perintah guru killer

Tring!

Terdengar suara notifikasi ponsel, Cindy langsung mengecek ponselnya. Karena memang Cindy belum ingin tidur, biar selesai makan siang saja dulu pikirnya. Cindy pun melihat ada apa di ponselnya, ternyata notifikasi dari mobile banking. Cindy membuka aplikasi dari sebuah Bank ternama, rupanya ada transaksi transfer dari Anton. Cindy tersenyum melihat nominalnya yang lumayan, Anton memang loyal pada Cindy.

"Terima kasih," ucap Cindy pada salah satu aplikasi pesan. Cindy sengaja hanya mengatakannya dengan singkat, tanpa embel-embel Mas. Karena takutnya Anton lupa menghapus pesannya dan akan ketahuan istrinya.

"Sama-sama," hanya balasan singkat yang di kirim Anton. Begitulah cara mereka berdua berkomunikasi, jika melalui ponsel.

"Mas, Anton memang unggul kalau soal uang. Meski aku gak tau darimana dia punya uang sebanyak itu, mungkin dia memiliki aset atau bisnis lain yang tidak aku tau." Cindy bermonolog sendiri sambil meletakkan ponselnya.

Tok ... tok ...

"Ya masuk!" seru Cindy saat mendengar ketukan di pintu kamarnya.

"Kak, kata mama ayo makan!" ajak sang adik perempuan Cindy yang ternyata sudah pulang sekolah.

"Kamu sudah pulang, Din?" tanya Cindy seraya bangkit dari rebahnya.

"Iya, Kak. Ayo kak!" ajak Adinda adik bungsu Cindy.

Cindy pun bangun dan melangkah mengikuti langkah Adinda. Mereka pun masuk ke ruang makan, ternyata Genta dan sang mama sudah duduk di sana. Mereka menunggu Cindy untuk makan bersama.

"Loh kok kamu sudah pulang, Gen?" tanya Cindy karena memang Genta biasanya pulang pukul dua siang. Sekarang masih pukul dua belas lebih sedikit, tapi Genta sudah berada di rumah.

"Kak Cindy lupa, ini Jumat Kak. Kami memang pulang lebih awal," sahut Genta tersenyum. Bukan hanya Genta semua orang tersenyum, mendengar percakapan mereka.

"Ya ampun, kok aku sampai lupa hari sih. Jadi ini Jumat toh, hehehe." Cindy terkekeh menyadari kelupaannya, dia pun duduk di kursinya bersiap untuk makan siang.

"Kamu nih, kebanyakan pikiran makanya jadi pelupa. Memang mikirin apa sih?" tanya mama mereka menimpali.

"Gak ada kok, Ma. Oh ya kalian ada keperluan buat sekolah gak, kalau ada bilang sama Kakak ya. Jangan minta sama mama," ucap Cindy sambil menyendok nasi ke piringnya.

"Dinda Kak, kami di suruh bikin tugas sekolah. Jadi perlu ke warnet dan buat ngeprint," sahut Adinda yang memang lebih akrab di panggil Dinda.

"Kalau cuma buat print nanti Mama yang kasih," sahut sang mama cepat.

"Sudah Bu, pake duit Cindy aja. Kan tadi masih disisain papa 50, ambil aja buat Dinda. Cukup kan, Din?" tanya Cindy karena tidak ingin mamanya mengeluarkan uang simpanannya.

"Kebanyakan itu kak, sudah nanti aku minta sama mama aja. Paling cuma separuh itu," tolak Adinda.

"Sudah jangan ganggu duit mama, siapa tau nanti kalian ada keperluan mendadak saat Kakak gakdl di rumah. Sudah Kakak punya tabungan nanti bisa gesek sebentar buat yang bensin." Cindy menebak apa isi pikiran keluarganya, sampai mengatakan hal tersebut.

"Ya sudah, Kakak mah paling gak bisa dibantah kalau sudah maunya." Adinda mengiyakan sambil tersenyum, merasa bangga memiliki Kakak perempuan seperti Cindy.

Meskipun di luar sana, banyak orang yang mencemooh karena sang kakak pergi malam pulang pagi. Tapi bagi adik-adiknya, Cindy adalah pahlawan dan orang terbaik yang mereka punya.

"Habis kalau kamu minta sama mama, pasti di kasih pas-pasan. Siapa tau kamu pengen beli es, atau salah print kan bisa ngulang. Makanya jangan bawa uang pas, Kakak masih bisa kok kasih kalian uang lebih. Meskipun kalian tau pekerjaan Kakak, tapi percayalah. Dosa itu kakak sendiri yang tanggung," tutur Cindy haru.

"Apaan sih kak, mau bagaimanapun. Kami tidak pernah berpikir seperti itu, lagian kalau mau bilang dosa. Noh si papa yang paling berdosa, dia yang sudah bikin Kakak begini. Jadi buat kami Kakak tetap kakak terbaik yang kami punya," tukas Genta tidak suka sang kakak bicara seperti itu.

"Sudah-sudah, kapan makannya kalau ngobrol terus?" tanya mama menengahi.

"Ya sudah makan dek, kamu gak pengen apa-apa, Gen?" tanya Cindy sebelum memulai makannya.

"Nanti saja Kak, sebentar lagi ada perlombaan lari. Dan Genta ikut, jadi nanti kalau sudah mau lomba Genta minta dibeliin sepatu lari. Genta pengen sepatu itu jadi penyemangat, karena kakak yang beliin." Genta mengungkapkan apa keinginannya, Cindy tersenyum bangga pada adiknya.

"Iya, Nanti kamu bilang ke Kakak. Terus kita beli sama-sama ya," sahut Cindy. Genta tersenyum dan mengangguk, berharap jika nanti dia bisa memenangkan lomba dan menyebut nama sang Kakak saat pidato mengucapkan terima kasih.

Mereka pun menikmati makan siang, selesai makan. Mereka mengobrol sejenak, sambil menunggu nasi yang mereka makan turun. Cindy pun langsung pamit hendak istirahat, sementara Adinda membersihkan meja dan membantu mencuci piring.

"Ma, jangan lupa jam lima bangunin ya," pesan Cindy sebelum meninggalkan ruang makan.

"Iya, nanti Mama bangunin. Sudah sana istirahat," sahut mama Cindy.

Cindy pun masuk ke kamarnya, membaringkan tubuhnya. Cindy melihat sejenak ponselnya, sebelum kantuk datang. Sehabis makan kantuk mudah menyerang, membuat Cindy langsung terlelap.

"Cin, sudah pukul lima. Bangun Nak," ucap sang mama sambil menggoyang pelan tubuh putrinya.

"Hemz, iya Ma." Cindy mengusap-usap matanya sebelum membuka penuh matanya.

"Ayo bangun, Nak. Katanya minta bangunin jam lima, kok tumben biasa jam tujuh malem baru bangun?" tanya mama heran.

"Oh, gak apa-apa, Ma. Cindy ada janji sama orang, jadi gak mau telat datangnya." Cindy pun duduk, setelah semua kesadarannya terkumpul.

"Mama buatin kamu teh ya, mama juga bikin kue tadi." Mama Cindy berdiri, hendak kembali keluar.

Cindy pun langsung bangun menyiapkan peralatan mandinya. Cindy melakukan ritual sebelum mandi, karena malam ini Al akan memboking di kamar hotel. Dari luluran sampai maskeran, Cindy lakukan agar kulitnya terlihat lebih cerah. Sebelum akhirnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Pukul sembilan malam, Cindy sudah siap. Karena hari ini dia akan menemui Al, langsung di kamar. Cindy pun memakai langsung sebuah dress tapi di dalamnya dia sudah menggunakan lingerie. Karena tidak mungkin mengganti pakaian lebih dulu, takutnya Al datang lebih dulu dari dirinya. Biasanya jam setengah sepuluh Cindy baru pergi dari rumahnya, tapi hari ini dia ingin pergi lebih awal.

Al sudah mengirimkan pesan di kamar mana mereka akan bertemu. Sebuah presiden suite, yang ternyata di pesan Al. Cindy di minta mengambil kunci kamar di resepsionis dan memintanya langsung masuk saja. Cindy sendiri tidak tau, apakah Al akan menunggunya di dalam kamar atau dia yang akan menunggu. Cindy bahkan tidak berani bertanya banyak, karena takut Al kesal.

"Ma, Cindy pergi ya." Pamit Cindy setelah semua selesai.

"Iya, Nak. Kamu hati-hati, inget jangan ngebut." Mama Cindy berpesan pada putri sulungnya, sebenarnya dia sedikit takut Cindy pergi sendiri. Tapi Cindy tidak pernah mau diantar oleh Genta, meski Genta sering menawarkan diri.

Cindy yang sudah menggenakan dress dibalut sebuah jaket, sebenarnya membuat sang mama heran. Karena biasanya Cindy memakai celana panjang, dengan kemeja atau kaus yang tetap di balut jaket. Tapi mamanya tidak ingin banyak tanya, meskipun merasa penasaran. Cindy pun meninggalkan rumahnya, dilepas dengan tatapan sendu seorang ibu yang sebenarnya tidak ikhlas melepaskan. Apalagi beliau tau, jika putrinya harus bekerja rendahan dengan terpaksa.

Episodes
1 epilog
2 memendam cinta yang salah
3 Kesal yang berlarut
4 Kebiasaan Keluarga
5 Kedekatan Kakak dan Adik
6 Harapan Keluarga Kirana
7 adik-adikku
8 tak bisa tidur
9 hampir saja
10 si cowok songong itu EUNWO
11 lagi dan lagi nabrak dia
12 perintah guru killer
13 perbincangan di angkot
14 Keluarga bahagia
15 eunwo bertemu bapak pov Eunwo
16 Villa Eunwo pov Eunwo
17 Cerita bapak
18 pagii semua!!!!
19 Kisah Dita
20 Rapat
21 Tawaran Eunwo
22 Makan direstoran
23 Akhirnya bisa berdua Pov Eunwo
24 Kehujanan
25 Kehangatan Dirumah Kirana
26 Dirumah kirana Pov Eunwo
27 Pov Eunwo
28 Eunwo Demam. Pov Eunwo
29 Kepikiran Dia
30 Memaksakan Diri
31 Memarahi Eunwo
32 Eunwo masuk RS
33 Mengurus Eunwo
34 Dirumah Sakit
35 Pov Eunwo 1
36 Pov Eunwo 2
37 Minta Ijin Menjaga Eunwo
38 Menelpon kekorea
39 Bapak dan ibu datang.
40 Mimpi buruk lagi
41 CT scan dan Stres
42 Hendak pulang
43 Pulang ke villa Eunwo
44 Pulang ke villa
45 Restu Eoma
46 Membantu Bik Ati
47 Meminta ijin bapak
48 Puisi malam
49 Bertemu teman lama
50 Kirana Tinggal
51 masuk sekolah
52 Bukan marah tapi sedih
53 Masakan Ibu
54 Surprise untuk Kirana
55 Kencan Pertama
56 Silsilah Keluarga Kirana
57 Perjalanan ke Bali
58 Makan Malam dan Rencana Esok
59 Hari Pertama Berlibur
60 Pantai Suluban Dan Rencana Esok
61 Hari Kedua
62 Hari Ketiga
63 Hari Keempat
64 Diner Dan Pulang Ke Rumah
65 Diserang
66 Eunwo di Rawat
67 Kisah Keluarga Eunwo
68 Telepon dari Korea
69 Pindah Kamar
70 Bapak Memberi Restu
71 Berbagi Pendapat
72 Kabar Dari Appa
73 Reni Datang
74 Kirana Ngambek
75 Mimpi Buruk Lagi
76 Melihat Rumah Sewa
77 Mampir Kerumah
78 Bersenda Gurau
79 Jiwa Kekeluargaan
80 Selesai Pindahan
81 Pulang Kerumah Baru
82 Suasana Rumah
83 Ruang Sholat Baru
84 Kehangatan Keluarga
85 Sarapan Bersama
86 Main PS Bersama
87 Mencandai Eunwo
88 Rencana Masuk islam
89 Rundingan Keluarga
90 Ikrar Syahadat Eunwo
91 Numpang Sarapan
92 Bos Kirana
93 Bertemu Klien
94 Alasan Kirana
95 Berkenalan Dengan Bos dan Rekan Kerja Kirana
Episodes

