Azan magrib berkumandang, menandakan waktunya shalat. Harum baru saja selesai mandi, dan berganti pakaian. Setelah semua selesai, Harum menjalankan kewajibannya. Saat shalat beginilah, Harum bisa mengadukan segala keluh kesahnya. Perasaan hatinya, yang selama ini selalu jadi bahan cibiran.
Selesai shalat, harum menuju dapur. Dimana sang ibu, sedang menyiapkan makan malam. Harum membantu, menyiapkan piring-piring untuk mereka. Selesai semuanya siap, Harum memanggil adik-adiknya. Untuk mereka menikmati makan malam bersama.
"Guntur ayok kita makan," panggil Harum didepan pintu kamar Adik laki-lakinya itu. Harum pun menuju kamar Arini, dan memanggil Arini juga.
"Rini, ayok kita makan malam," panggil Harum. Dan Harum pun kembali ke dapur.
"Mereka sudah Harum Panggil Bu," ucap harum dan duduk di kursi meja makan yang terbuat dari kayu. Hasil buatan almarhum ayahnya dulu, karena terbuat dari kayu yang bagus hasil ayah menebang sendiri di hutan. Membuat meja dan kursi makan mereka awet, hingga bertahan sampai sekarang.
"Wah Arini laper Bu," ujar Arini saat masuk ke dapur. Di belakang Arini, ada Guntur yang baru keluar kamarnya.
"Ya sudah duduk dek, ayo kita makan." Harum pun memindahkan nasi ke dalam piringnya. Diikuti adik-adiknya dan ibu, ibu selalu begitu sejak dulu. Jika anak-anaknya sudah selesai menyendok nasi, barulah ibu akan mengambil nasi untuk dirinya.
"Hem, lezat banget Mbak," celetuk Arini. Arini memang terkenal tidak bisa diam, ada saja bahan yang bisa dibicarakannya.
"Iyalah dek, Mbak kita pasti beliin kita makanan yang enak. Masa udah beli, tapi gak enak. Mending ibu masak saja sendiri. Bisa lebih hemat," sahut Guntur menanggapi ucapan Arini.
"Hust, kalian kalau makan jangan bicara. Pamali katanya, mau makannya ditemenin setan. Terus makannya jadi gak berkah," ucap Harum mengingatkan adik-adiknya.
"Iya Mbak, maaf," serentak Arini dan Guntur menjawab. Mereka pun makan dalam diam, sampai akhirnya mereka selesai makan.
Arini membereskan meja makan, menaruh piring kedalam baskom kosong. Karena memang itu tugas Arini, setiap habis makan malam. Harum, ibu dan Guntur duduk di teras rumah. Arini menyusul setiap selesai membersihkan meja. Sudah jadi seperti rutinitas, setiap habis makan malam. Mereka berempat, akan duduk bersenda gurau. Harum membawa alat-alat kerajinan tangannya, dan mulai mengerjakan pesanan pelanggan toko. Kadang Arini dan ibu suka membantu, jika itu tidak terlalu sulit. Atau mereka akan mengerjakan sebagian di bagian yang mudah. Seperti mengelem, atau menjahit sedikit.
"Bu Arum dapat pesanan untuk bikin gelang 50, juga Bros 100 buah. Dan kalau sempat membuat tas rajut seperti biasanya," lapor Harum pada ibunya.
"Wah banyak juga Nak, emang bisa selesai seminggu Nak?" tanya ibu kesanggupan putrinya.
"Insyaallah Bu, nanti Harum kerjakan siang malam. Biar bisa selesai seminggu," jawab harum penuh tekad.
"Ya sudah, yang Penting jangan abaikan kesehatanmu. Kalau kamu sakit, nanti jadi repot sendiri Nak. Pesanan orang bisa keteter," Nasihat ibu mengingatkan putrinya.
"Iya Bu, Harum akan tetap jaga kesehatan. Ibu do'akan saja biar Harum selalu sehat," sahut Harum.
"Amin," jawab seluruh anggota keluarga bersamaan. Harum tersenyum, melihat kehangatan keluarganya. Itu kenapa setiap habis makan malam, Harum selalu mengajak mereka duduk di teras. Semua hanya suapaya, mereka bisa tetap menjaga kehangatan keluarga mereka.
Pukul sembilan, Harum mulai membereskan peralatannya. Dibantu Arini dan ibu, mereka membawa masuk semuanya. Guntur sejak tadi sudah masuk, katanya ada tugas sekolah yang belum selesai.
"Ayok Bu, Rin kita masuk. Sudah larut malam, para tetangga saja sudah mulai mematikan lampu-lampu didalam rumah mereka. Cuaca juga sudah semakin dingin," ajak Harum pada ibu dan adiknya.
Setelah membereskan semuanya, Harum membawa masuk pekerjaannya kedalam kamar. Kamar yang tidak terlalu besar, bisa dibilang kecil. Karena harus dibagi menjadi dua ruang kamar, satunya yang sekarang ditempati Guntur. Sedangkan ibu dan Arini dalam satu kamar, lebih besar sedikit dari kamar Harum dan Guntur.
"Rum, jangan memaksakan diri. Kalau sudah ngantuk, ya kamu istirahat ya," pesan ibu sebelum keluar kamar Harum.
"Iya Bu, sudah ibu tidurlah. Jangan cemaskan harum," sahut Harum menenangkan ibunya.
Ibu pun masuk kedalam kamarnya, bersama Arini. Sedangkan Harum, melanjutkan kembali pekerjaannya. Biasanya Harum akan Menghentikan pekerjaannya, disaat waktu sudah hampir tengah malam.
Keesokan paginya, Harum yang sudah bangun dan selesai sholat subuh. Membantu sang ibu membuat sarapan, sedangkan kedua adiknya bersiap berangkat sekolah. Selesai sarapan, sudah jadi kebiasaan, harum akan menyapu halaman rumahnya. Sekeliling rumah yang masih banyak pohon, membuat Harum harus menyapunya setiap pagi dan sore. Jika tidak, maka rumah Harum akan menjadi seperti rumah tak berpenghuni. Dikarenakan tumpukan daun-daun kering yang berjatuhan.
Harum yang kreatif, tak pernah membuang daun-daun yang disapu nya. Harum memanfaatkannya untuk membuat pupuk kompos, terkadang jika banyak.Ada saja warga yang membelinya. Jika tidak Maka Harum akan menggunakannya, untuk tanaman di pekarangannya sendiri.
Saat Harum menyapu, ternyata Rusdi lewat di depan rumah Harum. Rusdi pun mampir, untuk sekedar menyapa Harum.
"Pagi Rum, wah gadis desa memang rajin-rajin ya. Setiap pagi, sudah menyapu halaman mereka. Berbeda sekali dengan di kota, pemandangan seperti ini sangat langka." Rusdi berjalan mendekati Harum.
"Eh Mas Rusdi bisa saja, tentu saja mas. Di kota sudah jarang orang punya pohon, jadi ya pekarangannya jarang kotor. Jika pun ada, biasanya para pembantunya yang mengerjakannya. Jadi jangan disamakan mas, hehehe," kekeh Harum menjawab perkataan Rusdi.
"Kami bener Rum, makanya pemandangan begini langka. Pemandangan yang selaku aku rindukan setiap pagi," ucap Rusdi.
"Hehehe Mas bisa aja, ngomong-ngomong Mas sudah mau berangkat lagi?" tanya Harum ramah.
"Iya Rum, oh ya Ibu dan adik-adikmu mana?" tanya Rusdi.
"Di dalam Mas, lagi pada siap-siap mau berangkat. Ada yang mau sekolah, ada yang mau ke ladang. Bentar lagi pasti keluar," jawab Harum. Selesai mengatakan itu, benar saja. Arini dan ibu keluar. Dan langsung menyapa Rusdi
Hey, ada nak Rusdi. Mau balik ke kota ya?" tanya ibu pada Rusdi. Rusdi pun menghampiri ibu, dan mencium punggung tangannya.
"Iya Bu ini baru mau berangkat," jawab Rusdi ramah.
"Oh iya hati-hati nak Rusdi, ibu juga mau pergi ke ladang. Ibu pamit duluan ya Nak," ibu pun pamit. untuk pergi ke ladang, Arin berteriak memanggil Guntur.
"Mas cepetan ih, lama banget nanti Arini telat!" teriak Arini.
"Hust, anak cewek kok teriak-teriak. Gak malu dilihat Mas Rusdi," Harum mengingatkan adiknya.
"Eh iya Maaf Mas," ucap Arini.
"Kamu nih dek bawel banget sih, pake acara teriak segal. Eh ada mas Rusdi," Sapa Guntur
"Ya sudah kalian pergilah," Ucap Harum.
Guntur pun membonceng, Arini ke sekolah.
Setelah semua pergi. Rusdi Pun ikut pamit, untuk kembali ke kota.
"Rum saya juga pamit ya, nanti kelewat lagi angkutannya. Bisa-bisa gak pergi Kerja nih," Rusdi pun pamit dan meninggalkan Harum sendirian.
. Selesai menyapu, Harum kembali masuk kedalam rumah Yang sepi. Harum ingin menyelesaikan pekerjaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
BELVA
💞💞💞💞💞👌
2021-02-26
0