Manager baru Ayuka.

"Astaga aku bisa kena marah kalau terlambat begini." Gumam Ayuka Dengan langkah yg sedikit terburu-buru. "Semoga Manajer baruku orang yang baik, aahh kesan pertamaku buruk sekali astaga."

Ayuka berjalan menaiki anak tangga, menuju ruangan kerjanya, dengan sedikit mengatur nafasnya yang tersengal sambil merapikan rambutnya yang cukup berantakan. Perlahan Ayuka mengarahkan pandangannya ke arah Ruang Managernya, dan di sana dengan jelas ia dapat melihat sosok yang berbahu lebar, dengan rambut kecoklatan agak sedikit panjang sedang duduk di sebuah sofa sambil menatap layar laptopnya. Meskipun Ayuka tidak dapat melihat wajah Manager barunya dengan jelas karena sedang menunduk, namun Ayuka bisa menebak, jika dia pria yang tampan. Dan tampa membuang waktu lagi, Ayuka melangkah keluar dari ruangannya menuju ruangan managernya yang hanya berjarak beberapa meter itu. Perlahan Ayuka mengetuk pintu itu dan membukanya.

"Selamat siang Pak." Sapa Ayuka yang sudah memasang senyum manisnya.

"Siang." Balas pria tersebut membalikkan tubuhnya dan langsung menatap Ayuka.

"Bian?"

"Beby? Kau disini?" Tanya Bian yang beranjak dari duduknya dan langsung memeluk tubuh Ayuka dengan sangat erat.

"Miss you Beby." Bisik Bian tersenyum sambil menangkup wajah Ayuka.

"Kau tidak pernah berubah sedikitpun yah, masih suka memelukku seenaknya."

Balas Ayuka memautkan bibirnya yang hanya di balas senyum oleh Bian.

"Apa selama ini kau tidak pernah merindukan ku?" Tanya Bian sambil mengernyit.

"Kenapa aku harus merindukanmu, kau bahkan bukan kekasihku." Tanya Ayuka terkekeh.

"Ahh kau menyakiti hatiku." Balas Bian memasang wajah cemberutnya.

"Iya.. Iya.. Aku sangat merindukanmu."

Balas Ayuka tersenyum sambil meraih tangan Bian untuk di genggamnya.

"Tapi aku masih bingung, kenapa bisa kamu yang... "

"Yang menjadi Manager di sini?"

"Hem, tapi aku lega, aku pikir Manager yang akan menggantikan Kak Ge itu orang yang kolot, dingin, dan.... "

"Hei.. Tidak semua Manager seperti apa yang ada di dalam pikiranmu Beby." Balas Bian mencolek hidung Ayuka gemas.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, ini di tempat kerja."

"Tapi aku menyukainya."

"Bian,"

"Iya.. Iya.. Akan aku coba, eh tunggu, kau dekat dengan kak Ge?"

"Yah dekat juga, dia kan atasan aku, dan kau sendiri, apa dekat dengan kak Ge?"

"Hmm, tentu saja, dia kakak aku."

"Apa? Kakak?" Tanya Ayuka dengan mata yang membulat sempurna.

'Ah benar, kenapa aku jadi lupa dengan Marga Aderald mereka. Jadi yang di maksud orang bodoh oleh Kak Ge itu kamu?' Batin Ayuka sedikit melirik wajah Bian sambil menggigit bibir bawahnya.

"kenapa kau tiba-tiba merasa gugup?" Tanya Bian yang jelas paham dengan kebiasaan Ayuka.

"Kak Ge tidak mengatakan sesuatu tentangku?" Tanya Bian lagi yang sepertinya sedikit penasaran.

"Tidak." jawab Ayuka singkat sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. 'tidak sedikit, dia hanya mengatakan jika kau anak bodoh' Batin Ayuka.

"Astaga yang benar saja, dia bahkan tidak memberi tahuku jika asistenku itu kamu."

"Tsk, apa sekarang kau sedang mengomeli kakak mu? Lagi pula itu bukanlah hal yang penting kan?"

"Siapa bilang itu bukan hal yang penting? semua yang berhubungan denganmu itu penting Beby, setidaknya aku harus punya persiapan saat menghadapimu."

"Kamu ke sini bukan untuk perang, kenapa mesti pake persiapan segala?"

