"Aduh duh pelan pelan dong ngobatinnya Ri!" seru Zain pada Nuri kesal.
"Abisnya gue bete seru-seruan gak ngajak ngajak gue," ucap Nuri dengan muka betenya.
"Astagfirullah kalian tuh ya bego atau gimana, gue dikejar, ditembak, nyawa hampir melayang dan luka gini di bilang seru seruan?! Kalian masih waras?" tanya Zain langsung saja Nuri menekan luka cowok itu membuatnya menjerit kesakitan.
"Rasain lagian kalau ngomong jangan sembarangan!" seru Zaeem.
"Lagian ini luka cuman dikit kok goresan sepanjang 5 cm doang," ucap Nuri.
"Ya suka hati lo dah dikit iya ini dikit doang lukanya," ucap Zain pasrah.
Alan yang telah di obati oleh Alana hanya memandang teman temannya datar.
Harapannya sih Felicia yang ngobatin eh tau taunya tuh bocah langsung narik Ray tiba-tiba, gak peduli guru yang masuk di kelas Ray.
Dan langsung menyuruh Ray memeriksa mobil Ayahnya, penting katanya, sambil bilang juga sama Alana kalau ia luka membuat kembarannya itu heboh berlari keluar kelas tak mempedulilan guru.
Begitu juga dengan teman-temannya yang lain tak terkecuali Zaeem yang langsung keluar kelas sambil menarik Faiyaz ketika melihat Alan, Zain, Felicia juga Elyza datang dari jendela.
"Udahkan ngobatinnya? Gue out dulu nengokin Cia," ucap Zain langsung pergi meninggalkan teman-temannya.
Tak lama setelahnya Alan juga pergi mengikuti Zain baru setelahnya Alana, Nuri, Zaeem, Rafan dan Abil mengikuti.
Zain sampai di tempat Felicia, Elyza, Ray juga Faiyaz yang sedang memeriksa mobil.
"Jadi gimana kak mobilnya 2 hari bisa bagus gak?" tanya Felicia.
"Dua hari gimana sih Fe, ini sebulanpun gak bakal bisa bagus, bekas tembakannya banyak gini," dengus Ray memandang Felicia dengan kesal.
"Yah kakak payah gini aja gak bisa mending gak usah minta bantu aja sama kakak," ejek Felicia membuat Ray tambah kesal.
"Ya terus ngapain lo minta bantuan gue, narik gue dari kelas, gue gak belajar, gak dapat ilmu kalau gue nanti bodoh gak bisa jalanin perusahan gimana dan mungkin gue bakal mati di tangan Alan," tutur Ray panjang lebar.
"Hubungannya sama Kak Alan apa coba?" tanya Felicia membuat Elyza menepuk jidatnya.
"Udah Ci yang itu di skip gak usah di ingat," sahut Elyza, "Lagian Kak Ray gak bakal bodoh karena ketinggalan pelajaran gitu."
"Nah benar tuh lagian lo sok jadi anak teladan banget," tambah Faiyaz membuat Ray menatap tajam gadis yang baru saja menjadi sahabatnya itu.
"Diam lo!" seru Ray padanya.
"lagian benarkan, terus kalau senang bilang jangan sok gitu deh alasan lo untuk bolos kan jadi ada," ucap Faiyaz lagi.
"Bener juga ya, wah Fai kenapa gue gak temanan sama lo aja dari dulu, pintar gini ternyata," puji Ray.
"Baru tau ya lagian gue gak sama kayak lo lemot kalau mikir," ejek Faiyaz kembali membuat marah Ray keluar.
"Hei lo-"
"Diam kelahi mulu bedua!" potong Felicia berseru sambil berpikir.
Faiyaz dan Ray saling pandang dengan bingung, sedangkan Elyza hanya mengelengkan kepalanya.
"Oi Fe gimana mo-"
"Oke. cuma itu satu satunya jalan!" seru Felicia berteriak memotong ucapan Zaeem yang baru datang bersama yang lainnya.
"Eh a-apanya?" tanya Zaeem kaget juga binggung.
Felicia memandang kearahnya, juga abangnya, Alan-Alana, Nuri, Abil dan Rafan.
"Hm gak ada apa-apa tuh," ucap Felicia lalu berjalan menjauh dari mereka.
Elyza mengikuti sepupunya itu meninggalkan sembilan sahabat anak remaja kebingungan.
"Mereka masih kecil tapi sifatnya kayak orang dewasa," ucap Abil bingung.
"Kira-kira mereka membicarakan apa ya?" ucap Zaeem berranya-tanya.
"Sesuatu yang masih rahasia," gumam Rafan kecil.
"Hn lo ngomong apa tadi Fan?" tanya Nuri yang mendengar gumaman itu.
"Gue gak ngomong apa-apa tuh," balas Rafan cuek.
"Jadi gimana tuh mobil?" tanya Zain pada Ray.
"Parah bekas tembaknya banyak bakal lama kalau di perbaiki," ucap Ray.
"Arg...sial! Mati gue!" umapat Zain kesal.
Alan memperhatikan mobil itu dengan seksama. "Gak bakalan juga gue rasa Fea sedang nelpon seseorang yang bisa bagusin mobil ini dalam sehari."
"Serius! Masa? Parah gini juga rusaknya," ucap Zaeem.
Alan hanya diam dengan wajah datarnya melangkah pergi meninggalkan teman-temannya.
Ray, Abil, Nuri, Faiyaz, Alana, Zaeem dan Rafan saling pandang heran sedangkan Zain sudah pergi ke tempat yang Alan tuju dengan jalan yang berbeda.
Sementara itu di tempat lain....
Berlin, Jerman.
Abra sedang duduk santai di taman belakang rumahnya sambil memeluk sang istri yang ada di sampinnya.
"Schatz, ich möchte meine Enkelin treffen," ungkap Zia sambil mengelus rambut Abra yang satu-satu mulai memutih.
'Is gak di Indonesia, ngak di Jerman ngapa harus di ganggu sama mereka sih,' batin Abra mengeluh.
"Ja, aber nicht jetzt, das ist nicht der richtige Zeitpunkt," ucap Abra.
"Lalu kapan?" tanya Zia.
"Kau tau aku merindukan mereka, Elam dan Fariz sama saja, kau juga, ayolah aku ingin bertemu cucuku apa lagi Cia, Ely dan Fani, cucu perempuanku...," lirih Zia.
Ya wanita parubaya itu benar-benar ingin bertemu cucu-cucunya terakhir kali ia melihat mereka hanya waktu mereka bayi lalu ia pindah ke Jerman dengan Abra yang menyembunyikan diri.
Bahkan anak-anaknya tidak ada yang tau keberadaan pasti pria itu, padahal dia berada dekat dengan mereka bahkan sangat dekat.
Yang tau keberadaannya saat ini hanya Felicia, Elyza dan Alan. Tidak ada yang lain, itu kini namun tidak tau ke depannya.
"Queen, aku janji, tapi tidak kini setelah beberapa urusanku selesai kau bisa bertemu mereka," ucap Abra mencium kening Zia.
"Tapi kapan?" tanya Zia sambil mendesah putus asa.
"Aku tidak tau pasti, jika Cia benar-benar bisa menyakinkan Elam untuk kembali ke Yogyakarta kau bisa pindah kesana, tentu setelah Elam tidak tinggal di sana," jelas Abra penuh pengertian pada sang istri.
Zia terdiam sejenak memandang lurus kedepan. Abra memandangi Zia menghela napasnya kasar lalu bergantian kini ia yang memeluk sang istri, membuat Zia bersandar pada dada bidangnya.
"Zia, hanya sebentar lagi sayang, tidak lama kau bisa menemui mereka ya," ucap Abra.
"Kau sama seperti Elam dan Faraz," tutur Zia.
"Ya karena mereka putraku," sahut Abra.
"Dan mereka sama keras kepalanya denganmu," tambah Zia lagi, yang dibalas deheman oleh Abra menyiakan.
"Tak bisa kah kau memberikan nomor telpon mereka padaku...?" lirih Zia bertanya memeluk erat Abra.
Abra hanya diam tak menjawab ataupun menyahuti ucapan Zia, telponnya tiba-tiba berdering membuatnya mengalihkan pandangan dan mengambil handphonenya.
"Siapa yang menelpon?" tanya Zia memandangi Abra yang tersenyum ke arahnya.
"Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganmu, apa kah kau ingin mengangkatnya?" bisik Abra bertanya pada Zia.
Zia memperhatikan layar handphone Abra melihat nama yang tertera di sana matanya bebinar ketika mengetahui siapa yang menelpon sang suami.
"Apa aku boleh mengengkatnya?" tanya Zia.
"Tentu saja namun volume suaranya harus di besarkan, biasanya cucu kita yang satu ini akan menelpon ketika ada masalah," ucap Abra. Zia mengangguk lalu segera mengangkat telpon dari sang cucu, Felicia ya siapa lagi kalau bukan gadis itu.
