata laki-laki yang paling tua dari ke-empatnya. Mereka semua tampak segan dan hormat kepadanya.
“Ini bukan kelahiran jabang bayi seperti biasanya, tidak pernah dalam sejarah seorang wanita mengalami proses kelahiran selama tiga hari tiga malam” Lanjutnya dengan mimik sangat serius.
“Lalu apakah malam ini jabang bayi itu bisa keluar Yai?” tanya lelaki berkumis tipis yang sejak dari tadi duduk di pinggir kasur. Tangan kanannya tak pernah lepas mengenggam tangan wanita yang terbaring lemah dengan kedua kaki sedikit mengangkang.
“Pasti, aku yakin itu nak. Sebagai suami kamu harus terus menjaganya, jangan sampai roh jahat itu kembali datang dan merusak pagar gaib yang aku pasang” kata orang yang dipanggil yai itu tegas.
Suasana makin mencekam. Nyala tujuh batang lilin yang diletakkan mengelilingi kasur besi itu seolah enggan menari-nari menerangi ruangan. Angin bergulung-gulung yang mengusung hawa dingin beraroma bangkai, pekat membungkus rumah Seno dari segala penjuru.
Pratiwi, wanita yang sedang berjuang menunda titik kematian, terbaring mengerang dengan lenguhan panjang. Perutnya yang besar terlihat berkedut-kedutan. Bu Bidan yang tak kalah cemasnya dengan Seno, suami Pratiwi, berulang kali mengucapkan kalimat-kalimat yang terasa membosankan karena diulang-ulang.
“Tarik nafas, keluarkan"
"Wuushhhhhhhh”
Haji Mansyur, lelaki menjelang separuh baya yang dipanggil yai oleh Seno itu kembali berbicara. Kali ini dengan tekanan suara yang lebih berat.
"Jabang bayi ini sudah menanggung takdir pamomong tanah Jawa. Sudah dituliskan ratusan tahun yang lalu, sebelum kakek buyutku dilahirkan. Kelahirannya malam ini ada hubungannya dengan perjanjian Liru Sukmo antara Eyang Prabu Gentala dengan Ni Mas Ratu Anginangin berabad-abad silam."
Seno dan dua orang dalam ruangan itu hanya terdiam tanpa merespon ucapan Yai. Bagi mereka, saat ini bukan waktu yang tepat untuk membahas kisah-kisah kuno Tanah Jawa.
Sayup masih terdengar Pratiwi merintih kesakitan dengan nafas pendek-pendek dan tersengal. Sisa-sisa cadangan tenaga terakhirnya masih disimpan untuk mengejan.
23.51
Tetiba erangan calon ibu itu memekik panjang, mengiris gelapnya malam di pinggiran kota Wonogiri. Hawa magis dan dingin yang tak pernah gagal beradu taut, sekarang datang disela jeritan panjang.
“Wis wayahe...jupukke banyuku” (sudah saatnya..ambilkan airku) kata Yai sambil telunjuknya menuding ke arah meja kecil di sudut kamar. Wanita separuh baya yang sedari tadi berdiri di dekat pintu berusaha menguasai keadaan. Beberapa detik kemudian, dengan cepat ia berjalan tergopoh meraih gelas berisi air yang diatasnya mengapung beberapa kelopak bunga melati.
“Kowe ngadek kunu, jogoen adimu” (kamu berdiri disana, jaga adikmu) perintah Yai pada wanita separuh baya itu.
Suasana makin mencekam.
Tiba-tiba, pintu, jendela, dan sebagian dinding kayu dalam ruangan itu bergetar cepat seperti kena setrum listrik ribuan volt. Sesaat kemudian, giliran suara-suara rintihan wanita menggema dan memantul tak beraturan, terdengar dari luar rumah.
Dilain pihak, Pratiwi, yang dalam beberapa saat lagi menjadi ibu makin tersengal-sengal menahan kesakitan. Wajahnya yang pucat sedikit membiru makin menegang. Kedua matanya mendelik sambil tangannya makin keras mencengkeram pergelangan tangan Seno, suaminya.
Wuzzh.
Air dalam gelas tadi disemburkan dari mulut Yai ke arah empat penjuru kamar. Mulutnya komat-kamit sambil menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Tatapan matanya nanar, sangat waspada.
Sementara dari luar rumah, ada pemandangan yang tidak biasa beberapa detik setelahnya.
Unggas, serangga malam, dan binatang melata seolah sepakat untuk mengheningkan cipta. Daun dan ranting pohon mendadak terdiam tanpa gerakan. Putaran bumi seolah berhenti.
Semuanya hening.
00:07
Tangis bayi merah terdengar kencang membelah malam.
Proses kelahiran jabang bayi Pratiwi ternyata tidak berlangsung lama. Bu Bidan yang telah berpengalaman puluhan tahun itu sangat sigap dan cekatan membantu proses kelahiran.
Pratiwi mendorong kepala, bahu, dan bagian tubuh lainnya tanpa kesulitan. Mungkin karena ini adalah anak kedua.
“Alhamdulillah..putri, alhamdulillah” ujar bu bidan dengan senyum lebar.
Setelah membersihkan ari-ari dan sisa-sisa darah, bu bidan menyelimuti bayi perempuan yang sedang menangis kencang itu dengan hati-hati. Dalam beberapa detik, bayi itu sudah dalam gendongan Seno.
Ujung mata Seno melirik Pratiwi yang masih terbaring lemah. Tangis kebahagiaan keduanya pecah.
“Lisa...” sebut Pratiwi lirih hampir tak terdengar.
“Apa?” tanya Seno sambil menyorongkan badan mendekat ke kepala istrinya.
“Lisa mas, namanya Lisa.”
***
Hari ke 1, awal Juli 2018
Jogjakarta | 12:30
Ghea : "Lis jangan lupa ntar malam kita waktunya ke Cubic"
Pesan whatsapp itu baru sempat ia baca saat break makan siang."Sial, lupa aku ntar malam janjian sama Ghea", gumamnya dalam hati.
Ghea adalah teman barista Lisa. Cafe tempatnya bekerja, tidak jauh dari kos Lisa. Hobi Ghea menenggak minuman beralkohol. Cubic, bar di daerah Demangan tak jauh dari pusat kota, adalah tempat favoritnya. Mereka berdua punya jadwal mingguan bertemu disana.
Karena selalu ditraktir, Lisa menurut saja. Ghea anak orang kaya, Lisa bukan. Ghea inilah sang ratu penyelamat Lisa secara ekonomi ketika akhir bulan dompetnya kering.
Lisa: "Ok siap, jemput kelar shift. Jangan lupa nitip cilok gajah", ketik Lisa menjawab chat temannya itu.
Tanpa menunggu balasan, Lisa meletakkan ponselnya di atas meja dan membuka karet nasi bungkus katering langganan anak-anak crew cafe. Kali ini lauknya setengah telur ayam rebus dan sambel goreng kentang. Porsi nasi pesanannya terbilang banyak untuk gadis bertubuh kecil seperti dia.
"Hmmm, lumayanlah daripada kemarin cuma lauk pepes pindang." gumamnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Lagipula apa yang bisa diharapkan dari sebungkus nasi bungkus seharga delapan ribu rupiah.
Lisa harus berhemat. Citanya-citanya dalam waktu lima tahun ia harus bisa punya uang yang cukup untuk membuka kedai kopi kecil bersama Ghea. Gajinya yang tidak seberapa besar itu harus dicukup-cukupkan untuk biaya hidup dan menabung. Belum lagi ia harus mengirim uang bulanan untuk membantu biaya hidup ayah ibunya di Wonogiri. Kadang Lisa harus kerja double shift untuk menambah pemasukan.
