12. Perlawanan

Mimpi tadi malam cukup memberi bukti, bahwa teror belum berhenti. Bahkan semakin membuat Lisa menjadi gila. Dia bertekad harus melawannya dengan caranya sendiri"

Berkali-kali Lisa menanamkan sugesti kedalam pikirannya. Dia harus punya tekad kuat untuk melawan. Hantu harus dilawan dengan keberanian. Harus!

Logika Lisa berkata bahwa misteri Kirdi dan mbah Kholis belum terungkap. Dia harus kembali ke Salatiga untuk mengambil buku merah itu kembali. Mungkin di dalam buku merah ada petunjuk yang terlewat dan bisa digunakan untuk mengusir setan yang meneror Lisa.

Siang ini dia pamit ke Bu Pur untuk kembali ke Salatiga. Meskipun tanpa Azka dia tak peduli. Azka pun tidak peduli pada dirinya, dia hanya peduli dengan uang.

***

Perjalanan kali ini lebih melelahkan, maklum dia harus mengambil rute dengan angkutan umum. Turun dari bus dia lalu mencharter ojek motor sampai ke gerbang desa Tempiran.

"Stop pak...berhenti sini saja" kata Lisa sambil menepuk pundak pak ojek yang sepanjang perjalanan menceritakan kebanggaan dirinya pada keberhasilan akademis anaknya yang kuliah di Jogja.

"Ini pak uangnya.." Lisa menyerahkan selembar uang 50 ribuan ke tangan pak Budi, nama tukang ojek itu.

"Sebentar ya, kembaliannya saya cari dulu" katanya ramah

"Ndak usah pak, ambil aja buat bapak" kata Lisa sambil tersenyum

"Serius nak?"

Lisa mengangguk sambil tersenyum.

"Alhamdulillah ya Allah, matur nuwun nak, mugi gusti pangeran ngijabah doa dan memberikan keselamatan sampean, mugi-mugi semua tujuanmu terkabul ya nak, insya Allah yakin saja..hasbunallah wa ni'mal wakiil" katanya sambil tersenyum memegang tangan Lisa erat.

Garis keriput di wajah tukang ojek itu makin melebar saking senangnya. Meskipun sedikit terlalu tua untuk menjadi tukang ojek, tapi tenaganya masih kuat. Terbukti menempuh perjalanan lumayan jauh tidak tampak kelelahan dari dirinya.

"Aamiin pak..saya yang terimakasih sudah didoakan bapak" jawab Lisa ramah

"Sebentar nak, boleh saya kasih sesuatu sebagai tanda terimakasih?" tanyanya ramah

"Hmmm...sesuatu apa ya pak? Lisa tampak memasang sikap waspada. Pengalamannya dengan orang asing masih akhir-akhir ini masih membuatnya trauma.

"Jangan takut nak, hehe..saya cuma mau ngasih ini aja, tadi saya beli jajan pasar untuk bekal, tapi sepertinya kebanyakan. Siapa tahu nanti mbak lapar..bisa buat ganjal perut hehe" pak Budi menyerahkan tas kresek hitam itu ke arah Lisa.

"Ayo terima mbak..ndak papa" katanya sedikit memaksa

Sambil sedikit ragu Lisa menyambut tas kresek itu dengan gamang. Diintip isi dalamnya, ada bungkusan koran yang sedikit basah karena minyak. Lega rasanya.

"Matur nuwun sanget pak" ujar Lisa sambil menyalami tangan pak Budi. Ada kehangatan diwajahnya.

"Halah cuma gorengan kok nak hehe" kata pak Budi sambil terus tersenyum.

"Saya permisi dulu ya, harus balik.. sudah gelap, hati-hati ya nak..Assalamu'alaikum"

"Wa 'alaikum salam, hati-hati pak" jawab Lisa singkat.

Orang itu memacu laju motor GL Pro nya dengan cepat sampai menghilang dari pandangan.

"Kini tinggal aku sendiri. Berjuang sendiri menantang takdirku. Malam ini harus selesai semuanya" gumam Lisa dalam hati.

***

Bulan diatas langit seperti enggan menemani gelapnya awan. Suara keriuhan binatang malam juga terasa tidak terlalu bersemangat bersahut-sahutan. Lisa berjalan menyusuri jalan desa yang sudah sedikit sepi ini dengan sedikit cepat. Jam tangannya menunjukkan pukul 8 malam, pantas sudah agak sepi.

Meski kenangan desa ini tidak terlalu bagus membingkai ingatan Lisa. Dia terpaksa mengunjunginya lagi. Sesekali dia menyesal pernah kesini. Tujuan Lisa menuju rumah mbah Kholis, dia mau mengambil kembali buku merah miliknya. Entah bagaimana caranya dia belum punya rencana.

Pikirnya lebih mudah karena dia melihat mbah Kholis tinggal sendirian. Tapi sekitar seratus meter dari tempat dia berjalan, dari jalan setapak di tanah yang lebih tinggi sebelah kiri Lisa melihat puluhan nyala obor yang bergoyang-goyang. Seperti dipegang banyak orang. Naluri detektifnya muncul seolah mendorongnya untuk mencari tahu lebih lanjut siapa mereka.

Kakinya berjalan mengendap-endap sambil tetap matanya awas mengikuti pergerakan puluhan obor yang makin lama makin tak lagi jauh dari tempatnya berjalan. Makin lama Lisa melangkah sambil menundukkan tubuh, ia makin jatuh pada suasana sepi dan gelap. Tanah yang dipijaknya tidak lagi rata, bahkan lebih berkerikil daripada permukaan tanah.

Semak belukar, daun kering dan ranting-ranting basah sangat sulit untuk tidak bersuara ketika diinjak. Lisa hanya mampu melihat barisan pohon jati dari jarak beberapa meter saja, selebihnya gelap gulita. Hanya kumpulan nyala obor yang masih membuatnya termotivasi untuk terus melangkah.

Derap kakinya yang terbungkus sepatu gunung seolah makin ringan. Ada bagian yang tidak bisa dijelaskan mengapa dia sampai punya nyali demikian besar. Energi berlebih yang dimiliki Lisa malam ini berasal dari frustasi atau nyali dia juga tidak mengerti.

Saking fokusnya agar tetap menjaga jarak tetapi masih dalam jangkauan pandang dengan kumpulan nyala obor itu, Lisa tidak sadar ada sepasang mata yang terus bergerak mengikuti kemana Lisa melangkah.

Setelah agak jauh Lisa melangkah baru sadar dirinya bahwa dia sedang menuju area kuburan Kirdi. Ya.. dia sangat yakin langkahnya menuju kesana. Bongkah batu besar dengan banyak coretan tangan itu sangat melekat di ingatan Lisa. Dan memang dia sedang dibimbing sekumpulan nyala obor yang jaraknya makin dekat itu ke arah sana.

Detak jantungnya makin cepat seperti permainan musik dengan tempo allegro. Bedanya kali ini temponya sangat tidak beratur. Nafasnya berkejaran dengan detakan jantung yang makin berat bekerja memompa darah keseluruh pembuluh darah di balik kulitnya.

Langkahnya terhenti begitu kumpulan nyala obor itu berhenti kira-kira 50 meter jauhnya. Lisa membungkuk cepat. Tubuhnya digeser mendekati semak yang paling rimbun di sisi kiri dari tempat dia berdiri sedikit membungkuk.

Dari jarak ini dia bisa melihat meski tidak terlalu jelas, objek apa yang ada di depannya. Ternyata kumpulan obor itu adalah orang-orang yang sedang berdiri berkumpul membentuk lingkaran seperti sedang melakukan upacara. Di tengah-tengah mereka seperti ada satu tampah besar berisi benda-benda yang tidak begitu jelas terlihat. Upacara apa malam-malam begini, di kuburan lagi, batinnya heran.

Siapa mereka?

Salah satu dari kumpulan orang itu bergerak maju ke tengah sambil mengangkat obornya tinggi-tinggi dia berteriak keras. Suaranya tidak begitu jelas. Yang jelas suara laki-laki. Begitu orang yang tampak seperti pemimpin mereka itu selesai berteriak, sontak orang-orang yang lain tertawa-tawa seperti orang gila. Obor yang ada ditangan mereka ditancapkan ke tanah. Sambil melepaskan baju yang seperti jubah itu mereka melakukan gerakan tarian aneh seperti orang kerasukan setan.

Lisa makin penasaran. Ada bagian dari kegiatan yang seperti upacara sekte sesat itu yang tidak terlihat jelas. Khususnya saat salah satu dari mereka maju menemani seorang lainnya ke tengah dengan memakai topeng seperti kepala binatang. Cara berjalannya sedikit terhuyung-huyung tidak seimbang. Ada beberapa orang dari mereka mendorongnya untuk sedikit maju ke tengah.

"Wayah e soyo cedak! Kebo iki saksine! (waktunya makin dekat, kerbau ini saksinya!) Teriak orang yang berdiri di tengah dengan keras sambil mengangkat tangan ke atas.

Orang dengan topeng kepala binatang seperti sapi itu tidak bergerak. Ternyata tangannya terikat kebelakang. Pantas cara jalannya tadi tidak seperti tidak seimbang.

Lisa makin penasaran dengan bentuk kepala sapi yang seperti pernah dia lihat sebelumnya. Suara laki-laki yang berteriak itu juga seperti dia kenal. Otaknya yang seperti enggan bekerja itu dia paksa berputar mengingat-ingat.

Dia beringsut maju lebih mendekat agar pandangannya makin jelas. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan! dia harus menguak misteri yang membebani pikirannya malam ini juga.

Dari arah timur dia menunduk, Lisa melihat ada semak belukar yang lebih lebat. Posisinya berada pada tanah yang lebih tinggi dari tempatnya sembunyi sekarang. Lebih strategis pasti, pikirnya.

Posisi pengamatan yang paling ideal pikir Lisa saat berhasil pindah dan menjejakkan kaki tanpa terlihat. Dari tempatnya sembunyi sekarang dia bisa melihat upacara itu dengan lebih jelas. Tetapi karena tidak berpengalaman dengan seluk beluk tentang hutan belantara, posisi itu ternyata sangat tidak ideal. Dia ternyata berada tepat sebelah sarang semut hutan!

Tentu bukan kabar baik bagi kaki Lisa. Tidak perlu menunggu lama bagi puluhan batalyon semut api untuk menyerang penganggu tidur malamnya. Bagaikan dikomando, serentak cepat satu,dua,tiga kemudian tidak terhitung gigitan semut hutan itu menembus kulit Lisa.

Secara reflek dan tanpa dikomando juga Lisa jatuh terduduk sambil mengibas-ngibas kakinya ke tanah. Otot rahangnya mengeras menahan mulutnya yang akan berteriak mengaduh.

Suara keributan kecil seperti tawuran dibalik semak itu tidak mungkin tanpa suara. Orang-orang yang sedang melakukan "upacara" itu tentu tidak tuli untuk bisa mendengar "keributan" kecil ini. Sebagian dari mereka menoleh ke arah Lisa sembunyi. Beberapa detik upacara itu terhenti.

Saat sedang berusaha dan berjuang mati-matian menghadapi serbuan semut dan ketakutan akan nasibnya apabila ketahuan. Tiba-tiba mulutnya dibekap dari belakang dengan kuat! Jantung Lisa serasa berhenti. Dia sudah siap dengan segala resiko, tapi bukan dari gigitan semut dan resiko kematian akibat ketahuan.

Hmppphtt!!

Bekapan yang kuat dimulut Lisa membuatnya tidak sanggup berteriak. Sepersekian detik kemudian orang yang membekap Lisa mendekatkan mulutnya di telinga Lisa.

"Meneng nduk, ojo berontak nek pengen selamet uripmu" (diam kau, jangan berontak kalau ingin nyawamu selamat) bisiknya tegas.

"Nek paham, ngangguk o" (kalau paham mengangguklah) bisiknya makin tegas.

Tanpa berpikir jauh Lisa mengangguk, dia ingat biasanya dalam film aksi, adegan seperti ini adalah adegan penyelamatan tokoh utama. Tapi ini bukan film aksi. Ini kenyataan! Bisa saja orang ini adalah salah satu dari orang jahat yang sedetik lagi membunuhnya dengan kejam.

Laki-laki bertangan kuat itu menarik tubuh Lisa dengan cepat dan dibawanya Lisa menjauh. Gerakannya cepat dan ringan. Lisa heran tubuhnya bisa seringan itu. Pandangan matanya yang seketika kabur dan tubuhnya yang mendadak lemas membuatnya berpikir dia sedang dalam pengaruh bius. Dia berada pada keadaan antara sadar dan tidak. Lisa pasrah tubuhnya mau dibawa kemana.

Dia tertidur.

***

Terpopuler

Comments

Prio Ajik

Prio Ajik

kok Melu deg degan yho Thor...

2023-11-21

0

Rania Puspa

Rania Puspa

baca ini kok bdn brsa gk enak ya... tapi pnsaran.

2021-02-27

0

Winna Vo

Winna Vo

Tahan napas.. Tegang

2021-01-17

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!