Lima Belas

Seperti ucapannya kemarin, Rizky mengajak Zita pergi bermain bersepeda dan bermain basket. Zita awalnya enggan, namun Rizky tak henti-hentinya memaksanya sehingga ia pun mengiyakan ajakan Rizky.

"Mana sepeda lo? ambil sana!"

"Udah maksa, nyepet-nyepet lagi!" Zita menuju garasi dan mengambil sepeda nya disana.

"Ayok buruan!"

Mereka pun bersepeda santai keluar kompleks menuju lapangan basket biasa mereka bermain.

"Ngelamun aja! mikirin apaan?!" ujar Rizky yang melihat Zita sejak di jalan hanya diam melamun.

"Enggak, sotoy!"

"Nggak usah ngelak, orang ngelamun gitu, kenapa?" Rizky memilih duduk di samping Zita.

"Gue cuma kangen Kak Tito, dulu gue sering banget sepedaan sama dia" ucap Zita menatap lurus ke depan.

Flashback on.

"Zita! tungguin Kakak!" bukannya mendengarkan Zita malah semakin menambah laju sepedanya.

"Buruan Kak, yang sampai lapangan dulu dia yang menang!" teriak Zita terus mengayuh sepedanya cepat.

"Yee, Zita menang!" pekik Zita senang. Kak Tito yang baru sampai mengayuh sepedanya lelah sambil ngos-ngosan.

"Gila kamu Dek, cepet banget sih kamu! nggak capek apa?!"

"Kakak aja yang payah, masa segini aja udah capek sih? lihat nih Zita!" ucap Zita bangga.

"Terserah kamu deh Dek!"

Zita mengambil bola basket di pinggir lapangan dan mulai mendribble bola pelan. Dalam sekali lemparan yang jaraknya cukup jauh, bola itu masuk sempurna ke dalam ring.

"Ayo Kak main basket sama Zita, dari dulu Zita main sendiri terus!"

"Nggak mau Kakak capek!" Zita melempar bolanya kearah Tito dan hap bola itu ditangkap oleh nya. "Ahh Kakak nggak asik!"

Tito tak menghiraukan ucapan Zita dan merebahkan badannya di atas rumput menatap langit. "Gausah marah-marah, sini deh rebahan disini!" Zita menurut dan ikut merebahkan diri di samping Kak Tito.

"Kalau suatu saat nanti Kakak pergi, Kakak bisa tenang karena kamu bisa jagain diri kamu sendiri"

"Kok Kak Tito ngomong gitu? selemah-lemahnya Kak Tito nih ya, Zita masih butuh Kakak melebihi apapun, Kak Tito jangan ngomong gitu ah!!" Zita menatap Kakaknya dari samping.

"Semoga aja Dek, semoga aja Kakak bisa jagain kamu terus" Tito mendekap Zita kedalam pelukannya.

"Ihh Kak Tito bau keringat!"

"Hahaha Kakak lupa, yuk main basket !"

"Hah?! emang Kak Tito bisa?!" Tito menoyor kepala adiknya gemas. "Kamu pikir kamu doang yang jago, heum?"

"Ihh--KAKAK!"

Flashback off.

"Manusia cuma bisa berencana Zi, selebihnya Tuhan yang menentukan. Orang yang selalu menyesali setiap cobaan dari Tuhan, bakalan stuck di situ-situ aja dan nggak akan pernah ada kemajuan dalam hidup nya sampai kapan pun" ucap Risky. Zita mencerna ucapan Rizky barusan.

"Udah nggak usah sedih-sedih! ikut gue yuk cari makan, laper gue!" Rizky menepuk pundak Zita dan bangkit berdiri.

Mereka sampai di sebuah restoran bergaya klasik yang cukup luas. Setelah memarkirkan sepedanya lalu melangkah masuk kesana.

"Loh Zita?!" ucap Bizal yang tak sengaja bertemu dengan Zita dan Rizky.

"Ngapain lo disini?!" ujar Zita.

"Gue emang sering kesini bantuin resto Nyokap" balas nya.

"Resto ini punya Nyokap lo?" tanya Risky. Bizal mengangguk.

"Kalian ngapain kesini?"

"Sayaaang!!" mereka sontak menoleh kearah Intan yang memekik memanggil Bizal.

"Sayang kamu kok jarang ngabarin aku sih sekarang?" wanita itu langsung mengamit lengan Bizal manja.

"Yaudah kita duluan ya Zal?" pamit Rizky dan mengajak Zita masuk ke dalam meninggalkan Bizal dan cewek yang tidak mereka tahu siapa itu.

"Lepas!" Bizal menepis tangan Intan. "Sayang kamu kok gitu sih? aku tuh kangen sama kamu" Intan hendak meraih tangan Bizal namun ditepis kembali olehnya.

"Gausah sok manis deh! lo sama aja busuknya kaya Prissyla! sekarang kita putus dan jangan pernah temuin gue lagi!" ucap Bizal dan meninggalkan Intan yang memberenggut kesal.

...****************...

Zita pulang ke rumah saat hari menjelang petang. Saat ia hendak memasukkan sepeda ke garasi ternyata mobil orang tuanya ada di depan rumah. Sepertinya mereka sudah pulang dari luar kota. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Zita! dari mana kamu Sayang?" sambut ibunya di ruang tengah. Zita menatap sekilas orangtuanya dan melangkah manaiki tangga menuju kamar.

Didalam kamar Zita mendengarkan musik dari headset nya sambil berbaring dengan kaki yang terangkat lurus di dinding.

"Non, Non Zita disuruh turun makan malam sama Nyonya" Zita menoleh melirik Bi Sum tanpa merubah posisinya. "Nanti saya turun" Bi Sum mengangguk dan keluar dari kamar Zita.

Tak lama kemudian Zita merubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjang. Dia bangkit meraih kunci motor dan jaket kesayangan nya lalu keluar kamar.

"Mau kemana kamu Zi?" Zita menghentikan langkahnya saat mendengar suara Papa nya, kemudian kembali melangkah tak menghiraukan ucapan nya. "Zita!!" teriak Malik geram.

"Apa peduli Papa heum?" balas Zita dingin.

"Zita, kamu nggak boleh ngomong gitu sama Papa kamu sayang" ujar Naya.

"Berhenti keras kepala Zita! kamu masih dalam pengawasan Papa! selama ini Papa sudah cukup sabar dengan kamu!" Zita membalikkan badannya menatap datar kedua orangtuanya.

"Sabar?" Zita menyeringai. "Kalian nggak ada waktu untuk Zita selama bertahun-tahun itu yang kalian bilang sabar?!" ujar Zita dingin sedingin tatapannya.

"Asal kalian tahu, Zita tidak butuh materi yang melimpah tapi harus kehilangan keluarga dan kasih sayang. Sekalipun hidup Zita jadi gelandangan diluar sana, itu mungkin lebih baik untuk batin Zita!!"

"Jaga ucapan mu Zita, kami sayang sama kamu nak" Naya mendekat hendak memeluk Zita namun Zita menolak.

"Kenapa Ma? bener kan ucapan Zita! bahkan Mama pun mungkin udah lupa pernah ngelahirin Zita! kalian adalah orangtua terburuk--"

PLAKK..

Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Zita. Membuat sudut bibirnya sobek dan mengeluarkan darah. Naya terkejut melihat Malik menampar putrinya. Bi Sum yang memperhatikan mereka pun membulatkan matanya tak percaya.

"Zita, kamu nggak kenapa-napa sayang?" ibunya mendekat menyentuh pipinya namun ia tepis.

Zita tersenyum miring. "Ini yang disebut sayang!" sinis nya.

Malik mematung di tempatnya, tangan nya bergetar setelah melayangkan satu tamparan keras pada putri bungsunya itu. Tanpa berkata apa-apa lagi Zita berlari keluar rumah seraya mengusap air matanya. Baru pertama kali ini Malik berlaku kasar padanya. Selama ini Zita jarang sekali bertemu bahkan saat akhir pekan sekalipun, namun sekarang ia malah mendapat tamparan dari ayahnya. Saat ia meluapkan segala beban di hatinya.

"Papa tega sama Zita!" teriak Naya memukuli dada suaminya sambil menangis.

"Maafin Papa Ma, Papa tidak berniat kasar sama Zita, Papa minta maaf" Malik memegangi tangan istrinya dan merengkuhnya kedalam pelukannya.

...****************...

...----------------...

Terpopuler

Comments

YonhiarCY (Hiatus)

YonhiarCY (Hiatus)

sedih deh bacanya, pasti Zita kangen bgt sama kakaknya Tito

2021-01-21

1

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

lanjut baca

2021-01-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!