'Siapa bilang? Aku kembali ke sini untuk perang Beby, agar bisa memenangkan hatimu.' Batin Bian tersenyum.

"Baiklah, sepertinya aku harus kembali ke ruanganku Pak Manager yang terhormat, dan ingat satu hal, jangan panggil aku Beby lagi, okey?"

"Hei, tapi aku masih merindukanmu."

"Bian,"

Seru Ayuka dengan tatapan datarnya, yang membuat Bian terbahak gemas sambil terus menatap punggung sempit Ayuka yang terus berjalan meninggalkan ruangannya.

"Aku benar-benar sangat merindukanmu Beby." Gumam Bian yang masih terus memandang ruangan kerja Ayuka, bahkan ia sampai berpindah posisi duduk di kursi kerjanya agar bisa leluasa untuk memandang wajah gadis yang sudah sangat lama di cintainya itu.

Abian Aderald adalah kakak kelas Ayuka sewaktu kuliah di Jerman, bahkan hanya ia satu-satunya yang dekat dengan Ayuka dan juga keluarganya. Namun sewaktu Bian lulus universitas dia terpaksa pindah ke Belanda untuk melanjutkan Bisnis keluarganya, begitupun dengan Giovano Aderald kakaknya yang lebih memilih mengelola Cafenya sendiri di kota ini. Selain itu Ayuka adalah satu-satunya gadis yang begitu di cintai oleh Bian. Bahkan sampai saat ini pun, rasa sayang yang dimiliki pria itu sepertinya tidak berkurang sedikitpun untuk Ayuka, meskipun sudah 5 tahun berlalu, namun tetap saja, Ayuka tidak pernah peka dengan perasaan Bian yang tulus.

Bian meraih ponselnya dan menekan tombol panggilan dan mulai berbicara saat panggilannya terjawab tampa menunggu lama.

"Halo, Aku sudah di sini, apa Anda sibuk Tuan Muda yang terhormat?"

Tanya Bian yang hanya di balas kekehan dari sebrang sana.

"Baiklah, aku akan ke sana, di mana kau?"

"Star Cafe and Resto."

"Baiklah."

Panggilan telfon pun terputus, Bian menarik nafas panjang, dan lanjut menatap layar laptopnya sambil menunggu waktu makan siang.

* * * * *

Bian melangkah menghampiri kedua tamu istimewanya yang sedang duduk di sebuah meja VIP di sana, dan dengan senyum yang mengembang lebar dari bibirnya, Bian langsung memeluk pria yang sudah sejak tadi berdiri menyambutnya.

"Apa kabar Tuan Radika yang terhormat, lama tidak bertemu."

Sapa Bian yang langsung membalas pelukan Radika sambil menepuk-nepuk pelan pundak Teman lamanya itu.

"Arka apa kabar? aku benar-benar merindukanmu." Lanjut Bian yang juga langsung memeluk Arka.

"Silahkan duduk." Lanjut Bian mempersilahkan keduanya untuk duduk.

Lama mereka berbincang, saling tertawa dan sesekali melempar candaan yang membuat mereka terkekeh layaknya anak SMA yang sedang berkumpul.

"Kapan kau akan menikah? Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika kembali ke sini kau akan segera menikah?" Tanya Radika kepada Bian yang masih tersenyum.

"Teruslah berdo'a untukku Tuan Dika, semoga aku bisa cepat mendapatkan hatinya, bukan begitu Arka?" Balas Bian sambil mengedipkan matanya ke arah Arka yang hanya bisa tersenyum sambil mengangguk pelan.

"Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untukmu." Jawab Arka yang membuat Radika mengernyit.

"Siapa wanita yang sedang kau dekati?"

Tanya Radika sambil menyesap cappucinonya, dan kembali menatap wajah Bian yang nampak terlihat bahagia, apalagi saat mata teduh Bian tertuju pada satu sosok yang baru saja turun dari lantai atas dan melangkah menuju pintu outdoor.

"Beby.."

Panggil Bian tersenyum sambil terus melambaikan tangannya ke arah Ayuka yang hendak keluar.

"Apa kau tidak akan menyapa kakak mu? Kemarilah." Ucap Bian lagi. Mata Ayuka melebar sempurna saat melihat pemandangan di hadapannya saat ini, terutama saat matanya menangkap sosok Radika yang juga tengah menatapnya tajam tampa ekspresi sedikitpun. Perlahan Ayuka melangkah mendekati mereka dengan jantung yang mulai berdebar. Sementara Bian yang terlihat paling antusias segera menarik sebuah kursi yang tepat berada di sampingnya dan langsung mempersilahkan Ayuka untuk duduk.

