Sepulangnya dari kota, saat di angkutan menuju desa. Harum bertemu Rusdi, salah seorang pemuda desa yang punya wajah lumayan tampan. Rusdi pernah menaruh hati pada Harum, namun saat tau banyak pemuda ditolak Harum. Rusdi mengurungkan niatnya, Rusdi tak berani kecewa.
Saat melihat Harum naik di angkutan yang sama, Rusdi tersenyum menyapa Harum. Namun karena Rusdi sedikit pemalu, dia pun tak berani mengajak Harum bicara lebih dulu.
"Eh Mas Rusdi, dari mana Mas?" tanya Harum ramah.
"Oh, eh ini Rum saya dari kerja. Karena ini hari Minggu, jadi saya pulang, tapi Senin besok mesti balik lagi." Dengan Gugup dan salah tingkah, Rusdi menjawab pertanyaan Harum.
"Owh, pantes sudah lama saya gak liat Mas. Ternyata udah kerja di kota toh," ucap Harus tersenyum. Jantung Rusdi serasa mau lepas. saat melihat senyum manis Harum.
"Ya ampun Rum, kenapa kamu kalau senyum semanis itu. Andai aku punya keberanian, ingin rasanya bisa melamar mu. Atau setidaknya menyatakan perasaan padamu," batin Rusdi berkata-kata.
"Mas, kok gak dijawab. Mas melamun ya?" tanya Harum sambil menepuk dengkul Rusdi.
"Eh, anu iya Rum. Maaf ya tadi lagi mikir apa ada yang ketinggalan," kilah Rusdi. Dengan wajah memerah karena ketahuan melamun.
"Oh gitu, jadi ada yang ketinggalan gak Mas?" tanya Harum lagi.
"Gak kok, gak ada Rum." Kali ini Rusdi berusaha fokus, saat berbicara pada Harum.
Tak lama angkutan penuh, dan mobil pun melaju. Hanya satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di jalan menuju kampung. Harum dan Rusdi pun turun, namun karena Rusdi lebih dahulu turun. Ternyata, Rusdi membayarkan ongkos untuk Harum.
"Udah Rum. Udah saya bayar," cegah Rusdi saat Harum ingin membayar. Mobil pun melaju kembali, menuju kampung lain.
"Lho Mas, ini uangnya. Saya gak enak dibayari," ucap Harum sambil menyodorkan uang ongkos yang tadi sudah disiapkannya.
"Gak papa Rum, sekali-kali saya bayarin. Lagi pula saya lagi pegang uang kok. Soalnya saya baru terima gaji," tolak Rusdi. Dan malah berjalan mendahului Harum, Harum bergegas mengejar langkah Rusdi.
"Jangan gitu Mas, seharusnya uangnya bisa Mas kasih ke ibu Mas saja. Kenapa malah buat bayarin ongkos Saya," ujar Harum merasa tak enak.
"Udah Rum, gak apa-apa kok. Lain kali kalau kita pulang bareng lagi, siapa tau saya yang minta bayarin. Mungkin saja saya ke habisan uang saat itu," seloroh Rusdi berusaha santai.
"Ya sudah kalau begitu, lain kali jangan nolak kalau Harum yang bayarin Mas." Harus tersenyum manis.
Saat Harum dan Rusdi asik mengobrol. Beno alias Ben yang tadi ditolak Harum saat ingin mengantar lewat, dengan wajah masih kesal. Ben mendekati mereka berdua, dan bicara ketus.
"Oh jadi gini toh Rum, mau saya anter gak mau. Ternyata sudah janjian mau pulang bareng Rusdi, kamu buta atau bodoh si Rum. Jelas-jelas saya lebih dari dia, saya anak juragan kampung ini. Saya juga punya motor, tapi kami lebih memilih naik angkutan dan jalan kaki sama cowok kere ini. Hahaha ternyata selera mu rendahan," ledek Ben dengan tawanya.
Rusdi yang mendengar ucapan Ben, langsung merah padam. Emosinya memuncak mendengar ejekan Ben padanya, tapi belum sempat Rusdi berbicara Harum lebih dulu memotong.
"Mas Ben, jangan asal bicara. Dan jangan menghina kehidupan orang lain, Mas gak tau kedepannya kehidupan orang lain. Lagi pula, Mas bisa hidup mewah karena harta orang tua. Beda sama Mas Rusdi, dia berjuang untuk keluarganya dengan bekerja di kota. Siapa tau kerja kerasnya, akhirnya bisa membuatnya sukses. Bahkan bisa melebihi keluarga Mas. Saya gak mau pergi sama Mas, karena saya tau saya hanya akan jadi cibiran orang kampung. Di sangkanya saya sengaja mendekati Mas Ben, karena mau harta keluarga Mas. Jadi Mas sudah tau kan alasannya. Jadi silahkan pergi dari sini Mas," tukas Harum sedikit emosi.
"Hahaha, pinter sekali kamu bicara Rum. Kerjaan rendahan saja berpikir mau ngalahin keluargaku. Lantas kenapa kalau aku menggunakan kekayaan keluargaku, toh bukan uang keluargamu. Dan mana mungkin, gembel ini bisa menyaingi kekayaan keluargaku yang gak akan habis tujuh turunan. Dan jangan jadikan omongan orang kampung sebagai alasan, semua hanya alasan kamu saja. Memang dasar kamu nya saja sombong, sok kecantikan. Sok pilih-pilih suami akhirnya jadi perawan tua," ketus Ben meledek Harum.
Rusdi yang sudah tidak tahan mendengar ucapan Ben, langsung maju satu langkah. Rusdi berniat memukul Ben, karena merasa Ben sudah kelewatan. Saat dia yang dihina, Rusdi masih bisa sabar. Tapi saat Ben, mengucapkan kata-kata kasar pada Harum. Kesabaran Rusdi habis, emosinya memuncak. Namun, Harum yang menyadari akan ada keributan besar. Segera menarik tangan Rusdi, untuk menjauh dari tempat Ben memarkirkan motornya.
"Udah Mas, jangan diladeni. Percuma ngomong sama dia," ucap Harum seraya menarik tangan Rusdi. Rusdi yang kaget karena tangannya disentuh Harum, meskipun maksudnya untuk menarik menjauhi Ben. Tetap saja membuat Rusdi senang, dan bisa meredam kemarahannya.
"Hahaha dasar orang-orang miskin. Emang kalau orang miskin, cocoknya sama yang miskin juga. Hahaha," ledek Ben dengan terbahak-bahak.
"Udah Mas biarin saja, gak ada untungnya juga meladeni dia. Nanti ujung-ujungnya bawa-bawa bapaknya," ucap Harum menenangkan Rusdi. Harum sampai lupa melepas tangan Rusdi, meskipun Ben sudah melewati mereka sambil menderu-deru kan motornya.
Rusdi yang masih terpaku, sampai tidak bisa berkata-kata. Akhirat Harum tersadar, dan segera melepas tangan Rusdi. Dan menjadi malu, karena ke lancangannya.
"Eh Maaf Mas, harum jadi gandengin Mas kayak anak kecil." Senyum Harum dengan wajah memerah.
"Gak apa-apa kok Rum, kalau tadi kamu gak tarik mungkin aku sama Ben sudah baku hantam. Aku gak perduli dia anaknya siapa, dia sudah gak sopan menghinamu. Mulutnya sudah kelewatan," cerca Rusdi dengan nada kesal.
"Udah Mas, Harum gak apa-apa kok. Harum sudah kebal sama ledekan orang, hampir setiap hari Harum dengar orang menggunjingkan Harum. Jadi Harum sudah kebal," sahut Harum dan mencoba meyakinkan Rusdi dengan senyumannya.
"Kamu yang sabar ya Rum, biarkan orang mau ngomong apa. Gak penting juga, toh kamu gak minta makan ke mereka." Gantian Rusdi mencoba menghibur Harum
"Iya Mas tenang saja, oh ya Harum sudah sampai Mas. Harum duluan ya," pamit Harum dan langsung berbelok ke arah rumahnya.
"Iya Rum, saya jalan lagi ya. Makasih Rum," ujar Rusdi ikut berpamitan.
Merekapun menuju rumah Masing-masing. Dan adik-adik Harum menyambut kepulangan dengan senyum sumringah. Karena setiap Harum pulang dari kota, mereka akan makan mewah. Belum lagi kue-kue yang Harum bawa, sangat lezat-lezat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments