Enam Belas

Zita tengah berjalan menatap kosong ke depan, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya. Sontak Zita melayangkan tangannya hendak memukul si pelaku.

"Wuiisss, santai dong Zi!" tangan Zita ditangkap oleh orang tersebut.

Pandangan Zita langsung beralih dengan Bizal. Ya, orang itu tak lain adalah tetangganya, Bizal. Dengan sekali hentakan tangannya terlepas dari Bizal. "Ngapain sih lo!" sinis Zita.

Bizal mendengus, "Elo yang ngapain jalan sendiri malem-malem, ngelamun lagi, kesambet baru tahu rasa!" balas Bizal.

Mata Bizal tak sengaja melihat luka di sudut bibir Zita. Tangannya terangkat dan menyentuh luka itu pelan. "Lo kenapa? lo habis berantem ya?!"

Zita meringis dan menahan tangan Bizal. Zita terdiam, terkunci oleh pandangan Bizal yang lembut padanya. Hanya bertahan beberapa detik, sebelum Zita menepis kasar tangan Bizal.

"Ck, bukan urusan lo!" ketus nya.

Bizal mendesah, "Yaudah, gue cuman nanya. Nggak heran sih lo kan cewek jadi-jadian kerjaannya bertarung mulu"

Zita tidak menghiraukan ucapan Bizal, dia justru kembali melanjutkan langkahnya. Namun belum sempat Zita melangkah, lengannya sudah dicekal oleh Bizal.

"Stop! bisa nggak kalau ada orang ngomong itu dihargain, lo sendiri kan yang bilang sama gue!" ucap Bizal.

Zita menghela nafasnya, "Gue mohon sama lo--gue mau nenangin diri dulu" ucap Zita lirih.

"Oke, gue punya tempat bagus buat nenangin diri!" Bizal menarik paksa tangan Zita. Sedangkan sang empunya tangan hanya pasrah karena fikirannya sedang kacau saat ini.

Bizal membawa Zita menuju ke sebuah danau yang cukup luas. Danau itu terlihat sangat terawat terbukti dari lingkungannya yang bersih dan terawat.

"Gue kok nggak tahu ada danau sebagus ini disini?" Zita melihat sekeliling.

"Ya iyalah, muka dingin begitu mana sempet lihat ada danau bagus disini" Zita mendengus dan beralih duduk diatas rumput menghadap danau.

Bizal memposisikan dirinya disamping Zita. "Lo lagi ada masalah ya?" Bizal melirik Zita yang menatap lurus dengan pandangan kosong.

"Kenapa sih lo nggak pernah mau ngobrol gitu sama gue, atau mencoba deketin gue kayak cewek-cewek lain. Lo benci sama gue ya?"

"Ngak penting!"

Bizal menghela nafasnya, "Gue malu sama sikap gue dulu, gue minta maaf ya, lo mau kan maafin gue?"

"Hmm, iya."

"Berarti gue bisa kan jadi temen lo sekarang!" Bizal menjulurkan tangannya kearah Zita. "Temenan tinggal temenan, gausah lebay" ucap Zita datar sambil menepis tangan Bizal.

Bizal terkekeh, "Kalau udah jadi temen jangan jutek-jutek lagi ya?!"

"Ngomong apa lo?"

"Wuiss, iya-iya bercanda" Bizal mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf v.

Hening sesaat.

"Lo sering kesini?"

"Kadang, kalau lagi kangen sama almarhum Bapak" balas Bizal.

"Bokap lo--"

"Iya, beliau udah meninggal waktu gue masih di kandungan" Zita mlihat wajah sendu Bizal.

"Lo lahir dari kandungan juga? gue pikir dari batu!"

"Yee bukannya itu lo, dasar cewek jadi-jadian!"

"Lo tau nggak? sakit bekas pukulan lo tuh tiga hari baru bisa sembuh!" ucap Bizal sok drama.

"Ck, dasar lemah! itu balesan buat lo!"

"Asal lo tahu ya, gue sampai sekarang masih suka diperintah sesuka jidat sama Bu Sri gara-gara lo ambil tugas gue!" imbuh nya.

"Emang iya? hahaha gue minta maaf deh!"

"Tapi Zi--udah berkali-kali jahat sama lo. Lo juga nggak bales semuanya dan malah mau nolongin gue. Ternyata selama ini gue salah menilai lo Zi" ucap Bizal menatap wajah datar Zita lembut.

Zita menghela nafasnya, "Gue emang kasar orangnya, gue sadar itu. Seenggaknya gue nggak pernah gunain kekuatan gue buat menindas orang lain."

"Ya bagus deh kalau lo sadar" Bizal berucap enteng.

Zita mendecak kesal. "Sialan lo!"

"Hahahaha" Zita menatap Bizal dengan tatapan horornya.

"Damai Zi damai" Bizal terkekeh geli.

Sudah pukul 9 malam. Terhitung 2 jam mereka duduk disana. Menatap air danau yang tenang itu membuat pikiran dan hati ikut tenang. Sebelum akhirnya Zita melihat ponsel yang tadi dia silent. Ada banyak panggilan tak terjawab dari orangtuanya.

Zita kamu dimana sayang? pulang nak Mama khawatir sama kamu.

Entahlah, rasanya malas sekali untuk pulang saat ini. Zita terkadang merasa lebih baik orangtuanya tidak pulang ke rumah sekalian saja, daripada harus pulang dan pergi sesuka hati seperti itu. Membuatnya muak.

"Lo nggak mau pulang?" Bizal menyadarkan lamunan Zita.

Zita menggeleng.

"Ini udah malem. Lo mau diculik genderuwo?"

"Lo pulang aja" balas Zita masih pada posisinya.

"Gue yang ngajak lo kesini, kalau lo hilang atau kecebur danau gue yang bakal jadi tersangka utamanya! udah buruan" Zita masih diam tak bergeming.

"Bener-bener nih anak" Bizal yang sudah tidak sabar pun berjongkok dihadapan Zita dan menggendongnya di punggung. Zita yang terkejut karena tubuhnya diangkat tiba-tiba itu sontak mengalungkan tangannya dileher Bizal. "Eh mau ngapain lo?!" pekik Zita sambil meronta-ronta.

"Udah diem!"

"Tubuh lo tuh enteng banget ya, nggak sebanding sama kekuatan lo" Bizal terkekeh. Zita mendengus dalam gendongan Bizal.

Dengan jarak yang sedekat ini, entah kenapa membuat kinerja jantung Zita memompa lebih cepat. Zita berusaha menormalkan kembali namun justru yang terjadi malah sebaliknya, jantungnya semakin berdetak liar. Ia sedikit menjauhkan tubuhnya agar Bizal tidak menyadari hal ini.

...****************...

"Udah masuk sana!" Bizal mendorong punggung Zita dari belakang karena gadis itu tak mau masuk ke dalam rumahnya.

"Udah Zi nggak usah dipikirin, sekarang lo masuk terus istirahat! jangan lupa ini diobatin ya, biar besok gue bisa lihat muka cantik lo lagi--Awsshh sakit!" Bizal mengaduh karena Zita memukul lengan Bizal.

"Gausah alay!" Zita melangkah masuk tak menghiraukan Bizal.

Zita melihat sekeliling ruangan, masih sepi. Saat ia melewati ruang keluarga, Zita melihat kedua orangtuanya yang tertidur di sofa dengan posisi Mamanya tertidur di lengan Papa dengan muka yang sembab.

Zita merasa ada sedikit rasa rindu kepada orangtuanya itu. Ia ingin mendekat dan memeluk mereka, namun setelah mengingat kejadian tadi membuatnya membuang jauh-jauh pikiran itu. Dia kembali melanjutkan langkahnya.

"Non Zita dari mana saja Non?" Zita berbalik menghadap Bi Sum.

"Dari tadi kita semua nyariin Non" Bu Sum menatap lembut kearah Zita. "Sudahlah Bi tidak usah dibahas" Zita menaiki tangga menuju kamar tidur.

Zita melempar jaket nya asal kemudian duduk di ranjang. "Awssh--" ringis Zita saat menyentuh luka di sudut bibirnya yang sudah hampir mengering itu.

Tok tok tok

''Ini Bi Sum Non, boleh Bibi masuk?'' ijin Bi Sum. Zita tidak menjawab. "Non--"

"Masuk!" Bi Sum masuk sambil membawa nampan berisi obat dan semangkuk sup.

"Non Zita--saya sudah hangatkan sup buat Non, tapi saya obatin dulu ya Non lukanya" ujar Bi Sum takut-takut karena tatapan mata elang Zita.

"Hmm"

Bi Sum mendekat ke Zita dan mulai mengobati lukanya. Zita sesekali meringis saat diobati oleh Bi Sum. Zita menatap Bu Sum yang telaten mengobati lukanya, ia menjadi teringat mendiang Kakaknya yang selalu jadi orang nomor satu ketika ia sedang terluka. Tanpa sadar ia menarik bibirnya keatas.

"Bi--" Bi Sum mendongak menatap Zita.

"Iya Non?"

Zita menghela nafasnya, "Zita nggak pantes ya dapet kasih sayang orangtua Zita sendiri?"

"Kok Non Zita ngomong begitu, semua orang tua sayang Non sama anaknya."

"Tapi Zita enggak Bi, Zita tadi cuma luapin semua beban yang ada di hati Zita--tapi kenapa Zita malah dapet perlakuan kayak gini Bi kenapa--bukan fisik Zita yang sakit Bi, tapi hati Zita--batin Zita Bi--" Zita tidak mampu lagi menahan air matanya. Semua pertahanannya yang selama ini dipertahankan nya telah runtuh. Ia menangis pilu.

Bi Sum membawa Zita kedalam pelukannya. Ia mengusap lembut punggung Zita yang bergetar akibat isakannya itu. "Keluarkan saja Non semuanya, jangan dipendam. Menangis lah kalau Non Zita ingin"

"Zita nggak tahu Bi--Zita udah lupa rasanya dipeluk kayak gini--Zita kangen kayak gini--Zi Ziita nggak punya siapa-siapa bahkan sekedar untuk dipeluk kayak gini--" ucap Zita di sela tangisnya. Suaranya terdengar pilu, bahkan Bi Sum pun tak mampu menahan air matanya.

"Sakit Bi--sakit batin Zita terus-terusan--Zita nggak kuat Bi--kenapa Zita nggak bisa kaya orang-orang lain yang punya keluarga utuh dan hangat Bi, kenapa Zita nggak bisa? Tuhan nggak adil Bi sama Zita--" Zita terus bergumam dalam tangisnya.

"Non Zita harus kuat. Semua pasti ada hikmahnya Non, Non harus sabar--Bibi bakal selalu ada disamping Non" Bi Sum mengelus-elus puncak kepala Zita agar sedikit tenang.

Lama Zita menangis di pelukan Bi Sum sehingga membuat baju Bi Sum basah. Zita sudah berhenti menangis dan nafasnya mulai teratur. Bi Sum mendongakkan wajah Zita ternyata ia sudah terlelap tidur. Gadis itu menangis sampai kelelahan dan tertidur.

Bi Sum menidurkan Zita ke posisi yang benar dan menyelimuti tubuh Zita. Ia merapikan rambut hitam Zita yang berjuntai ke depan, menatap lembut anak majikannya itu, kemudian mengambil nampan berisi sup yang belum sempat dimakan oleh Zita dan berjalan keluar.

...****************...

...----------------...

Terpopuler

Comments

YonhiarCY (Hiatus)

YonhiarCY (Hiatus)

Zita nih baru pembukaan sudah siap hajar aja nih😂

btw dibilang cewek jadi jadian dong ama Bizal, ngakak aku😂😂

2021-01-22

1

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

hati hati dengan typo thor

2021-01-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!