Updated 95 Episodes

1
epilog
2
memendam cinta yang salah
3
Kesal yang berlarut
4
Kebiasaan Keluarga
5
Kedekatan Kakak dan Adik
6
Harapan Keluarga Kirana
7
adik-adikku
8
tak bisa tidur
9
hampir saja
10
si cowok songong itu EUNWO
11
lagi dan lagi nabrak dia
12
perintah guru killer
13
perbincangan di angkot
14
Keluarga bahagia
15
eunwo bertemu bapak pov Eunwo
16
Villa Eunwo pov Eunwo
17
Cerita bapak
18
pagii semua!!!!
19
Kisah Dita
20
Rapat
21
Tawaran Eunwo
22
Makan direstoran
23
Akhirnya bisa berdua Pov Eunwo
24
Kehujanan
25
Kehangatan Dirumah Kirana
26
Dirumah kirana Pov Eunwo
27
Pov Eunwo
28
Eunwo Demam. Pov Eunwo
29
Kepikiran Dia
30
Memaksakan Diri
31
Memarahi Eunwo
32
Eunwo masuk RS
33
Mengurus Eunwo
34
Dirumah Sakit
35
Pov Eunwo 1
36
Pov Eunwo 2
37
Minta Ijin Menjaga Eunwo
38
Menelpon kekorea
39
Bapak dan ibu datang.
40
Mimpi buruk lagi
41
CT scan dan Stres
42
Hendak pulang
43
Pulang ke villa Eunwo
44
Pulang ke villa
45
Restu Eoma
46
Membantu Bik Ati
47
Meminta ijin bapak
48
Puisi malam
49
Bertemu teman lama
50
Kirana Tinggal
51
masuk sekolah
52
Bukan marah tapi sedih
53
Masakan Ibu
54
Surprise untuk Kirana
55
Kencan Pertama
56
Silsilah Keluarga Kirana
57
Perjalanan ke Bali
58
Makan Malam dan Rencana Esok
59
Hari Pertama Berlibur
60
Pantai Suluban Dan Rencana Esok
61
Hari Kedua
62
Hari Ketiga
63
Hari Keempat
64
Diner Dan Pulang Ke Rumah
65
Diserang
66
Eunwo di Rawat
67
Kisah Keluarga Eunwo
68
Telepon dari Korea
69
Pindah Kamar
70
Bapak Memberi Restu
71
Berbagi Pendapat
72
Kabar Dari Appa
73
Reni Datang
74
Kirana Ngambek
75
Mimpi Buruk Lagi
76
Melihat Rumah Sewa
77
Mampir Kerumah
78
Bersenda Gurau
79
Jiwa Kekeluargaan
80
Selesai Pindahan
81
Pulang Kerumah Baru
82
Suasana Rumah
83
Ruang Sholat Baru
84
Kehangatan Keluarga
85
Sarapan Bersama
86
Main PS Bersama
87
Mencandai Eunwo
88
Rencana Masuk islam
89
Rundingan Keluarga
90
Ikrar Syahadat Eunwo
91
Numpang Sarapan
92
Bos Kirana
93
Bertemu Klien
94
Alasan Kirana
95
Berkenalan Dengan Bos dan Rekan Kerja Kirana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!