"Grandpa bantu Cia, kalau gak Cia bisa di bunuh ayah nanti," suara Felicia terdengar di sebrang sana.
"Kamu buat ulah apa emang?" tanya Abra.
"Ish bukan Cia yang buat ulah tapi DE tuh, lagian tadi ya Cia lagi main sama bang Zain eh tiba-tiba ketemu tuh korban-korban kasus yang Cia jalanin ralat duplikat mereka maksudnya, terus siap itu mereka main tembak-tembak aja," ucap Felicia, membuat Zia melotot kearah Abra.
"Mas! Mas ngizinin Cia masuk WE kan!" seru Zia marah pada Abra membuat suaminya itu jadi gelagapan.
"Eh Grandma ada di sana?" tanya suara Elyza.
"Iya," jawab Zia dengan lembut namun matanya menatap tajam Abra.
"Hiks...Grandma Cia rindu, Cia pengen ketemu tapi waktu minta sama Grandpa gak di bolehin," ucap Felicia membuat Abra melotot dan mengerutu dalam hati, ada dosa apa ia sehingga mempunyai cucu seperti Felicia.
"Uh cup cup kasihan Cucu Grandma tenang aja kapan-kapan Grandma suruh Grandpa kamu ngizinin dengan beberapa alasan supaya kamu bisa ke sini," ucap Zia.
"Ely juga kan?!" tanya Elyza berseru.
"Iya, Ely juga kalau bisa kapan kapan kita traveling keliling dunia juga gak papa," ucap Zia.
"Walau ada tugas gak papa kan?" tanya Felicia, "Cia dengar Grandma jago dalam makai senjata sama memata matai, gimana kalau ada tugas dan tentu di bolehin Grandpa kita nyelidikin DE, boleh ya Grandma!"
"Boleh, Grandma ajarin kamu semuanya nanti," ucap Zia.
"Yes, asik!" seru Elyza dan Felicia berseru girang.
"Izinin sama Grandpa ya Grandma, bujuk dengan jurus Grandma sekalian," ucap Elyza.
"Tenang nanti Grandma bujukin kok pasti Grandpa bakal setuju, iya kan Grandpa?" tanya Zia pada Abra, Abra hanya mendehem tidak mengiakan tidak juga mentidakkan.
"Sekarang Grandpa bantuin Cia bagusin mobil Ayah ya sama mau minjam Alat penyembuh luka yang Grandpa buat boleh ya!?" seru Felicia bertanya dengan memohon.
"Gak, ulah kamu tanggung sendiri dong!" seru Abra sepontan.
"Grandma!" seru Felicia mengadu.
"Mas," panggil Zia sambil memandang tajam Abra.
"Y-ya boleh deh," ucap Abra pasrah.
"Nanti Grandpa kirimin orang untuk bantu kamu," ucap Abra.
"Bagus sekarang catatat nomor Grandma, nelpon pakai handphone Grandma, biar masalah mobil ayah kamu selesai," ucap Zia.
Abra memutar matanya malas dia diabaikan, Zia memberi handphone Abra pada sang suami sambil tersenyum setelah memberi tahu nomor telponnya.
"Makasih sayang, sekarang hubungin orang untuk bantu Cia ya," ucap Zia mengecup sekilas bibir Abra lalu pergi.
"Hah...," Abra menghembuskan napasnya kasar lalu segera menelpon Audric menyuruhnya membantu Felicia.
Sedangkan Felicia dan Elyza bersorak senang karena kini memiliki senjata untuk membuat sang Grandpa tunduk.
...****...
Setelah menghubungi Audric, Abra pergi ke ruang kerjanya, memikirkan sesuatu lalu menghubungi Bovik dan Veta (ada yang ingat mereka berdua? itu loh robot buatan Abra juga yang muncul di part 8 : The Secret Room In WE)
Beberapa menit kemudian Bovik dan Veta sampai di ruangan Abra.
"Siap menerima perintah pak!" seru Bovik dan Veta serentak.
"bagaimana dengan B-08, apa yang dia rencanaka? dan kerusuhan yang di buat DE tadinya?" tanya Abra.
"B-08 hanya diam saja pak namun ia selalu mendatangi seorang wanita di sebuah klub," lapor Bovik pada Abra.
"Dan kerusuhan yang di buat DE mereka membuat duplikat korban-korban dari kasus yang telah di jalankan nona Felicia sebulan ini dan aksi tembak-tembakan di mall yang di datangi nona Felicia juga tuan Zain juga mengacaukan jalan raya dan terakhir perkelahian B-06, B-10, C-09 dan C-07 bersama nona Felicia, nona Elyza, tuan Zain dan Tuan Alan. berakhir dengan mereka yang mengambil darah nona Felicia dan kini mereka sedang membuat duplikat nona Felicia yang menurut saya untuk menyerang nona dan menyempurnakan duplikan korban-korban," lapor Veta.
"Gadis bodoh! apa dia tak mengetahui tentang ini?!" seru Abra kesal.
"Hm sir saya rasa no-"
"Hi Abra wie geht es dir?" tanya seorang pria yang seumuran Abra dengan warna rambut yang mulai meputih dan juga mata bewarna biru memotong ucapan Veta.
"Mir geht es gut und warum bist du hier, Baren?" balas Abra balik bertanya.
"Hei! begitukah caramu menyapa kawan lama?" tanya pria bernama Baren itu.
"Zia bilang lo ada di sini jadi gue ke sini," ucap Baren.
"Kau tau Baren bahasa itu tak cocok di ucapkan oleh orang tua seperti kita," balas Abra.
"Hei, ayolah Ab, kita tak setua itu jika kau bertanya pada beribu wanita pun mereka tidak akan percaya bahwa umur kita telah mencapai 70 tahunan lihat tampangmu saja masih seperti pria berumur 30 tahunan di tambah rambutmu yang masih hitam itu," ucap Baren.
"Oh ayolah kau tak melihat warna putih di rambutku?" tanya Abra heran pada sahabat lamanya.
"ya itu hanya beberapa helai saja bukan?" tanya Baren, "lagi pula aku heran Zia sedang bicara dengan siapa? dia sangat bersemangat tadi."
"Dengan cucunya tercinta, Dea tak bersamamu?" tanya Baren.
"Tidak ia mengacuhkanku dan berbincang dengan menantu kesayangannya kau tau Kenrich dan Rashin juga Hazzam ke sini dan ngomong-ngomong tentang cucu aku juga merindukan cucuku yang lain sayangnya hanya Hazzam yang bisa dibawa," ucap Baren.
"Tentu saja hanya dia yang bisa di bawa karena dia yang memimpin perusahanmu," ucap Abra.
"Ya juga, tapi aku mau tau kabar Juna bagaiman dia dan Alan aku dengar dia juga ikut bergabung dengan WE," ucap Baren.
"Juna dia baik-baik saja dan masih menjadi ketua dari tim terbaik di WE sedangkan Alan dia bergabung dengan organisasi yang di buat cucu perempuanku," ucap Abra.
"Cucu perempuanmu? Apa itu Felicia?" tanya Baren.
"Ya," jawab Abra.
Baren terkekeh kecil. "Benar-benar tak terduga dia lebih cerdas dari yang kupikirkan, di benar-benar akan menjadi agen terhebat dan terpengaruh di sejarah WE."
"Hei bagaimana jika kita jodohkan Felicia dan Alan," usul Baren.
"Terserah, aku tidak akan mengurus itu, mereka yang memiliki hidup maka biarkan mereka yang memilih pasangan," ucap Abra.
"Kau tidak seru," cetus Baren bersandar ke sofa yang ia duduki sedari tadi.
"Oh sial gara-gara kau aku jadi lupa, aku harus menelpon gadis nakal itu!" seru Abra.
Bovik dan Veta hanya diam sedari tadi memperhatikan mereka, tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
"Ya Assalamualaikum ada apa Grandpa?" tanya Felicia.
"Wa'alaikumsalam, gadis nakal kenapa kau membiarkan darahmu diambil oleh anggota DE!" seru Abra kesal.
"Oh come on,Grandpa seperti tak kenal Cia aja, itu bukan darah Cia," ucap Felicia.
"Kalau bukan milikmu jadi milik siapa?" tanya Abra.
"huh...Grandpa tau mereka membuat pilihan dan pilihan kita ada 2, menipu atau ditipu dan Cia lebih memilih menipu," ucap Felicia.
"Apa yang kau rencanakan?" tanya Abra curiga pada cucunya yang satu itu.
"Ish jangan curiga gitu dong sama cucu sendiri juga!" seru Felicia kesal.
"Kalau cucunya model kamu gini sih harus di curigai," ucap Abra.
"Terserah udah terserah, lagian mereka yang nyerang jadi mereka harus siap menerima serangan balik...," Felicia sengaja memotong ucapannnya.
"Dan mereka memulai permainan ini maka mereka harus siap menerima permainan balik dari Cia, lagian ya grandpa Cia mau nyelesain permainan ini besok, kalau di ingat-ingat ada dua tumpukan berkas yang harus di kerjakan," ucap Felicia menyindir.
"Elam memberikan berkas perusahan padamu? Kenapa tidak pada Zain?" tanya Abra heran.
Felicia mendengus. "Mau baget tuh orang ngejain sedang ada pertemuan atau jadwalnya ngurus perusahan aja dia kabur."
"Prff-, oke kalau gitu selamat bekerja cucu Grandpa tersayang lanjutin lagi nelpon sama Grandma kalian masih nelponkan?" tanya Abra.
"Ya, wassalamualaikum," ucap Felicia ketus mematikan handphonenya sebelum Abra sempat menjawabnya.
"Wa'alaikumsalam," gumam Abra sambil mengelengkan kepalanya, tak habis pikir pada cucunya yang satu itu.
"Kau tau Ab, ternyata cucumu satu itu sama liciknya denganmu ataupun Elam dan Khaina," ucap Baren.
"Seperti biasa pendengaranmu tetap tajam Baren," sahut Abra terkekeh.
"Ya dan aku penasaran bagaimana cucumu akan membalas DE juga menghancurkan organisasi itu," ucap Baren.
"Yang pasti itu kejutan dan tidak kini karena ia harus mengalahkan B-08," balas Abra.
"Si psikopat gila itu?" tanya Baren.
"Ya dan kau tau, maaf tapi cucu laki-lakimu, kau tau Alan harus ikut serta dalam menghancurkan organisasi itu," jawab Abra.
"Hai sob tenang saja, aku yakin Alan bisa melakukan itu, tapi yang pasti bukan kinikan?" tanya baren diangguki Abra.
"Yang pasti aku percaya dengan pelatihan darimu jaga dan latih cucuku yang satu itu dengan baik," ucap Baren.
"Tentu karena bisa jadi dia akan menjadi cucu menantuku bukan?" tanya Abra.
"Wah kau tadi mengatakan biar mereka menjalani hidup tapi kini, kau parah!" seru Baren, Abra hanya terkekeh.
"Namun cucumu adalah pilihan yang terbaik, dia bisa melindungi Cia nantinya, mengingat gadis itu pasti ragu saat memikirkan tentang pasangan," ucap Abra.
"Dia ragu karena orang di dekatnya pasti akan mendapat bahaya karenanya bukan? Setidaknya itu yang mungkin ia pikirkan," sahut Baren.
"Ya tapi itu pikirannya kedepan karena kini pasti ia memikirkan tentang ambisi mengalahkan si psikopat gila itu juga melindung orang yang harus ia lindungi," ucap Abra memandang lurus kedepan.
"Bovik, Veta kembali ketugas kalian masing-masing laporkan padaku pergerakan DE nantinya!" pinta Abra kepada dua robot itu.
"Yes sir! Siap laksanakan!" seru mereka berdua kompak lalu segera pergi.
"Jadi kau hanya mengawasi mereka saja?" tanya Baren.
"Ya, biarkan Cia yang melakukan hal yang harus dia lakukan juga aku harus menyusun rencana. Seseorang pasti akan menyusun rencana sebelum berperang bukan?" tanya Abra membuat Baren menggeleng.
"Kau masih sama saja dan juga masih menyukai hewan berbisa itu," ucap Baren membuat Abra terkekeh.
'Ja, DE Augen müssen bereit sein, von uns zerstört zu werden,'
^^^Bersambung.... ^^^
21 Oktober 2019
27 Desember 2020
Assalamualaikum Wr. Wb
Hai semua apa kabar?
Bagaimana part ini seru? Atau tidak sama sekali?
Jagan lupa kasih commen dan votenya.
Sampai jumpa di hari senin dengan part berikut
See you bye💕
Wassalamualaikum
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
6⃣9⃣_enemsongo_♋☯️🌊
cucu model kayak kamu........ mueheeee.......😂😂😂 kata2nya jleb deh ya🙈🙈🙈🤸♀🤸♀🤸♀🤸♀
2021-06-27
0
adek
please bahasa asing nya langsung di kasih terjemahan nya, agak susah nyambung kalau gitu 😢
2021-05-03
3
Amalia Nanda
seru dan menegangkan..hehehee
2021-01-07
0