Pak Tino langsung masuk ke dalam rumahnya dan langsung menutup pintu. Beliau langsung duduk di kursi, lalu mengambil amplop serta menghitung jumlahnya.
"Wah lumayan, sepuluh juta. Tapi mau aku apain nih uang gak mungkin aku kasih ke Diana. Enak banget nanti dia malah foya-foya, gini nih kalau pegang uang tapi gak tau buat apa. Judi malah gak boleh, padahal itu asik. Aku jadi tau caranya menghabiskan uang. Dasar tuh si Cindy," gumamnya kesal.
Cindy dan sang mama yang sedang di dapur menyiapkan makan malam. Mereka mendegar ada orang yang masuk rumah, mereka berdua saling tatap. Karena adik-adik Cindy sedang berada di kamar.
"Siapa, Ma?" tanya Cindy.
"Mama gak tau, Cin. Ya sudah Mama lihat dulu keluar," ucapnya dan langsung melangkah ke luar.
Saat sampai di ruang tamu, dia melihat suaminya sedang memegang lembaran uang. Sementara si meja terdapat amplop berwarna coklat. Dia pun memberanikan diri mendekati suaminya yang tidak seperti biasanya pulang pukul segini. Sedangkan saat ini masih pukul delapan malam.
"Sudah pulang, Pa?" tanya Bu Diana mama Cindy. Mendengar suara sang istri, pak Tino bergegas menuwmbuny uangnya. Padahal Bu Diana sudah melihatnya, saat masuk tadi.
"Memang kenapa? Apa aku gak boleh pulang cepat?" tukasnya dengan ketus.
"Bukan begitu, Pa. Aku heran saja, biasanya kamu tidak pernah pulang pukul segini. Aku nanya baik-baik Pa," ujar Bu Diana masih mencoba lembut.
"Udah jangan banyak tanya, aku lapar apa kamu sudah masak?" tanya pak Tino ketus.
"Sedikit lagi selesai, Pa. Aku tadi ngobrol dulu sama anak-anak, karena aku gak tau kamu akan pulang cepat. Makanya gak aku buru-buru masaknya," sahut Bu Diana.
"Kamu tuh ya, kebiasaan memang. Apa-apa lama kerjainnya, ya sudah sana ambil handuk aku mau mandi saja. Anter langsung ke kamar mandi," tegasnya dan langsung beranjak dari kursi untuk ke kamar mandi.
Bu Diana hanya bisa menggeleng melihat kelakuan suaminya itu. Saat pak Tino hendak menuju dapur, karena memang kamar mandi yang hanya satu-satunya berada di dekat dapur. Saat hendak melewati pintu dapur, ternyata Cindy hendak menyusul mamanya. Dia pun berpapasan dengan sang papa, tapi tanpa sepatahpun pak Tino melewati Cindy. Cindy melanjutkan langkahnya mendekati mamanya.
"Papa kok tumben sudah pulang, Ma? Bukannya kata mama selalu pulang lewat tengah malam, dia juga gak nanyain Cindy kenapa di rumah." Cindy mengutarakan keheranannya, pada sang mama.
"Mama juga gak tau, Cin. Dia tadi sedang menghitung uang luamayan banyak, biasanyakan dia selalu kalah judi. Mana pernah dia bawa sisa uang, atau menang permainan. Karena dia gak akan pulang sebelum habis," tutur sang mama.
Degh!
Jantung Cindy berdegup, seolah merasakan sebuah feeling. Cindy merasa semua ini karena Al, apalagi papanya sampai tidak menegurnya yang tidak bekerja. Pastilah Al sudah menemui papanya, apa Al yang memberi papanya uang pikir Cindy. Kalau tidak mana mungkin papanya bersikap begitu, pasti uang yang papanya pegang itu dari Al. Cindy yang penasaran, ingin bertanya papa Al langsung.
"Ma, mama di temenin adinda dulu aja ya. Itu juga tinggal disajiin aja, Cindy mau ke kamar sebentar. Gak apa-apa kan, Ma?" tanya Cindy.
"Memangnya ada apa, Nak?" Mama Cindy balik bertanya.
"Nanti Cindy ceritain aja, Ma. Cindy harus konfirmasi lebih dulu," ucap Cindy dan langsung berlalu.
Bu Diana hanya mengangguk, meski pun dia sebenarnya bingung dan penasaran. Beliau pun langsung ke kamar Adinda, untuk meminta bantuannya. Setelah itu beliau langsung mengambil handuk untuk di berikan pada suaminya. Karena jika kelupaan, bisa-bisa dia malah kena omel lagi.
"Pa, ini handuknya." panggil Bu Diana dari luar kamar mandi, tak lama pintu kamar mandi terbuka dan sebuah tangan tersulur ke luar. Bu diana langsung meletakkan handuk pada tangan suaminya itu lalu kembali ke dapur.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments