Aku dan Willy masih duduk berdua di sebuah kursi di pojok halaman tersebut. Sayup-sayup aku mendengar seseorang bernyanyi sambil memainkan gitar, aku memandang Willy dan dia pun juga memandangku. Kami saling pandang cukup lama, sampai akhirnya dia berkata. "Apa kamu sedang memikirkan sesuatu seperti yang aku pikirkan?"
"Entah, memang kamu berpikir apa?" Tanyaku masih memandangnya
"Aku sedang berpikir kita harus mendatangi suara itu, sepertinya asyik juga" Ucap Willy antusias
"Iya, aku juga berpikir demikian, ayo kita ke sana!" Ajakku pada Willy. Dia pun menurut dan mengikuti langkahku sambil terus menggenggam erat tanganku
Beberapa saat kemudian kami telah sampai di mana suara itu berada, di sana sudah ada Prima yang sedang memangku gitar sambil terus bernyanyi dengan suara merdunya. Sikapnya yang santai sambil memangku gitarnya membuat Prima semakin terlihat tampan .
Aku telah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu
Aku telah tahu hati ini harus menghindari
Namun kenyataan kutak bisa
Maafkan aku terlanjur mencinta
Senyuman itu hanyalah menunda
Luka, yang tak pernah ku duga
Namun bila akhirnya
Kau harus dengannya
Mengapa kau dekati aku
Kau membuat semuanya indah
Seolah takkan terpisah
Aku telah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu
Aku telah tahu hati ini harus menghindar
Namun kenyataannya kutak bisa
Maafkan aku terlanjur mencinta
Bila memang hatimu untuk aku
Salahkah kuberharap
Berharap kau memilih diriku....cinta
Aku telah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu
Aku telah tahu hati ini harus menghindar
Namun kenyataannya kutak bisa
Maafkan aku terlanjur mencinta
Ternyata hati tak sanggup melupa
" Terlanjur mencinta ,Tiara Andini "
Itulah lagu yang dinyanyikan oleh Prima, dengan penghayatan yang begitu dalam seakan ia sedang bercerita tentang perasaannya. Tidak aku sangka air mataku menetes ketika mendengar lagu itu, tapi aku buru-buru menghapusnya agar Willy tidak curiga.
"Ternyata kamu masih jago ya, kenapa tidak jadi penyanyi saja, malah memilih menjadi tukang bunga? " Ucap Willy saat Prima telah selesai bernyanyi. Sebenarnya suara Prima memang sangat bagus, bahkan sejak Prima masih duduk di bangku SMP, dia sudah sering mengikuti ajang perlombaan bernyanyi dan Prima pun selalu terpilih menjadi juara pertama.
"Loh kalian, sejak kapan kalian di sini?" Jawab Prima sedikit kaget saat melihatku dan juga Willy yang kini berada di dekatnya dan kini duduk di sampingnya.
"Sudah lama, kamu saja yang terlalu menghayati lagu itu sampai-sampai kamu tidak menyadari kehadiran orang lain."
"Iya aku memang sangat menghayatinya karena lagu ini sama seperti yang aku rasakan sekarang!" Jawab Prima sambil menatapku sekilas. Ada debaran aneh yang aku rasakan ketika manik mata Prima menatap ke arahku
"Siapa wanita bodoh itu bro, sampai-sampai dia mengabaikan perasaanmu?" Selidik Willy.
Aku masih tetap terdiam di samping Willy dengan perasaan yang tidak karuan, aku takut jika Prima akan bercerita kepada Willy semua yang terjadi di antara aku dan dia.
"Dia tidak bodoh, hanya saja aku yang terlalu berharap pada wanita yang jelas-jelas tidak bisa aku miliki, karena dia sebentar lagi akan menikah!" Jelas Prima seraya memasang wajah yang sedikit muram dan kecewa.
"Cinta itu harus diperjuangkan, sebelum janur kuning melengkung Dia masih milik umum" Ucap Willy sambil terkekeh
"Milik umum, kamu ada-ada saja Will."
Keduanya terkekeh sambil terus membahas hal tersebut, tapi tidak denganku yang masih tidak menentu dengan tangan yang dingin. Untung saja saat itu Willy tidak menggandeng tanganku sehingga tidak tahu bagaimana sekarang keadaanku.
"Bagaimana persiapan pernikahan kalian?" Tanya Prima kemudian. Sekarang kami sudah duduk di sebuah sofa besar yang beras tepat di ruangan itu, ruangan yang bisa di bilang menjadi kantor Prima. Ruangan yang hanya dibatasi oleh kaca sebagai sekat antara tempat yang satu dengan tempat yang lain.
"Tadi pagi kami baru saja menemui sebuah WO dan berdiskusi tentang konsep yang akan kita pakai!" Jawab Willy antusias
"Apa kalian memakai jasa WO yang terkenal itu?" tebak Prima sambil meletakkan gitar yang tadi ia pakai
"Iya aku memakai jasanya, dari mana kamu tahu hal itu ?"
"Aku tahu karena tadi pagi pemilik WO itu menghubungiku dan memintaku untuk mendekorasi pernikahan kalian" jawab Prima dengan raut wajah kecewa tapi tidak begitu terlihat
"Dan kamu mau?"
"Tentu saja Gue mau, siapa sih yang enggak mau berperan langsung di acara pernikahan kalian yang nantinya pasti akan jadi pernikahan terdahsyat di kota ini!" lanjut Prima mencoba bersikap antusias meski hatinya hancur
"Kamu bisa saja, ini hanya pernikahan sederhana karena calon istriku tidak terlalu suka dengan hal yang berlebihan, iya kan sayang?" Tanya Willy padaku
"I-iya sayang!" Jawabku sedikit gugup karena tidak terlalu fokus dengan pertanyaan Willy, aku hanya menjawab dengan kata itu tanpa perduli apakah jawabanku itu pas dengan pertanyaannya atau tidak
Willy tidak menyadari kegugupanku karena sedari tadi ia terlalu antusias bercerita tentang persiapan pernikahan kita. Tapi tidak dengan Prima, ia berusaha bersikap profesional walaupun sebenarnya hatinya pasti sangat sakit saat Willy bercerita tentang hal itu. Prima hanya tidak ingin membuat Willy curiga bahwa sebenarnya di dalam hatinya terdapat perasaan tidak rela akan apa yang ia dengar saat ini.
Aku menyadari sikap Prima ,karena setiap kali ia menjawab semua pertanyaan Willy secara sengaja ataupun tidak ia beralih menatapku meski hanya sekilas.
Dan dari sorot matanya aku bisa melihat jika Prima merasakan sakit yang teramat dalam dengan keadaan yang kini ia hadapi.
Obrolan kami pun telah usai, kami memutuskan untuk pulang dan beristirahat karena besok kami akan melakukan kegiatan yang lain
Aku telah berada di dalam mobil bersama Willy, kebersamaanku dengan Willy hari ini tidak begitu menyenangkan karena kami harus bertemu dengan Prima.
Ya mungkin itu hanya bagiku dan tidak bagi Willy, karena hari ini Willy sudah berusaha meluangkan waktunya di tengah jadwal pekerjaannya yang super-super sibuk.
"Tunggu aku, malam ini aku akan datang ke rumahmu lagi. Aku merindukan teh lemon buatan Mbak Sumi!!"🤪🤪🤪🤪
Begitulah isi pesan yang Prima kirimkan, aku tidak mengira dia sangat berani ketika ia tahu bahwa saat ini aku masih bersama Willy.
Willy tidak menyadari jika aku sedang membaca pesan itu, ia masih tetap fokus menyetir sambil sesekali tersenyum ke arahku.
Kami telah sampai di halaman rumahku, setelah aku turun dari mobil Willy pun ikut turun.
"Masuklah dulu sayang!" Ajakku pada Willy yang masih duduk di jok mobilnya.
"Maaf sayang sepertinya lain kali saja, aku masih harus membereskan pekerjaanku hari ini. Tidak apa-apa kan?" Willy kemudian turun dari mobil dan berdiri di depan pintu mobilnya
" Apa asistenmu tidak bisa mengurus pekerjaanmu untuk hari ini?" Pintaku
"Tidak bisa sayang, kamu kan tahu jika aku bukan orang yang suka melimpahkan pekerjaanku pada orang lain!" Ucapnya sembari memandangku lekat
"Tapi kapan Will kamu ada waktu untukku? kita sebentar lagi akan menikah dan sampai saat itu hampir tiba tidak pernah sekalipun kamu menemaniku walaupun cuma satu hari?" Ucap ku hati-hati
"Aku tahu sayang, tapi aku mohon mengertilah sekali ini saja. Aku berjanji padamu jika kita telah menikah nanti aku akan berada di sisimu dan memberimu lebih banyak waktu" Jelas Willy
Aku merasa sangat bosan dengan jawaban yang dilontarkan oleh Willy, tidak hanya sekali dua kali ia mengatakan hal itu dan membuatku merasa seperti di bodohi dan hanya diberi harapan palsu.
"Terserahlah Will, jika pekerjaanmu itu lebih penting maka pergilah aku tidak akan menghalangimu!" Ucapku sambil berlalu dari hadapannya
"Terima kasih sayang, aku akan menelponmu nanti!" Jawabnya sambil berlalu masuk ke dalam mobil
Aku masih bisa mendengar kata-katanya, meski kini aku berjalan masuk ke dalam rumah.
Harusnya dia mengejarku dan tidak membiarkan aku pergi dengan keadaan marah. Tapi apa nyatanya? dia malah pergi begitu saja tanpa berusaha membujukku.
"Terserahlah mau menelfon atau tidak, aku juga tidak peduli!"
,
,
,
,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments