Saat masuk kedalam rumah, Harum disambut ibu dan adik-adiknya. Karena sudah sore dan hari Minggu, ibu memang pulang lebih cepat dari ladang milik pak Abdul. Pak Abdul, adalah juragan terkaya di kampung ini, dan dia adalah ayah dari Beno. Pria yang baru saja menghina Harum.
"Eh kamu udah pulang Nak," ucap ibu menyambut kedatangan Harum. Ibu pun berdiri, dan menyambut barang bawaannya. Begitupun dengan Arini, sedangkan Guntur masih sibuk dengan ponselnya.
Mereka pun bersama-sama masuk, karena tadi ibu dan adik-adik duduk di teras rumah. Karena memang selalu begitu, setiap Harum ke kota. Mereka selalu menunggu Harum di teras rumah. Rumah kayu yang sederhana, satu-satunya peninggalan ayahnya. Namun, meski begitu harum berusaha menciptakan kebahagiaan dirumah sederhana ini.
Seperti sekarang, ibu dan Arini dengan gembira membawa masuk barang-barang bawaan Harum. Namun, saat melihat Guntur yang masih sibuk dengan ponselnya. Harum menegurnya, dan mengajaknya masuk.
"Gun, ayo masuk. Mbak bawa kue kesukaanmu," ucap Harum. Guntur pun menoleh dan tersenyum. Mereka pun sama-sama masuk, kedalam rumah.
"Kenapa sibuk sekali sama ponsel, sampai gak sadar Mbak pulang?" tanya Harum sedikit aneh. Karena biasanya, Guntur akan ikut-ikutan membawa barang-barang Harum.
"Eh anu Mbak, tadi lagi bales pesan dari teman." Dengan wajah kikuk, Guntur menjawab pertanyaan Harum.
"Hem, teman apa teman?" tanya Harum mencandai Guntur.
"Teman Mbak serius," jawab Guntur. Dengan mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V. Guntur seolah ingin meyakinkan sang kakak perempuannya.
"Iya, iya jangan panik gitu. Ya sudah, kita kedapur. Ibu pasti sedang menghangatkan makanan yang Mbak bawa," ajak Harum. Mereka pun langsung masuk menuju dapur, ya dapur sekaligus ruang makan.
Ibu sedang menghangatkan lauk, untuk mereka makan malam nanti. Harum selalu membeli lauk dari kota, setiap pergi ke kota. Entah kenapa, Harum merasa senang saat melihat mereka bisa menikmati makanan enak. Makanan yang dahulu, sangat langka untuk mereka nikmati.
Dahulu setelah bapak Harum meninggal, mereka benar-benar harus hidup pas-pasan. Bisa makan saja sudah syukur, jadi untuk makan makanan lezat hanya bisa jadi harapan saja. Jadi saat ini, saat Harum bisa menghasilkan uang. Harum akan selalu membelikan makanan lezat, saat dia bisa mendapatkan uang. Setiap hari pun, meski dengan lauk sederhana. Setidaknya mereka tidak pernah makan, hanya dengan nasi dan garam saja. Seperti saat Harum belum bisa menghasilkan.
Harum bersyukur, tuhan memberikan jalan untuknya. Otaknya yabg cerdas, dan mudah menangkap apa yang diajarkan padanya. Saat ada anak-anak dari kota, yang magang di kampungnya. Dan membagikan ilmu mereka, agar warga desa memiliki keterampilan. Harum lah yang paling cepat belajar, karena harum yang paling bersemangat. Hingga membuatnya selalu mencoba memahami, setiap ilmu yang diberikan padanya.
Kini karena semangat dan ketekunan itu, harum bisa membantu ekonomi keluarganya. Meski dia sendiri tak memiliki ponsel, tapi dia bisa memberikan pada adik-adiknya. Meskipun bukan yang mahal, dan dari hasil menabung beberapa bulan. Kedua adiknya bisa sama seperti remaja lainnya.
Melihat adik-adiknya bisa bersekolah, dan bisa sama seperti anak lainnya. Membuat Harum merasa bahagia, tidak perduli jika akhirnya dia yang akan mendapatkan cibiran. Semua hinaan, karena diusianya belum juga menikah. Harum tak pernah perduli, jika disebut perawan tua sekalipun.
"Bu udah Masaknya?" tanya Harum. Saat sedang menikmati kue yang tadi dibawanya.
"Iya Nak, semua sudah ibu panaskan. Nanti tinggal kita makan saja," sahut Ibu. Dan langsung ikut duduk bersama anak-anaknya.
"Nak, kenapa selalu membeli makanan enak seperti ini. Harusnya, kamu bisa menabung uang jerih payah mu. Kalau begini terus, kapan kamu mikirin dirimu sendiri. Setidaknya jika kamu punya tabungan, kamu bisa membeli kebutuhan mu sendiri. Dan kamu sudah bisa memikirkan untuk menikah," tutur ibu menasihati Harum.
"Ibu tenang saja, Harum punya kok simpenan. Jadi jangan khawatir, lagi pula Harum sudah punya semuanya. Kalian lebih berharga dari apapun, dan kebahagiaan keluarga adalah yang terpenting untuk Harum. Harum tidak perduli cibiran orang." Harum merangkul tangan ibunya. Tangan yang nampak hitam terjemur matahari, namun selalu menjadi tangan ternyaman untuk anak-anaknya.
"Kamu nih Nak, selalu saja begitu jawabnya. Oh ya, kamu ada masalah apa sama si Beno. Tadi dia menegur ibu saat kerja di ladang, katanya kamu menolak dia antar. Terus tadi juga sesat sebelum kamu sampai, dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Apa kamu menyinggungnya, hingga dia marah?" tanya ibu menatap putrinya.
"Oh iya Bu, tadi dia mau mengantar Harum ke kota. Tapi Harum tolak, jadi dia marah sama Harum. Bahkan dia bilang Harum sombong, sok kecantikan. Tapi Harum acuhkan saja, toh Harum gak ngerasa ucapan dia benar. Terus tadi pas pulang, Harum kebetulan bareng mas Rusdi. Jadi dia kembali marah, dan ngomong yang gak-gak. Tapi Harum sudah kebal sama dia, jadi Harum acuhkan saja. Lagipula sam sifatnya saja Harum gak suka. Bagaimana bisa menerima dia," tutur Harum menjelaskan
"Oh gitu, ya sudah kita juga sudah tau sifatnya. Tapi jangan terlalu keras sama dia, nanti dia bisa nekat Nak. Lagipula, ibu gak mau sampai nanti juragan Abdul turun tangan. Ibu bisa kehilangan pekerjaan," nasihat ibu pada putrinya.
"Lho Bu, kalau dia gak sopan sama Mbak gimana. Lagipula, kalau bapaknya mecat ibu tinggal berhenti saja. Kan Mbak masih bisa menghidupi kita, Guntur juga bisa berhenti sekolah dan kerja di kota. Jadi jangan mau diinjak-injak sama orang kaya Bu," timpal Guntur memotong pembicaraan Harum dan ibu.
"Eh siapa bilang kamu boleh berhenti sekolah. Mbak masih bisa menghidupi kita, meski ibu gak kerja lagi. Tapi benar kata Guntur Bu, kita jangan mau diinjak-injak orang. Lagian, meskipun dipaksa Harum gak akan mau sama Mas Ben Bu. Dia kasar dan suka menghina," ucap Harum membenarkan pendapat adiknya.
"Ibu tuh hanya minta kamu jangan terlalu kasar, takutnya dia nekat. Bukan ibu ingin kamu menerima dia. Ya sudah, sebentar lagi magrib. Kamu mandi dulu Rum, terus sholat." Ibu pun langsung beranjak. Untuk menutup pintu dan jendela, karena hari sudah hampir magrib.
Harum pun langsung menuruti perintah ibunya, dan langsung masuk kedalam kamarnya. Setelah mengambil handuk dan pakaian ganti. Harum langsung menuju kamar mandi yang ada di belakang rumah. Karena dikampung, rata-rata kamar mandi berada diluar. Hanya beberapa rumah saja, yang sudah memindahkan kamar mandinya didalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
BELVA
aku datang absen like kembali ka
2021-02-26
0