8. Ritual Mbah Kholis (I)

(POV Lisa)

Kami bertiga duduk bersila menghadap bejana seperti vas bunga dari kuningan, berisi kemenyan yang sudah dibakar. Bau pekat kemenyan segera memenuhi semua sudut bangunan kecil yang berbentuk seperti paviliun rumah itu. Letaknya disamping rumah utama mbah Kholis.

Sepertinya ini tempat khusus untuk bersemedi. Tidak ada hiasan-hiasan mistis di ruangan ini, hanya kepala kerbau yang sudah diawetkan tergantung menempel agak tinggi di dinding tepat dibelakangku dan sebuah lukisan potret yang tidak terlalu besar bergambar perempuan berkebaya kuning.

Aku diminta membasuh muka dengan air yang sudah disiapkan mbah Kholis. Air dalam botol kaca itu tidak terlihat aneh. Aku menurut saja. Dinginnya terasa menyegarkan saat dituang ke telapak tanganku yang tertangkup rapat. Tanpa bertanya aku membasuh setangkup air itu ke mukaku.

Sejurus kemudian mbah Kholis meminum air yang masih tersisa. Selanjutnya dia menyerahkan botol itu dan memberi isyarat untuk aku meminumnya.

Baru beberapa detik aku meminum air itu aku merasakan pandanganku sedikit kabur. Sakit di belakang bagian kepala mulai kurasakan perlahan makin lama makin menguat. Otot-otot di bagian leherku menegang seperti ditarik kuda. Azka memegang tanganku erat-erat.

Sambil gelisah aku merasakan kepala semakin berat dan muncul rasa ingin berbaring yang tak tertahankan. Azka bangkit dan segera membantuku berbaring di atas lantai yang beralaskan karpet tipis itu dengan berhati-hati.

Mbah Kholis hanya terdiam memejamkan mata sambil tetap berkonsentrasi ke arah bejana kemenyan.

Antara sadar dan tidak, tiba-tiba aku merasakan indraku menjadi lebih sensitif. Aku mendengar dengan jelas detak jantungku sendiri. Detak jantung mbah Kholis dan Azka yang berdegup cepat juga terdengar jelas. Bahkan aku bisa mendengar jelas kemeretak bunyi kemenyan yang terbakar. Suara minus 20 desibelpun serasa jelas di telingaku.

Aneh sekali.

****

Beberapa saat kemudiam aku mulai bisa merasakan sakit kepalaku berangsur hilang dan tubuhku menjadi lebih segar dari biasanya.Sangat enteng dan segar.

Mbah Kholis menuntunku keluar paviliun. Begitu aku keluar pintu, aku dikagetkan pandanganku sendiri. Di hadapan paviliun ini ada rumahku! Ya betul rumahku yang di Wonogiri!

Seketika aku berjalan cepat meninggalkan mbah Kholis untuk masuk ke dalam rumah. Aku mendengar suara alunan alat musik rebab dari dalam kamarku.

Aku mengintip dari balik pintu yang tidak tertutup rapat. Dari dalam aku mendapati ibuku sedang duduk di lantai dan sedang asyik memainkan rebab. Alat musik kesukaannya itu digesek dengan alunan yang menyayat kalbu. Dia menoleh kearahku, aku terkesiap kaget. Tapi sepertinya ibu tidak dapat melihatku. Dia hanya diam seolah memandang objek kosong tanpa kehadiranku.

"Ono opo mbakyu? (ada apa mbak?) Aku mendengar suara laki-laki yang tidak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Karena pandanganku terbatas dihalangi pintu kamar.

"Ora popo" (tidak apa-apa) balasnya singkat seraya menaruh rebabnya di lantai.

"Sedelo maneh dekne bakal mati, awakmu sing sabar, ojo grusa-grusu" (sebentar lagi dia bakal mati, kamu harus sabar jangan tergesa-gesa) kata ibu.

Deg!

Jantungku seolah berhenti, sulit bagiku percaya apa yang ada dihadapanku. Apa maksud perkataan ibu? Siapa yang bakal mati?

Belum terjawab pertanyaan-pertanyaan itu aku dikejutkan mbah Kholis.

"Wis cukup!" ujarnya setengah berteriak.

Aku tersentak dan membuka mata dengan cepat. Sambil meraih tangan Azka aku kembali duduk bersila. Nafasku masih tersengal saat mbah Kholis berkata lirih.

"Nak, kamu tadi dalam keadaan yang disebut mati raga, melek sajroning turu. Segala yang hidup pasti bisa terhubung. Roh-mu aku tuntun kepada peristiwa yang terekam dimasa lalu yang sangat menyita pikiranmu. Mbah kuatir kamu ora kuat neruske, makane tadi tak lereni. Mbah ugo ndelok sing mbok delok".

"Ibumu kae ngelmu santet nak" (ibumu itu punya ilmu santet,nak)

Aku terdiam. Pikiranku berkecamuk seolah menolak ucapan mbah Kholis.

"Wajar nek ora percoyo, ning iku kenyataane" tukas mbah Kholis.

"Iki wis takdir e kowe ketemu aku, Kirdi kae mati disantet ibumu. Aku ya ntas weruh saiki. Mergo ibumu dhuwur ilmune. Ning ono kekuatan jahat liyo sing nyelakai ibumu" (ini sudah takdirnya kamu ketemu aku, Kirdi itu mati karena disantet ibumu. Aku juga baru tahu sekarang. Karena ilmu ibu kamu tinggi. Tapi ada kekuatan jahat lain yang mencelakai ibumu)

Aku masih diam. Rasanya mustahil apa yang dijelaskan mbah Kholis ini. Ibuku rajin sholat, ikut pengajian kampung dan wanita desa seperti umumnya. Bukan seorang dukun atau paranormal.