Lisa berusaha duduk lebih santai. Punggungnya disandarkan pada dinding samping cafe tempat crew istirahat. Setelah menghabiskan makan siangnya, seperti biasa, sebatang rokok dan playlist lagu 90-an adalah dessert yang sangat spesial.
"...And I don't want the world to see me
'Cause I don't think that they'd understand
When everything's meant to be broken
I just want you to know who I am........"
Lisa melihat dari kejauhan kendaraan lalu-lalang tanpa henti. Kadang dia heran begitu banyaknya orang yang hilir mudik dengan tujuannya masing-masing. Satu dengan yang lain tidak ada yang tahu mau kemana dan dari mana. Mereka mencari jalan menuju takdirnya sendiri.
Saat pikirannya menerawang jauh, seseorang menepuk pundaknya dengan keras. Lisa terkesiap sampai batang rokok diantara jarinya terjatuh.
"Woi Lis, itu HP mu bunyi dari tadi!" kata Yosi crew dapur sedikit keras. Ucapannya membuyarkan lamunan Lisa.
"Aduh, sampe jantungan aku ndes" protes Lisa.
"Makanya jangan keseringan nge-blank dong" ucapnya sambil terkekeh, lalu memunggungi Lisa berjalan dengan cepat menuju toilet.
Bersungut-sungut jengkel, Lisa melihat ke layar ponsel. Ada dua miskol dari nomer telpon rumah Wonogiri. Saking nge-blanknya Lisa sampai tidak mendengar bunyi dering panggilan di ponselnya.
Buru-buru dia menelpon kembali nomer itu, beberapa kali panggilan tidak ada yang menjawab. Sampai pada percobaan panggilan kali ketiga baru tersambung. Dari ujung telpon terdengar suara serak khas Bu Pur, pembantu rumah tangga orang tua Lisa.
Baru terdengar sebaris kalimat yang keluar dari mulut bu Pur di ujung telepon, Lisa merasa tubuhnya melayang ringan. Langit hari itu seolah runtuh menimpa tubuh mungilnya. Mulutnya tercekat, kepalanya seperti diketok palu raksasa.
Lisa beruntung karena lututnya masih kuat menopang tubuhnya. Tapi berita itu bukanlah berita keberuntungan baginya. Bisa dikatakan bencana terbesar selama dua puluh tiga tahun hidupnya.
Tubuhnya bergetar terhuyung-huyung. Tangannya sibuk menggapai dinding tembok terdekat dari titik dimana dia berdiri.
"Bu Pur! Kenapa kok baru sekarang aku dikabari?" protes Lisa dengan tegang.
"Bu.ibu..."sebutnya lirih.
Hening sejenak. Lalu gelap.
Beberapa crew cafe yang melihat Lisa tergolek di atas lantai segera menghampiri Lisa, memanggil nama dan menggoyang-goyang pundaknya dengan kencang.
Tidak ada jawaban.
***
_______________________________________
Pembaca, ini adalah novel pertama saya di sini. Masih nubie banget.
Novel ini adalah seri pertama dari semesta Babad Segoro Kidul, jadi akan banyak clue untuk buku ke dua. Bukan bermaksud memperpanjang plot. Beberapa part dialog sudah dipersingkat. Be a smart reader. Just enjoy. Nulis novel itu riset dan mikirnya susah lho, :-P
Oh ya, penulis sarankan pada pembaca untuk membekali referensi bacaan tentang sekte Bhairawa Tantra, Gerhana Bulan Total Juli 2018, Syekh Subakir, dan kisah-kisah legenda tanah jawa lainnya. Karena novel ini berlatar belakang kisah-kisah tersebut.
Akhir kata sebelum tenggelam dalam petuangan Lisa yang seru dan menegangkan, penulis mengucapkan :
Happy Reading.!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Tina Febbryanti
baru mauk baca...😊😊
2024-10-30
0
meMyra
lanjut baca 👍👍
2024-03-19
0
meMyra
😅😅😅😅
2024-03-19
0