Masih dengan suasana Mansion yang di penuhi dengan ketegangan, juga rasa luka dan kekecewaan, bahkan kesedihan yang mendalam.
"Ayah akan memberikan kalian ruang untuk saling mengenal satu sama lain."
Ucap Tuan Kaiden yang langsung beranjak dari duduknya dan meninggalkan Radika dan Ayuka yang masih duduk dalam diam.
"Dan sebaiknya kau bersikap baik pada calon istrimu, Arka ikut saya." Lanjut Tuan Kaiden melangkah meninggalkan keduanya yang masing-masing masih larut dalam keterdiaman mereka. Sedang Arka hanya bisa menurut dan mengikuti langkah lebar Tuan Kaiden memasuki ruang kerjanya.
"Apa kau ingin mengatakan sesuatu?"
Tanya Tuan Kaiden sembari menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Dan untuk sesaat Arka masih terdiam, bahkan sejak Tuan sudah mengambil keputusan saat berada di ruang keluarga setengah jam yang lalu, ia sudah kehabisan kata-kata.
"Sepertinya kau kurang menyetujui pernikahan mereka."
"Maaf Tuan, saya tidak bermaksud lancang, hanya saja saya masih terkejut dengan ide Anda yang ingin menjodohkan Adik saya dengan Tuan Muda."
"Benarkah? Apa menurutmu itu ide yang buruk? Bahkan Adikmu tidak menolaknya. Saya sempat terkejut, saya pikir akan butuh waktu lama untuk membujuknya, apa karena mereka sudah saling kenal?"
"Iya Tuan, adik saya sudah sering bertemu dengan Tuan muda beberapa kali."
"Lalu apa alasan anak itu menolaknya?"
'Karena Tuan Muda tidak ingin memberikan hatinya untuk wanita lain. Dan tidak ingin terikat dalam suatu pernikahan.' Batin Arka yang hanya bisa menarik nafas dalam, bahkan untuk mengatakan hal itu saja di hadapan Tuan Kaiden mengapa begitu sulitnya.
"Aku tau Ayuka gadis yang baik, maka dari itu aku menginginkannya untuk menjadi menantu di keluarga Kaiden, karena aku rasa sifat lembutnya bisa meluluhkan hati anak keras kepala itu."
"Tapi Tuan Muda tidak.... " kalimat Arka menggantung, terlula berat baginya untuk mengatakan hal yang bisa membuat Tuan Kaiden merasa terganggu.
"Apa yang ingin kau sampaikan Arka?"
"Tuan mudah bahkan tidak mencintai adik saya, bagaimana mungkin mereka bisa hidup bahagia Tuan." Gumam Arka lirih, dan sangat terlihat dengan jelas gurat kesedihan di wajahnya saat ini.
"Saya tau, tenanglah Arka, cepat atau lambat hati Dika akan luluh, dia anak yang memiliki hati yang lembut seperti ibunya, aku rasa kau juga mengetahuinya."
"Iya Tuan, saya tau."
"Baiklah, aku ingin kau bisa membantu Ziyi untuk mempersiapkan semuanya. Aku ingin suatu pernikahan yang sempurna."
"Ba.. Baik Tuan."
Jawab Arka dengan suara yang terdengar melemah, ia beranjak dari duduknya meninggalkan Tuan Kaiden yang masih mengamankan dirinya di kursi putarnya.
"Maaf jika aku bersikap egois dan seenaknya padamu Arka, saya hanya ingin kau selalu dekat dengan Dika, karena Dika selalu membutuhkanmu. Dan pernikahan ini akan menjadikan kalian satu keluarga yang tidak akan membuat kalian saling terpisah satu sama lain."
Gumam Tuan Kaiden menengadahkan kepalanya ke atas sambil menyandarkan tubuhnya.
"Aku sudah mendapatkan wanita yg bisa membuat Anak kita bahagia sayang, dia wanita yang penuh dengan kelembutan sepertimu." Ucap Tuan Kaiden berbisik lirih sambil menatap lekat foto istrinya.
Sedang di ruang belakang, di sebuah kursi yang terletak di tengah taman, nampak sosok Ziyi yang sedang duduk terdiam dengan mata sembabnya, hingga satu sentuhan di bahunya membuat Ziyi menghela nafas dalam sambil meraih tangan yang masih menempel di bahunya untuk di genggamnya.
Air mata Ziyi kembali menitik saat menatap wajah Arka yang terlihat begitu murung tengah duduk di sampingnya. Suasana nampak hening untuk beberapa saat, hanya suara isakkan Ziyi kembali terdengar hingga membuat hati Arka semakin terluka.
"Zizi, maafkan aku."
Ucap Arka perlahan sambil tertunduk seraya menggenggam erat tangan wanita itu.
"Bisakah aku bersikap egois untuk kali ini saja?" Tanya Ziyi dengan suara seraknya. Mata sembabnya menatap dalam wajah Arka yang nampak terlihat kalut.
"Bisakah sekali ini saja kita tidak mengalah demi orang lain? Bisakah untuk kali ini saja kita mempertahankan cinta kita tampa mendengar pendapat orang lain? Bisakah untuk kali ini saja kita bahagia tampa memikirkan orang lain lagi?" Tanya Ziyi semakin terisak, sebab tidak satupun ia mendengar jawaban dari Arka yang masih terdiam.
"Aku benar benar minta maaf Zizi, ini semua salahku." Ucap Arka seraya mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang sangat di cintainya.
"Aku sangat mencintaimu." Lirih Ziyi perlahan sambil mengusap air matanya yang terus menetes membasahi kedua belah pipinya. Arka yang masih mematung di hadapan Ziyi nampak terlihat meraih tubuh wanita untuk di dekapnya erat, sangat erat seakan tidak ingin melepaskan wanita yang sekarang tengan menagis di dalam dekapannya.
"Aku tau, karena aku juga sangat mencintaimu, untuk sesaat hampir saja aku melupakan semuanya dan mengatakan pada mereka bahwa aku sangat mencintaimu Zizi, dan untuk sesaat aku sempat berfikir untuk membawamu jauh dari sini, tapi aku sadar, kau juga tidak akan bisa melakukan semuanya. Bahkan kita tidak bisa bersikap egois meski hanya sekali."
Ucap Arka seraya mengusap lembut punggung Ziyi yang masih terisak di dalam dekapannya.
"Apa kita harus merelakan semuanya? Impian kita, kebahagiaan kita, apa sudah seharusnya seperti itu?"
'Sekali lagi aku minta maaf sayang, Bahkan kita tidak punya kesempatan untuk memilih. Karena kita hanya ingin memiliki satu kebahagiaan, dan kebahagiaan kita satu-satunya hanya dengan melihat orang yang kita sayangi bahagia.' Batin Arka, bahkan sulit baginya untuk mengeluarkan satu katapun untuk saat ini. Dan semakin ia melihat air mata Ziyi, semakin dalam pula rasa sakit yang di rasakannya.
"Ini terlalu menyakitkan Aka, aku bahkan... Aku... Hikss.. "
Ziyi semakin terisak, meremat kemeja Arka erat, sambil memukul mukul punggung lebar pria itu, dengan harapan bisa mengurangi beban dan sakit di hatinya. Sedang Arka hanya bisa terdiam dan membiarkan punggungnya di pukuli oleh kekasihnya.
"Haruskah kita mengakhiri hubungan kita dengan cara seperti ini, aku bahkan belum siap, aku terlalu mencintaimu."
'Zizi aku mohon, jangan membuatku semakin merasa bersalah, aku yang tidak bisa mempertahankanmu, aku yang seperti pengecut dengan membiarkanmu menangis seperti ini, semoga kau bisa memaafkanku.'
Batin Arka yang saat ini hanya bisa menenangkan kekasihnya dengan satu pelukan hangatnya, yang hanya bisa meredakan tangis Kekasihnya dengan usapan lembut di kepala ziyi yang masih terbenam di dada lebarnya. Di kecupnya lembut bibir Ziyi yang dipenuhi air mata, bibir yang masih bergetar karena isakkan yang belum juga reda, dan kembali meraih tubuh itu untuk di dekapnya.
Sementara di ruang keluarga yang berbeda, Ayuka masih terdiam menunduk, air matanya semakin menetes kala mengingat perkataan Radika yang sudah terang terangan menolaknya.
"Maafkan Aku." Ucap Ayuka dengan suaranya seraknya yang nyaris tidak terdengar.
"Berhentilah menangis." Balas Radika yang terdengar pelan namun dingin dengan posisinya yang masih menundukan kepalanya. Meski ia tidak melihat wajah Ayuka yang masih mematung di hadapannya, namun ia bisa merasakan bahwa saat ini Ayuka sedang menagis, bahkan suara bergetar gadis itu sangat jelas menunjukkan jika ia sedang berusaha menahan isakannya.
"kau bahkan belum menjadi istriku, tapi aku sudah sering membuatmu menangis, dan apa aku harus melihatmu seperti itu tiap hari?"
"Sekali lagi maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu masuk kedalam situasi sulit seperti sekarang ini."
"Semua sudah terjadi. Kata maafmu tidak akan merubah keputusan Ayah, jadi berhentilah untuk mengucapkan kata itu."
Radika menarik nafas dalam, dalam beberapa saat ia terlihat lebih baik sekarang, dan saat ini ia benar-benar berhasil untuk menenangkan hatinya dengan sangat baik, mengendalikan perasaan marahnya dan berusaha bersikap setenang mungkin.
"Kita akan menikah, dan itulah kenyataannya, meskipun aku berusaha keras untuk menentangnya, kita akan tetap berakhir sebagai pasangan suami istri. Jadi persiapkan dirimu."
Radika mengusap wajahnya kasar, lalu beranjak dari duduknya, dan meninggalkan Ayuka sendiri di sana. Namun sebelum menaiki anak tangga, Radika meminta tolong kepada Bibi Shu, wanita paru baya yang merupakan seorang asisten rumah tangga keluarga Kaiden untuk menemani Ayuka.
BRRAAKKK... PRAANNKKK...
Radika kembali menghancurkan barang barang yang ada di dalam kamarnya, tidak hanya itu, ia juga membuang semua benda yang ada di hadapannya, hingga membuat kamar itu benar benar terlihat sangat berantakan. Rasa marah yang sejak tadi di tahan olehnya dengan susah paya akhirnya di keluarkannya.
"Kenapa mesti gadis sebaik dia, kenapa mesti dia yang harus menanggung semuanya."
Radika merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang sudah sangat berantakan, ia menelentangkan tubuhnya sambil menatap langit kamarnya dan mencoba untuk memejam. Samar terdengar suara lembut ibunya memanggil manggil namanya.
* FLASHBACK.
"Jangan berlarian Nak, nanti Dika bisa terjatuh."
Seru Adena pada Radika yang terus berlari kecil tampa menghiraukan ibunya yang tengah memanggilnya. Beberapa karyawan di perusahaan itu membungkuk saat berpapasan dengannya, seorang Nyonya pemilik perusahaan KZR Grup, dan tidak sedikit karyawan yang gemas dan langsung memeluk tubuh Radika yang terlihat imut di mata mereka.
"Selamat siang Tuan Muda yang tampan."
Sapa beberapa karyawan secara bersamaan sambil mengusap kepala Radika.
"Cepatlah ibu, Dika sudah tidak sabar ingin bertemu Ayah." Teriak Radika yang terus berlari menuju ruangan Ayahnya.
"Iya sayang, Ayahmu tidak akan kemana-mana, apa Dika sudah sangat merindukan Ayah?"
"Iya Ibu, Dika rindu sama Ayah, kenapa Ayah tidak ke rumah dulu? Dika kan sangat ingin memeluk Ayah."
"Ayah juga sangat merindukan Dika, tapi Ayah benar benar sibuk sayang, jadi tidak sempat untuk pulang kerumah dulu, makanya kita di sini untuk menjemput Ayah, dan memberikan Ayah kejutan."
Ucap Adena mengusap pucuk Kepala putranya lembut.
"Selamat Siang Nyonya."
Sapa salah seorang karyawan sambil membungkuk memberi hormat.
"Selamat siang Tuan Muda."
"Siang Bibi."
Jawab Radika balas membungkuk dan kembali melanjutkan langkahnya menuju Ruang Presdir, tampa menunggu ibunya yang masih mengobrol dengan karyawan tersebut. Dan selang beberapa menit Adena menyusul putranya masuk kedalam Ruangan Presdir yang tidak lain adalah suaminya sendiri. Dengan senyum yang terukir sangat manis di bibir Adena Ia melangkah masuk sambil membawa sebuket kembang mawar di tangannya.
"Dika sayang, kenapa hanya berdiri di sana Ayahnya ma..... "
Mata coklat Adena melebar bersamaan dengan mulutnya yang menganga saat melihat adegan mesra Suaminya yang tengah memeluk erat seorang wanita yang sedang terisak sambil membenamkan wajahnya di dada bidan suaminya, nampak juga olehnya saat pria yang sangat di cintainya itu mengusap surai panjang wanita itu, bahkan dengan lembut mengusap perut wanita yang sedikit membuncit itu, dan kembali mengecup kening itu lembut. Adena meraih tubuh Radika yang masih terdiam memandangi Ayahnya yang tengah memeluk wanita yang bukan ibunya.
Air mata seketika menitik di sudut mata Adena, seperti kehilangan tenaga, bahkan untuk melangkah mundurpun ia tidak mampu, ia menarik tubuh kecil Radika untuk di peluknya, agar Anak itu tidak melihat Ayahnya yang sedang memeluk wanita lain. Namun hal itu malah membuat Radika memberontak dan dengan keras memanggil Ayahnya yang seketika itu juga tersadar dan langsung melepaskan pelukannya kepada wanita itu.
"Sa.. Sayang.. "
Tuan Kaiden terbata, berlari kecil menghampiri Anak dan istrinya.
"Apa ini alasanmu kenapa tidak pulang ke rumah?"
"Apa yang kalian lakukan di sini, kenapa tidak memberi tahuku terlebih dulu sebelum kesini"
"Agar kau bisa dengan leluasa menyembunyikan wanita itu? Ucap Adena dengan suara bergetar berusaha menahan isakkannya.
"Sayang.. Bisakah kau mendengar penjelasanku terlebih dahulu?"
"Apapun penjelasanmu itu tidak akan merubah apapun." Balas Adena berusaha sekuat tenaga untuk menahan amarahnya, ia mengusap air matanya dan meraih tubuh kecil Dika untuk di gendongnya.
"Ayaah.. Huuaaaaa... Ayaaahhhh.. "
Jerit Radika yang mulai menangis sambil mencoba meraih tangan Ayahnya. Mata coklat Radika tertuju pada wanita yang sejak tadi terdiam tidak bergeming di samping meja kerja Ayahnya sambil memeluk perutnya erat.
"Bibi bukan Ibu Dika, kenapa bibi memeluk Ayahnya Dika huuaaaaa... Hanya Ibu yang boleh memeluk Ayah.. "
Raung Radika dengan tangisnya yang semakin keras, memeluk tubuh ibunya yang sudah bergetar.
"Anak Ayah jangan menangis ya, Ayah minta maaf, Ayah... "
"Cukup Kai.. "
Teriak Adena, bibir wanita itu bergetar saat melihat wanita yang masih tidak bergeming di sana tengah memegangi perutnya, air mata Adena menetes begitu saja tampa aba aba.
"Aku tidak bisa bersamamu lagi Kai."
"Sayang aku mohon, jangan seperti ini, maafkan aku, sayaaang... " Teriak Tuan Kaiden saat Adena terus melangkah keluar membawa Radika yang masih menangis memanggilnya.
"Ayaaahhhh.. Hhuaaaaa..... "
Radika tersentak, dengan kasar ia mengusap wajahnya, dengan tubuh yang bergetar Radika berlari ke arah nakas di samping tempat tidurnya, membuka sebuah laci kecil dan mengambil sebotol pil penenang untuk di telannya, sebelum nafasnya benar benar berhenti karena sesak yang mulai di rasakannya, dan kembali merebahkan tubuh lemahnya di atas tempat tidur, keringat mulai membasahi wajah dan tubuhnya begitu juga dengan air mata yang kembali menitik dari sudut matanya, ia terus bergumam memanggil nama ibunya. Hingga Selang lima menit kemudian obat yang di telannya mulai bereaksi. Ia mulai merasakan tubuhnya melemah, pandangannya semakin kabur. dan mulai mengantuk dan akhirnya tertidur.
* * * * *
* TO BE CONTINUED.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Bintang Desember
ziyi 😭
2021-03-31
1
Mirna Rayn
lanjutkan smangat
2021-02-15
1
Mirna Rayn
lanjut ceritax smakin dibuat penasaran..
2021-02-15
1