"Mas kita kesiangan, apa kamu gak pergi ke kantor?" tanya Cindy sambil duduk di tempat tidur.
"Hem, sudah jam berapa ini?" tanya Anton sambil menggeliat.
"Sudah jam sembilan, Mas. Kamu sih pake minta nambah subuh, jadi kan kesiangan. Nanti kamu diomelin istrimu loh," omel Cindy.
"Sudah biarin saja dia ngomel, gak bikin salah saja tetep di omelin. Kalau kantor gampang aku akan minta cuti setengah hari," sahut Anton dan langsung beranjak.
"Ya sudah, mandi sana terus pulang."
"Kamu gak mau mandi bareng?" tanya Anton dengan nada nakal.
"Gak usah nanti makin lama," tolak Cindy.
Anton pun tersenyum dan langsung menuju kamar mandi. Cindy langsung meraih ponselnya dan membuka pesan di aplikasi hijau. Ternyata sudah ada beberapa pesan di sana, sebagian dari para lelaki hidung belang. Sebagian dari teman-teman satu profesi yang biasa pulang bersamanya.
Mereka menanyakan keberadaan Cindy, karena memang tidak setiap malam Cindy menerima job seperti sekarang. Karena memang selain memilih pelanggan, Cindy juga malas jika uang tipsnya sudah lumayan banyak. Karena jika Cindy tidak membawa uang lebih, sang papa bisa mengamuk dan lagi-lagi mamanya yang jadi sasaran.
Ya, jika Cindy tidak memberi sang papa uang. Papanya akan memukuli mamanya, bukan Cindy yang jadi pelampiasan amarahnya. Karena dia merasa tubuh Cindy adalah aset, jadi dia tidak akan memukuli Cindy. Meskipun berulang kali, Cindy meminta papanya lebih memilih memukulinya. Apalagi papanya tau, jika Cindy sangat menyayangi mamanya. Maka dia akan berusaha keras agar mamanya tidak dipukuli. Dengan terus bertahan di rumah yang seperti neraka itu, semua Cindy lakukan demi mamanya.
"Kamu melamun?" tanya Anton.
"Oh, gak kok Mas. Aku lagi baca pesan teman-teman, mereka nanyain aku kemana. Aku mandi dulu ya Mas, kalau mau langsung pulang uangnya taruh di sana saja. Biar nanti kamarnya aku yang check out," sahut Cindy dan langsung beranjak untuk ke kamar mandi.
"Eh bentar, kiss dulu." Anton memanyunkan bibirnya agar mendapatkan kecupan dari Cindy. Cindy tersenyum lalu mengecup sekilas bibir Anton.
Cindy pun masuk ke dalam kamar mandi, langsung membersihkan dirinya. Setelah selesai Cindy keluar dari kamar mandi, benar saja Anton sudah tidak ada di sana. Hanya ada uang di nakas dan sepucuk kertas pesan dari Anton.
"Ambil uang itu, sisanya aku transfer. Biar papamu tidak mengambil semua uangmu," isi pesan Anton.
Ya, Anton memang sudah tau apa yang Cindy alami. Itulah alasannya Anton tidak pernah memberi uang secara cash semua. Sebagian pembayaran Cindy akan di transfer, yang itulah yang Cindy simpan. Agar suatu saat bisa membawa mama dan adik-adiknya pindah. Karena Cindy pun ingin lepas dari belenggu sang papa. Sebagian uangpun akan Cindy berikan pada pemilik tempat dia bekerja, sebagai pembayaran hutang sang papa.
"Makasih, Mas." Cindy bermonolog sendiri, meskipun kadang Anton menjengkelkan tapi dia bisa memahami kehidupan Cindy.
Hutang sang papa lumayan banyak, sudah empat tahun Cindy bekerja tidak juga pernah lunas. Karena setiap bulannya uang yang di pinjam terus berbunga, si pemilik tempat klub sebenarnya hanya menjaminkan. Hutang papa Cindy sebenarnya pada rentenir, itu kenapa jika tidak langsung membayar uang pokok. Maka uang yang Cindy bayar setiap bulan dari gajinya, hanya cukup membayar bunganya. Sebenarnya pemilik klub pernah menawari Cindy, untuk membayarkan hutang-hutang itu. Tapi Cindy merasa jika dia meminjam ke pemilik, maka dia kan terikat seumur hidup karena merasa berhutang Budi.
