Luka lama Radika.

* PANTHOUSE RADIKA.

Radika melangkahkan kakinya pelan menuju sebuah bangunan besar tempat tinggalnya dan memencet nomor pin di pintu tersebut untuk membukanya.

Direbahkan tubuhnya di sebuah sofa dalam ruangan yang desain interiornya terlihat minimalis di dominasi dengan bahan-bahan kayu dan warna-warna natural. Pencahayaan yang sendu menjadikan tempat yang sempurna bagi Radika untuk beristirahat. Saat memejamkan kedua matanya, bayangan wanita yang tidak ingin di ingatnya malah kembali hadir dalam pikirannya, sosok yang memiliki mata biru yang indah, senyum yang manis, dengan tingkah yang selalu membuat orang ingin selalu dekat dengannya karena merindukannya.

"Apa yang telah aku lakukan padanya."

Gumam Radika berusaha keras menepis bayangan gadis yang baru saja ditemuinya malam ini, yang tampa ia sadari sempat menarik perhatiannya beberapa hari ini. Dan yang membuatnya merasa marah sebab ternyata tidak semudah seperti apa yang di harapkannya. Bahkan reaksi yang ia benci kembali muncul, wanita itu mulai membuatnya merasa takut.

"AARRGGGHHHH... KENAPA MESTI ADIK ARKA.."

BRAAAAKKK..

Teriak Radika yang dengan reflek langsung menendang sebuah meja yang ada di hadapannya hingga terpental, begitu juga dengan beberapa benda yang berada di atas meja yang ikut berhamburan. Radika mengusap wajahnya kasar dengan mata yang mulai berkaca.

"ARRRGGGHHH....SIAL..."

Teriak Radika dengan sangat keras. Memecah keheningan di dalam ruangan tersebut.

"Tidak, aku sudah melakukan dengan benar, dia akan terluka bila aku berada di sampingnya, aku pasti bisa melakukannya, pasti bisa."

Ucap Radika beranjak dari duduknya dan melangkah menuju ke sebuah ruangan yang tidak kalah luasnya yang merupakan kamar pribadi miliknya. Hingga sesampainya di kamar, ia dengan begitu saja melepas kemeja yang masih di kenakannya dan embuangnya kesembrang arah. Kakinya terus melangkah masuk kedalam sebuah kamar mandi untuk membiarkan air shower yang dingin mengguyur kepala dan tubuhnya.

Lama Radika terdiam di bawah guyuran air, pikirannya semakin kalut hingga tampa sadar ia menghantam tembok dengan begitu keras menggunakan kepalan tangannya yang langsung membuat buku-buku jarinya terluka, bahkan sampai mengeluarkan darah yang cukup banyak.

30 menit berlalu, setelah melepaskan semua rasa amarah di dalam hatinya, Radika melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang kerjanya, mengambil sebuah perban panjang dan melilit punggung tangannya yang terluka. Untuk sesaat ia tertegun mata sembabnya memandang sebuah bingkai foto yang berukuran cukup besar di sana. Tubuhnya merosot ke lantai dingin, menyandarkan dirinya ke dinding ruangan tersebut sambil menatap foto Ibunya, sosok yang sangat di rindukannya saat ini. Lama Radika terdiam di sana, seolah enggan untuk beranjak. Rasa sedih, marah, dan kecewa menggerogoti hatinya, hingga membuatnya semakin sesak.

Kenangan 26 tahun lalu kembali terlintas di pikirannya, di mana ia melihat air matanya ibunya yang terus mengalir, sambil memeluk tubuh mungilnya yang saat itu masih berusia 5 tahun. Dimana ia bisa merasakan tubuh ibunya yang bergetar, tidak ada pelukan hangat di sana, wajah pucat dan mata sembab ibunya adalah pemandangan yang harus ia saksikan tiap saat.

* FLASHBACK.

"Anakku sayang, maafkan ibu, jika suatu saat ibu tidak berada di sisimu tidak apa-apa kan?" Ucap wanita itu dengan suara seraknya sambil terus memeluk Dika kecil.

"Ibu mau kemana?" Tanya Dika kecil sambil pengusap air mata ibunya yang terus menetes.

"Ibu hanya akan pergi sebentar sayang, Dika.. Berjanjilah pada ibu, Dika akan selalu bahagia."

"Tapi Dika tidak akan bahagia tampa ibu."

Balas Dika kecil yang mulai menagis.

"Dika sayang, jangan menagis lagi, sebab air mata Dika akan membuat ibu semakin terluka, ibu mohon, berhentilah menangis."

"Dika tidak mau jauh dari ibu huuaaaaaa.. Jangan tinggalkan Dika seperti Ayah Huuaaaaa.... " Tangisan Radika semakin kencang sambil terus memeluk tubuh ibunya dengan sangat erat, seolah tidak ingin melepaskan ibunya.

"Ibu tidak akan pernah meninggalkan Dika, ibu akan selalu berada di samping Dika, memeluk Dika dengan erat. Tapi bisakah Dika berjanji kepada ibu? jika Dika akan selalu menjadi anak yang baik dan penurut."

Ucap ibu Radika sambil mengusap lembut wajah anaknya, mengecup wajah mungil itu penuh kasih, dan kembali tersenyum, senyuman hangat yang bisa membuat tangisan Radika sedikit mereda.

"Jika Dika menjadi anak yang baik, apakah ibu akan selalu berada di samping Dika?" Tanya Dika polos dengan jemari mungil yang menangkup wajah ibunya yang kembali trisak.

"Iya sayang ibu janji, asal Dika menjadi anak yg penurut."

"Apakah selama ini Dika sudah menjadi anak yang nakal sehingga Ayah meninggalkan kak Yi, Dika juga ibu?"

"Tidak sayang, Dika bukan anak yang nakal, tapi Ayah yang sudah tidak menyayangi kita lagi."

"Tapi kenapa? Kenapa Ayah tidak menyayangi kita lagi huuuaaaa.. Kenapa ibu? Hhuuuaaaa.. Dika mau Ayah, Dika merindukan Ayah.. Huuaaaaaa... " Rengek Dika dengan tangisnya yang semakin keras.

"Dika sayang, hentikan. Jangan menangis lagi. Ada ibu, juga Kakak Ziyi yang akan selalu menyayangi dan melindungi Dika, dan Dika tidak akan pernah sendirian."

Ucap Adena lembut mengusap kepala anaknya, berusaha meredakan tangis anaknya, dan dengan sekuat tenaga menahan tangisnya sendiri agar Dika kecil tidak melihat air matanya lagi.

"Tidurlah sayang, semua akan baik baik saja. Tidurlah.. Ibu akan menemanimu." Ucap Adena terus mengusap lembut rambut Dika hingga anak itu terlelap dalam pangkuannya, Adena memeluk tubuh kecil Dika dengan erat, hingga air matanya kembali menitik.

"Maafkan ibu sayang, maafkan ibu, ibu sangat menyayangimu." Guman Adena sambil menggendong Dika, merebahkan tubuh kecil itu di atas tempat tidur dan kembali memeluk tubuh kecil yang sedang terlelap, mengantarkannya kedalam mimpi indah.

Hingga pukul 02 : 00 pagi tiba-tiba Dika kecil terjaga dari tidurnya, mengerjapkan matanya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok ibunya, namun ia tidak melihatnya di manapun, ia hanya sendiri di dalam kamar tersebut dengan tubuh yang tutupi oleh selimut tebal.

"Ibuuu... Ibuuu..."

Teriak Dika bergegas turun dari tempat tidurnya dan berlari kecil sambil membuka pintu kamar mandi, tapi ia tidak melihat sosok ibunya di sana.

"Ibuuu... Ibu di mana.. Ibuuu... "

Teriakan Dika semakin keras dengan isakannya sambil terus berlari menuju dapur, halaman belakang, namun tetap saja ia tidak menemukan sosok yang cari.

"Ibuuuu... Huuuaaaaa... Ibuuu.... Dika sudah berjanji tidak akan menjadi anak yang nakal, kenapa ibu tetap pergi, ibuuuu.... Huuuaaaa... "

Teriak Dika dengan tangisannya yang semakin keras memecah keheningan malam di rumah itu, hingga ia merasa lelah dan memilih duduk di pojok ruang tengah dengan nafas terengah sambil memeluk kedua lututnya erat, ia terus menangis sambil mengedarkan pandangannya di ruangan gelap, menyapu seluruh ruangan dengan mata kecilnya yang sudah sembap dan berair.

"Ibuuu.... Dika takut hhuuuaaaaaa... Kakak Yi dimanaaa... Dika takuuut.. Ayaaahhhh... Huaaaaaa... Dika janji tidak akan nakal lagi.. Huaaaa ibuuuu... Ayaaaah.... "

Radika terus menagis dengan keras hingga ia tiba-tiba teringat pada satu ruangan yang sering ayahnya, ibunya, Ziyi dan dirinya habiskan untuk bermain bersama. hingga tidak sampai menunggu lama, Dika beranjak dari duduknya dan kembali berlari sambil mengusap air mata dengan menggunakan punggung tangannya yang terlihat bergetar karena ketakutan. Hingga langkah kakinya terhenti di depan sebuah pintu, meraih knop pintu itu untuk di bukanya.

Tubuh kecil itu berdiri di depan pintu, terdiam membisu, hanya mata coklatnya yang sedari tadi mengeluarkan butiran bening, tatapan Dika kosong dengan keringat yang mengalir dari pelipisnya.

"Ibu... Akhirnya Dika menemukan ibu, ibuuuu..... "

Radika tersentak dari lamunannya,

Ia mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Keringat yang mengucur dari seluruh tubuhnya sudah membasahi baju putih yang di kenakannya.

"Ibu, aku merindukan mu."

Tangis Radika mulai pecah, nafasnya mulai tersengal dengan keringat dingin yang mulai mengalir dari pelipisnya. Ia mulai menjambak rambutnya sendiri, dengan nafas yang semakin pendek. Ia mulai merasakan ketakutan yang begitu besar, bayangan ibunya, bau anyer darah dan tubuh kaku ibunya membuat nafasnya seakan berhenti sesaat sampai akhirnya samar ia mendengar suara pintu yang terbuka dengan paksa, dan menampakkan seseorang yang langsung memeluk tubuhnya erat.

"Tuan Dika, sadarlah... Tuan.. "

Dengan cepat Arka memeluk tubuh Radika yang bergetar dengan nafas yang tersengal.

"Ahhhh sial.. Dimana Dokter Rafindra, kenapa dia begitu lama."

Teriak Arka panik saat melihat kondisi Radika sekarang yang tidak seperti biasanya. Arka terus memeluk tubuh Radika yang semakin bergetar, Air mata terus mengalir di mata coklat Radika dengan bibir yang mulai terlihat pucat.

"Tuan muda sadarlah, semua akan baik baik saja, sadarlah." Bisik Arka sambil berusaha menyadarkan Radika. Dan Butuh waktu 20 menit untuk Arka mengembalikan kesadaran Radika.

"Tuan muda, semua akan baik baik saja."

Ucap Arka perlahan menenangkan Radika yang mulai sedikit tenang, nafasnya mulai berangsur normal, tatapannya berkabut, menatap Arka yang masih di sampingnya.

"Kau datang?" Tanya Radika dengan suara seraknya saat keadaannya mulai stabil.

"Iya Tuan, jadi tenangkan diri Anda, saya sudah menelfon Dr Rafindra dan sebentar lagi ia akan segera sampai ke sini."

"Bagaimana kau bisa.... "

"Saya sudah menduganya, ini akan terjadi. saya akan mengantarkan anda di kamar agar anda bisa beristirahat." Balas Arka memapah tubuh Radika yang masih terlihat lemas untuk membawanya kekamar dan beristirahat.

Arka merapikan selimut yang menutupi tubuh Radika yang seketika itu sudah terlelap, hingga matanya tertuju pada tangan Radika yang terluka yang terbungkus perban seadanya.

"Sebenarnya ada apa dengan Anda Tuan."

Gumam Arka yang masih berdiri di samping tempat tidur Radika. Hingga akhirnya ia melihat sosok yang sudah sejak tadi ia tunggu.

"Selamat malam Arka, bagaimana keadaannya?" tanya Dokter Rafindra, Dokter pribadi khusus keluarga Kaiden.

"Dia sudah tidur sekarang."

Jawab Arka membungkuk pada seorang yang baru saja masuk dengan sedikit tergesa-gesa, seorang yang masih mengenakan pakaian putihnya lengkap dengan tas di tangannya dan langsung menghampiri Radika yang sudah terlelap.

"Ah syukurlah, aku tidak perlu menyuntiknya lagi. Kerja bagus Arka." Jawab Dokter Rafindra sambil menepuk pundak Arka yang hanya di balas anggukan oleh Arka.

"Dokter hanya perlu mengobati tangan Tuan Dika yang terluka." Balas Arka yang kembali mengalihkan pandangannya ke arah telapak tangan Radika yang terbungkus perban.

"Apa yg terjadi? Apa dia berkelahi lagi?"

"Tidak, sepertinya Tuan sedang kesal, dan kali ini tembok yang jadi sasaran kekesalannya."

"Sebenarnya apa yg telah terjadi?" Tanya Dokter Rafindra sambil mengganti perban yang baru sebelum mengobati luka di tangan Radika.

"Tuan Dika nampaknya terlihat sangat tertekan akhir akhir ini."

"Aku mengerti, Nona Ziyi sempat menceritakan semuanya."

"Nona Ziyi?" Tanya Arka mengernyit.

"Iya, dia ke Rumah sakit tempo hari."

"Apa Nona sedang sakit?" Tanya Arka lagi.

"Tidak, dia hanya mengambil beberapa vitamin." Jawab Dokter Rafindra sambil membereskan tasnya.

"Baiklah, aku sudah meninggalkan beberapa obat dan vitamin buat Tuan muda. Berikan saat dia Bangun nanti. Aku akan pulang sekarang." Jelas Dokter Rafindra. "Aku bahkan tidak sempat untuk mengganti baju dan langsung kesini saat menerima telfon darimu, ahh lihatlah aku sangat kacau." Lanjut Dokter Rafindra lagi yang membuat Arka hanya bisa tersenyum saat baru menyadari penampilan Dokter Rafindra saat ini.

"Jagalah Tuan muda."

"Baik." Balas Arka mengangguk pelan.

"Oh Iyah Dokter, saya kehabisan obat dan suntikan untuk Tuan Muda."

"Saya sudah menyiapkannya di sana." Jawab Dokter Rafindra sambil mengarahkan pandangannya di sebuah nakas yang berada di samping tempat tidur Radika.

"Trimakasih Dokter."

"Sama-sama Arka, Jagalah Tuan muda. Sepertinya dia terlalu banyak pikiran akhir akhir ini, dan hal itu akan berbahaya untuknya, aku jadi penasaran, apa akhir akhir ini ada seorang wanita di sekitarnya?"

"Wanita? Apa Dokter Rafindra lupa, jika Tuan muda Dika selalu di kelilingi wanita"

"Tidak, maksudku wanita yang bisa memicu philophobia Tuan muda kambuh. Kau mengerti kan maksudku?"

"Sepertinya tidak."

"Ahh baguslah.. Aku hanya merasa cemas, jika memang ada."

" Iya.. Saya tahu."

"Dan satu lagi, Sebaiknya kau memberi tahu Tuan Kaiden tentang penyakit Tuan muda."

"Nona Ziyi belum setuju dengan ide itu, begitupun dengan Tuan Muda sendiri yang tidak ingin ayahnya mengetahui penyakitnya."

"Bahkan sampai saat ini aku masih penasaran, kenapa Tuan Muda selalu menyembunyikan penyakitnya kepada Tuan Kaiden?"

"Tuan Muda mempunyai alasan untuk itu, yah meskipun alasannya nanti tidak akan di terima oleh Tuan Kaiden."

"Apa alasan Tuan Muda sebenarnya?"

"Yang saya tau, Tuan Muda selalu menganggap, jika penyakitnya selama ini ia anggap sebagai kelemahannya, dan itulah alasannya kenapa ia selalu menyembunyikan penyakitnya kepada siapapun." Jelas Arka. "Dan selama saya masih bisa mengatasinya, Tuan Muda akan baik baik saja. Saya akan selalu menjaganya." lanjut Arka lagi.

"Baiklah, Aku dan Nona Ziyi percaya padamu Arka." Ucap Dokter Rafindra sambil menepuk pundak Arka sebelum akhirnya ia beranjak keluar dari kamar tersebut, dan meninggalkan Panthouse tersebut.

1 jam berlalu sejak Dokter Rafindra meninggalkan Panthouse tersebut. Arka duduk termanggu di sebuah sofa yang terletak di ruang tengah Panthouse Radika sambil merebahkan tubuh lelahnya dan berusaha untuk memejamkan matanya.

* * * * *

* TO BE CONTINUED.

Terpopuler

Comments

Sri Rahayu Inoki

Sri Rahayu Inoki

sedih bgt 😢

2021-04-13

1

Bintang Desember

Bintang Desember

gak heran Radika bersikap dingin 😭

2021-03-31

1

Mirna Rayn

Mirna Rayn

sedihhh banget...

2021-02-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!