"Selamat siang kak Arka, Tuan Radika."

Sapa Ayuka yang tiba tiba merasa canggung berada di antara mereka.

"Pilihan yang tepat, dia sangat serasi denganmu, bukankah begitu Arka?"

Ucap Radika tersenyum sambil melihat Arka yang hanya mengangguk pelan, dan juga senyum bahagia oleh Bian. Sedang Ayuka hanya terdiam sambil meremat jari-jari tangannya. Entah mengapa rasa sakit tiba-tiba di rasakannya, membuat nafasnya seakan sesak, ia merasa seolah tercekik oleh kenyataan bahwa Radika benar-benar tidak menginginkannya.

Arka menatap wajah Adiknya yang hanya bisa tertunduk dalam diam.

'Apa kau masih ingin bertahan? Kau sudah berjanji pada kakak untuk tidak menangis Yuka.' Batin Arka yang terus menatap gerak-gerik Adiknya.

"Ada apa Baby?"

Tanya Bian saat menyadari Ayuka yang sejak tadi hanya terdiam tampa mengucapkan satu katapun,ini bahkan bukan kebiasaan Ayuka yang selalu riang dan banyak bicara.

"Ah.. Aku tidak apa-apa, aku hanya butuh udara segar." Jawab Ayuka tersenyum semampunya sambil sesekali tatapan matanya tertuju pada Radika yang hanya fokus dengan layar ponselnya.

"Kau akan ke mana? Biar aku mengantarmu." Tanya Bian yang bahkan sudah untuk berdiri.

"Tidak perlu, aku hanya akan ke taman dekat sini."

"Baiklah, pakailah ini, cuaca di luar cukup dingin, kau gampang terkena flu." Balas Bian sambil membuka jasnya dan langsung menyampaikannya di pundak Ayuka.

"Trimakasih Bian," Ucap Ayuka tersenyum.

"Aku keluar sebentar, maaf tidak bisa lebih lama menemani kalian." Lanjut Ayuka yang netranya hanya tertuju kepada Radika yang bahkan tidak melihatnya sedikitpun, pria bermata coklat itu hanya fokus dengan ponsel yang sejak tadi di pegangnya.

"Kak, Yuka keluar sebentar."

"Berhati-hatilah." Balas Arka yang hanya di balas anggukan pelan oleh Ayuka.

Arka menatap punggung sempit adiknya hingga menghilang di balik pintu. Ingin rasanya ia berlari memeluk adiknya dan mengatakan bahwa semua akan baik baik saja, setidaknya untuk sekarang ini hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Arka, terimakasih karena sudah menjaga dia dengan baik." Ucap Bian sambil menepuk pundak Arka yang hanya tersenyum.

"Ah sial.." Umpat Radika sambil meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja.

"Ada apa Tuan muda?" Tanya Arka saat melihat wajah Radika yang terlihat nampak kesal.

"Ah tidak apa-apa, hanya beberapa pesan spam." Jawab Radika yang dengan santai menyesap cappucinonya hingga tandas.

"Lihatlah, bahkan kau masih punya banyak penggemar, apakah kau sudah sehat sekarang? kapan kau serius dengan satu wanita Dan Menikah?" Tanya Bian lagi.

"Sebentar lagi."

"Benarkah? Bukankah kau benci yang namanya pernikahan? Waow..sudah berapa lama kita tidak bertemu, kau banyak berubah Dika. Lalu siapa wanita yang beruntung itu?" tanya Bian.

"Tidak ada yang berubah dariku, dari dulu aku masih terus jalan di tempat. Dan wanita itu bukanlah wanita yang beruntung. Justru dia adalah satu-satunya wanita yang tidak beruntung karena akan memiliki suami sepertiku." Balas Radika dengan ekspresi datarnya.

"Ayolah Dika, memang siapa wanita itu? Bukankah kau sendiri yang memilihnya?"

"Dia wanita pilihan Ayahku."

"Apa? Jadi kau?"

Tanya Bian menatap wajah Radika yang berubah diam dan berganti menatap Arka yang hanya mengangguk pelan untuk membenarkan pertanyaan Bian.

"Kau baik baik saja?" Tanya Bian perlahan.

"Hem.. Aku baik baik saja."

"Dan kau Arka, kapan kau akan menikah?"

Tanya Bian lagi dengan semangat, seolah menikmati pembahasan mereka saat ini.

"Pacar saja dia tidak punya, bagaimana dia akan menikah." Jawab Radika melirik Arka yang masih enggan menjawab pertanyaan Bian.

"Jika Yuka sudah Menikah dan hidup bahagia, baru aku akan memikirkannya."

Jawab Arka  yang di sambut tatapan gelisah oleh Radika.

"Baiklah," Jawab Bian tersenyum.

"Hei apa maksudmu?" Tanya Radika dengan ekspresi terkejutnya.

"Aku akan segera melamar Yuka." Jawab Bian kembali tersenyum.

"Kenapa gampang sekali kau mengucapkan itu, aaisss dasar anak ini." Protes Radika.

"Hei... Kenapa kau tiba-tiba bereaksi seperti itu?" Tanya Bian dengan tatapan curiga.

"Aku hanya... Setidaknya kau butuh persetujuan Arka sebagai kakaknya."

"Arka pasti akan menyetujuinya."

"Belum tentu, dasar anak ini." sahut Radika lagi.

"Hei ada apa denganmu Tuan Muda, kau bersikap seperti itu seolah punya hak atas Yuka, apa kau kakaknya?"

"Aku.. Aku hanya sekedar memberi saran saja, apa itu salah."

"Tidak salah, hanya aneh saja."

"Aneh? aku rasa tidak, itu hal yang wajar." Jawab Radika perlahan dengan wajah polosnya.

"Tsk, lagi pula saran macam apa itu, aku yang seharusnya memberikanmu saran untuk belajar mencintai calon istrimu mulai dari sekarang."

"Diam kau, aku bahkan tidak kenal siapa wanita yang akan menikahiku nanti."

"Tuan Kaiden pasti akan memberikan yang terbaik buat anaknya, begitupula dengan calon menantunya."

"Kenapa kau menjadi sok tau akhir-akhir ini."

"Apa yang di katakan Bian ada benarnya Tuan Muda." Timpal Arka di tengah perdebatan antara sahabat dan Presdirnya.

"Ahh sekarang Asistenku malah membelamu." Protes Radika.

"Karena aku adalah calon adik iparnya."

Balas Bian santai. Yang sontak membuat Radika terdiam dengan tatapan kesalnya, yang hanya di balas senyum oleh Arka.

"Oh iya, bagaimana kabar kak Ziyi? Apa dia sudah menikah?" Tanya Bian.

"Kakak tidak jauh berbeda dengan Arka. Entah apa yang mereka pikirkan."

Jawab Radika kembali fokus dengan ponselnya.

"Bukankah Kak Ziyi dan Arka terlihat serasi?" Tanya Bian dengan canda godaan yang membuat Arka tersedak.

"Hei, reaksi macam apa itu?"

Goda Bian terbahak saat melihat Arka mengusap dadanya yang terasa panas.

"Mana ada yang betah dengan seorang robot seperti Arka Rumah tangga mereka akan berubah menjadi rumah kuburan." Balas Radika.

"Hei, jangan menggoda Arka seperti itu, apa bedanya dengan dirimu, dengan sikapmu seperti itu bisa-bisa rumah tanggamu tidak jauh berbeda dengan sebuah Neraka." Balas Bian terkekeh. Begitupun dengan Arka dan Radika yang ikut terbahak.

Sungguh pemandangan yang kontras bagi beberapa pasang mata yang sedang melihat tiga pria dengan wajah tampan, dan masing-masing memiliki postur tubuh tinggi yang terlihat sangat gagah, di tambah lagi ketiganya memiliki kedudukan tinggi, dan sedang duduk bersama sambil bercanda satu sama lain.

* * * * *

* TO BE CONTINUED.

Terpopuler

Comments

Bintang Desember

Bintang Desember

Bian? Yuka jangan bepaling ke Bian dong 😁

2021-03-31

1

Mirna Rayn

Mirna Rayn

slalu kutunggu jangan buat pembaca penasaran dong...

2021-02-15

1

Mirna Rayn

Mirna Rayn

😊😊

2021-02-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!