"Wong linuwih sing dhuwur ilmue kae malah mbaur koyo wong biasa, hanya orang-orang tertentu yang tahu" lanjut mbah Kholis (orang dengan ilmu tinggi itu malah seperti orang biasa, hanya orang-orang tertentu yang tahu).

"Kirdi nate rene, ngobati sakitnya yang tidak kunjung sembuh. Mbah curiga bocah e disantet, tapi mbah ora iso ngerti sopo sing ngirim, ternyata baru sekarang rahasia itu terbongkar. Semua itu sudah digariskan yang kuasa"

Aku terdiam sesaat sambil mengatur nafas yang susah rasanya untuk diatur.

"Lalu mbah, yang nganggu saya itu siapa" tanyaku masih penasaran.

"Iku jenenge Nini Srimpi, jin piaraan ibumu. Setan itu ngincar tubuhmu gawe panggon anyar setelah ibumu mati"

"Tujuan ibunya Lisa nyantet Kirdi apa mbah? " Tanya Azka dengan pandangan heran.

"Nak, santet itu ilmu pesenan orang, brarti ada yang menyuruh, bukan atas kehendak dukun sendiri"

"Wis ngunu wae penjelasanku, wis peteng saiki" kata mbah Kholis dengan nada sedikit meninggi.

"Trus cara menghentikan gangguan Nini Srimpi gimana mbah?" Tanyaku masih penasaran.

Dengan bahasa tubuh yang tidak nyaman mbah Kholis menatapku tajam.

"Ora iso, aku wis ngomong..itu sudah garis takdirmu...Nini Srimpi wis milih kowe sing duwe garis keturunan langsung soko majikan sak durunge" suaranya tiba-tiba makin meninggi.

"Asalkan........" lanjut mbah Kholis sedikit merendahkan suara.

"Asalkan kenapa mbah?" sergahku cepat

"Kamu bantu arwah Kirdi membalas dendam" Kata mbah Kholis tegas

"Ha?? balas dendam kesiapa mbah?" Tanyaku mendesak

"Mateni Nini Srimpi, mugo-mugo iso....tapi ada syarat ritualnya" lanjut mbah Kholis

Aku makin penasaran. Tanpa memperdulikan Azka yang sudah sangat ingin menyudahi kunjungan ini, aku melanjutkan pertanyaanku.

"Kamu harus ke makam Kirdi, kuburkan pisaunya Kirdi nang kuburannya"

"Ha??"hiii..bulu kuduk ku bergidik mendengar syarat ritual dari mbah Kholis.

"Nek ora gelem yo rapopo, asal kowe kuat nglakoni nasib-e trah mu. Dikancani nak Azka yo keno..mengko sisan tak tunggoni" kata mbah Kholis sambil menyalakan rokoknya (kalau tidak mau ya tidak apa-apa, asal kamu kuat menjalani garis takdir keturunanmu. Ditemani Azka juga tidak masalah, nanti sekalian aku temani)

Saat aku akan menjawab, Azka memotong ucapanku:

"Mbah nuwun sewu, bisa pamit ke kamar mandi mbah, saya kebelet kencing" tanya Azka.

"Silakan,kamar mandinya diluar. Lewat samping rumah" kata mbah Kholis.

"Ayo Lis, kancani aku" kata Azka sambil menarik tanganku.

Aku mengangguk dan segera bangkit mengikuti langkah Azka.

"Lis, kamu serius mau nglakuin ritual itu, aku kok ngeri Lis..soalnya dendam yang ora tuntas iku energinya kuat banget. Dan aku juga gak percaya sepenuhnya semua yang dikatakan mbah itu" bisik Azka sambil berjalan.

Aku juga merasakan was-was sama seperti dia, tapi sudah terlanjur jauh aku tenggelam. Untuk mundur ke titik nol rasanya akan sia-sia. Gangguan Nini Srimpi kepadaku sungguh mengerikan. Rasanya tak tahan aku menangggung kengerian ini lagi.

"Lagian masa kamu percaya ibumu ngelmu santet, ora mungkin Lis.." bisik Azka lagi.

"Makane aku ya sebenarnya gak begitu percaya omongannya, tapi aku masih penasaran. Piye maneh..sing tak liat tadi benar-benar seperti nyata Az" jawabku cepat

"Gini aja, aku manut kamu kalo kamu bener-bener penasaran, asal kowe berani. Prinsip-e nek wani ojo wedi-wedi, nek wedi ojo wani-wani" kata Azka. (Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani).

"Kan ono kamu sing ngancani".

"Iyo, tapi mengko tak syuting ya...aku butuh konten Lis" celetuk Azka sambil terkekeh cekikik-an

"Edan kamu, ojo ah..wajahku nanti viral Az" aku meninju pelan pundak Azka

"Ora nanti tak blur..tenang aja"

"Ojo Az, tenan, jangan membahayakan kita" kataku sambil mengajak kembali ke paviliun.

***

Terpopuler

Comments

Lilik Purwati

Lilik Purwati

semakin serem cerita ne thor

2022-04-08

0

Teh lia

Teh lia

Sampai disini baru terasa penasaran & penuh teka teki..

2022-03-25

1

Rimbia Rhaya Hijabshop

Rimbia Rhaya Hijabshop

naaahhh ktmu sdh sisi misteri and bikin pnsran nya 😱😱😱

2022-02-08

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!