"Sreeet"
Aku menggeser pintu ruang klub lalu memasukkan setengah badanku kedalam ruangan, diikuti oleh Yui dan Hiyuki dibelakangku.
Dan betapa terkejutnya aku saat melihat siapa yang ada didalam ruangan. Kertas-kertas berterbangan menutupi sosoknya.
"Hahahaha…"
Sosok itu tertawa, dan perlahan terlihat, seorang lelaki berbadan gemuk. Tidak! daripada menyebutnya gemuk, lebih tepatnya berisi, memakai seragam sekolah ini dengan setelan jas abu-abu yang menutupinya, rambutnya berwarna putih dan terikat dibagian belakang serta memakai kacamata kotak diwajah bulatnya.
"Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini…
…Aku sudah menunggumu, Tsukihara Watari!"
Ucap pria itu berbalik kearah kami bertiga dengan gaya layaknya ultramen yang sedang melakukan serangan terakhir pada monster yang dilawannya.
"Kenalanmu?" tanya Hiyuki.
"Aku tak tau dia, meski aku tau, aku tidak mau tau," ucapku sambil memalingkan wajah menghindar dari tatapan Hiyuki.
"Jangan bilang kau sudah lupa dengan wajah rekanmu? kau membuatku kecewa, Watari!"
Ucap pria itu, dengan nada layaknya pahlawan di film-film ataupun anime, dengan ia saat ini terlihat sedang memegang sesuatu ditangannya yang kosong.
"Dia barusan memanggilmu rekan?" ucap Yui sedikit membungkuk menatapku.
"Memang! wahai rekanku! kau pasti ingat saat-saat kejam dimana kita berlari bersama setiap hari!" ucap pria itu sambil menunjukku dengan telunjuk tangannya.
"Kami hanya berpasangan dijam olahraga," ucapku dengan tubuh dan pandangan yang menghadap kesamping.
"Hmp! hari-hari yang benar-benar keji! berpasangan dengan siapapun yang kau mau? hahahaha…
…aku tak pernah memandang orang lain dengan kebaikan!" ucapnya dengan gerakan yang tidak bisa lagi kujelaskan dengan kata-kata.
Aku hanya menghadapinya dengan helaan napas putus asa yang keluar dari mulutku.
"Apa yang kau inginkan, Zen?" ucapku lemas.
"Sudah kuduga Tsukki mengenalnya!" ucap Yui.
"Siapa?" tanya Hiyuki.
"Aku adalah Jendral Ahli pedang, Zen Yamamoto!" ucapnya dengan gerakan seolah sedang memegang sebuah pedang lalu memasukannya kesarung yang ada dipinggangnya.
"Kurasa temanmu punya urusan denganmu," ucap Hiyuki
"Dia bukan temanku!" bantahku.
"Benar, dia bukan temanku, aku tidak punya teman! serius, aku penyendiri," ucapnya setelah melihat wajah tak percaya dari kami bertiga.
Lalu ia melompat dan menunjukku dengan salah satu tangannya.
"Pertanyaan Watari! ini klub relawan, kan!?" tanya Zen.
"Ya, ini klub relawan," jawab cepat Hiyuki.
"Hahaha… sudah kuduga! lalu jika Hiratsuko sensei benar, Watari! kau wajib mengabulkan permohonanku, kan…?" tanya Zen.
"…Pasti karena bimbingan takdir yang telah mempertemukan kita kembali… tuan budak! bahkan setelah 100 tahun berlalu," lanjut Zen dengan tangan terlipat didepan dadanya.
"Klub relawan tidak mengabulkan permohonanmu, kami hanya membantumu," ucap Hiyuki, dengan suara dingin yang langsung membuat Zen terdiam.
"Begitu, Watari? berarti kau harus membantuku…!" ucap Zen mengalihkan pandangan dari Hiyuki kearahku.
"…Hmhm… kita pernah berada di jalan yang sama, ikut denganku! mari kita coba memerintah seluruh Jepang lagi!"
"Apa yang terjadi dengan tuan budaknya?" tanyaku datar.
"Ahem! ahem! hal yang sepele itu bukan masalah! kali ini, aku akan memaafkan…" suaranya langsung mencuit ketika melihat dirinya ditatap oleh mata Hiyuki.
Dengan wajah yang penuh keringat ia berbalik menatapku kembali.
"Kenapa hanya melihatku!?"
"Watari-kun, sebentar," ucap pelan Hiyuki sambil menarik pelan lengan bajuku.
"Apa itu Jendral Ahli pedang yang dia maksud?" tanya Hiyuki dengan berbisik didekat telingaku.
Jujur saja aku terkejut dengan apa yang dilakukan Hiyuki, hal itu sampai membuat wajahku sedikit berwarna merah, walaupun aku sudah berusaha menahannya tapi, coba bayangkan! kau seorang pria penyendiri yang tidak punya teman, tiba-tiba gadis paling populer disekolah berbisik didekat telingamu, aku sangat bersyukur karena aku tidak pingsan karenanya.
"Itulah yang disebut penyakit alay," ucapku dengan nada suara yang cukup keras.
"Penyakit alay?" tanya Hiyuki.
"Penyakit alay itu…"
…
…jadi intinya, itu bukan penyakit yang nyata," ucapku dengan tangan terlipat didepan dada.
"Aku tak mengerti!" ucap Yui.
"Jadi, mereka bertingkah berdasarkan karakter dalam khayalan mereka?" tebak Hiyuki dengan salah satu tangan didagunya.
"Singkatnya begitu," ucapku.
"Jadi, hanya karena kebetulan nama mereka mirip, dia mengkhayalkan dirinya menjadi seperti karakter itu."
"Kenapa kau jadi rekan di khayalan dia?" tanya Hiyuki.
"Dalam film, namaku mirip dengan dewa perang yang membantu karakter utama yang mirip dengan namanya."
"Yah, setidaknya kau harus bersyukur, masih ada yang lebih parah dari itu."
"Ada yang lebih parah dari itu?" tanya Hiyuki.
"Ada!" jawabku.
"Ini hanya untuk referensi, Contohnya seperti apa?" tanya kembali Hiyuki.
"Hmm… pada awalnya, dunia ini dikuasai oleh tujuh dewa, pertama, tiga dewa penciptaan, Kaisar Pertapa, Garan,
Dewi Perang, Messica, dan Pertahanan Hati, Heartia. lalu-
Hei! kau sangat pintar dalam memancing seseorang! aku jadi takut denganmu! aku hampir menceritakan keseluruhannya!" ucapku dengan cepat mundur sedikit menjauh dari Hiyuki.
"Aku tidak mengerti maksudmu," ucap Hiyuki.
"Dasar menjijikan," ucap merendahkan Yui.
"Ya… intinya. mungkin dimasa lalu aku juga begitu, tapi! sekarang tidak lagi!"
Aku tidak punya khayalan bodoh lagi, aku juga sudah tak memakai baju cosplay, aku tidak menyimpan catatan mantra atau laporan pemerintah lagi, tapi! aku masih menyimpan daftar orang yang harus dibunuh.
"Hiyukin, lari!" ucap Yui dengan suara kecil.
Yui berusaha menghentikan Hiyuki yang berjalan mendekat kearah Zen, tapi yang terlihat Zen lah yang harus diselamatkan.
"Kurasa aku sudah mengerti, permohonanmu adalah untuk menyembuhkan penyakit alaymu itu," ucap Hiyuki yang sudah berada didepan Zen.
"A-aku kesini untuk meminta kontrak denganmu Watari! jadi, kabulkan permohonanku…" ucap ketakutan Zen yang lagi-lagi menatapku.
"Yang bicara denganmu itu aku! saat seseorang bicara padamu, tolong lihat wajahnya!" ucap kesal Hiyuki.
Dengan terpaksa Zen berbalik kearah Hiyuki.
"Hahahaha… dari langit…"
"Bisa kau berhenti bicara seperti itu!?" potong dingin Hiyuki membuat Zen tertunduk lemas.
"Hebat! Hiyukin," puji Yui.
"Intinya, kau ingin kami menyembuhkan penyakit alaymu, kan?" tanya Hiyuki.
"Ah… ini sebenarnya bukan penyakit…"
"Hei, sudah cuku…"
Ucapanku terhenti saat tak sengaja menginjak kertas yang bertaburan dilantai ruang klub.
"Ini…?"
…
Setelah selesai memungut setiap kertas yang bertebaran aku menaruhmya diatas meja.
"Naskah untuk novel?" tanyaku.
"Benar sekali! itu adalah naskah novel ringan! aku ingin ikut kontes dalam pencarian penulis baru, tapi aku tidak punya teman yang bisa memberi pendapat, tolong baca!" pinta Zen.
"Rasanya dia baru saja mengatakan hal yang menyedihkan tanpa ragu," ucap merendahkan Hiyuki.
"Bukankah banyak situs dimana kau bisa menaruh naskahmu itu, minta saja komentar dari situ," jelasku.
"Kalau itu, tak bisa! mereka tidak memiliki belas kasihan, aku mungkin bisa mati karena kritikan pedas mereka. balas Zen.
"Dasar lemah…" kataku merendahkan.
"…Tapi… mungkin kritikan Haruno Hiyuki jauh lebih pedas dari yang disitus," lanjutku dingin.
…
Singkat cerita, kami bertiga memutuskan menerima permintaan Zen dan membawa pulang naskah novel tebal yang ditulis olehnya untuk dibaca dan memberikan kritakan keesokan harinya.
Lalu keesokan paginya disekolah…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Adel
like...😄😄
2021-03-20
0
Yeni Eka
Lanjut Like ka
2021-01-29
0
Atika Mustika
Hadir like thor
2021-01-26
0