Setelah berganti pakaian, dengan pakaiannya semalam. Cindy menggunakan make-up tipis, Cindy kembali meraih ponselnya karena mendengar bunyi pesan masuk. Cindy membuka ponselnya, lalu membaca isi pesan yang ternyata dari Al.
"Malam ini kamu harus menemaniku, akan aku beritahu nomor kamarnya. Aku sudah bicarakan pada Bosmu, jadi kamu tidak usah ke klub langsung ke kamar saja." Cindy membaca isi pesan dari Al, Cindy sedikit tidak percaya. Karena selama ini Al bahkan tidak pernah menggerayanginya. Apalagi untuk mengajaknya ngamar, tapi kenapa tiba-tiba dia mengajak Cindy membuat Cindy heran.
"Kok tumben, Mas Al?" tanya Cindy membalas isi pesannya.
"Kenapa? Apa kamu tidak mau?" tanya pesan balasan Al.
"Huh, kenapa sih bales pesan saja dinginnya masih berasa. Tapi aku suka sikapnya," ucap Cindy bermonolog.
"Mau kok, Mas. Hanua penasaran saja, masa nanya saja gak boleh." Cindy kembali membalas pesan Al, sebelum meninggal kamar hotel.
"Aku hanya ingin, jadi jangan tanya lagi." Balasan dari Al begitu tegas membuat Cindy tidak berani bertanya lagi.
"Iya deh, Mas. Ya sudah jam berapa Cindy temuin, Mas?" tanya Cindy lagi.
"Seperti jam kerja kamu," balas Al lagi.
"Oke," jawab Cindy. Tak ada lagi balasan dari Al, Cindy pun langsung keluar dari kamar. Cindy menuju lantai di mana klub tempat dia bekerja berada.
Sesampainya di sana club nampak sepi, hanya ada penjaga keamanan. Cindy meminta ijin mengambil barang-barangnya, karena memang Cindy selalu meninggalkan pakaian gantinya diloker. Cindy selalu berganti pakaian saat pergi dan pulang kerja. Cindy tidak mau, jika penampilannya akan membuatnya jadi bahan gunjingan. Karena Cindy selalu mengaku jika dia kerja shift malam di sebuah mini market.
Selesai berganti pakaian, Cindy kembali keluar. Penjaga keamanan tersenyum, apalgi saat Cindy menyodorkan uang berwarna biru padanya. Membuat senyumnya semakin lebar, karena Cindy memang sering memberi mereka uang jika mendapat uang lebih.
"Makasih, Mbak. Mbak Cindy pokoknya paling the best deh," puji si penjaga keamanan.
"Hehehe bisa saja, Pak. Ya sudah saya permisi ya," pamit Cindy.
"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan," sahut si petugas keamanan. Petugas keamanan yang sedang berjaga di siang hari, memang sering mendapatkan uang dari Cindy. Setiap kali Cindy datang untuk berganti pakaian, sehabis menemani tamunya ngamar.
Cindy pun kembali turun, untuk menyerahkan kunci kamar hotel di bagian resepsionis. Hampir sebagian dari mereka sudah mengenal siapa Cindy. Tapi sikap ramah Cindy tidak membuat mereka meremehkan Cindy. Mereka bahkan tau alasan kenapa Cindy melakukan pekerjaan ini.
"Lis ini kuncinya, aku pamit pulang ya." Cindy menyodorkan kunci kamar berbetuk kartu itu pada petugas resepsionis.
"Oke, Mbak. Hati-hati di jalan Mbak," sahutnya tersenyum.
"Makasih Lis," ucap Cindy seraya berlalu.
Cindy pun keluar dari hotel, mencari motor kesayangannya yang di parkir di parkiran hotel. Cindy memang selalu pergi dan pulang menggunakan motor kesayangannya. Cindy pun melajukan kendaraannya membelah keramaian.
Sebelum sampai ke rumah, Cindy membelikan keperluan rumah. Karena jika semua uang di bawa utuh, maka yang ada semua akan di ambil sang papa. Beliau hanya akan meninggalkan selembar uang berwarna biru untuk istrinya belanja untuk makan mereka. Sisanya akan habis di bawanya ke tempat judi, maka dari itu sebelum pulang Cindy akan membeli keperluan rumah. Dan papanya tidak akan berani protes jika Cindy yang melakukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments