2. Rahasia kecil sang presdir

Mobil sport hitam type AMG-GT terparkir tepat di depan sebuah gedung perusahaan yang terbilang sangat besar. Perusahaan KZR Grup yang sangat terkenal di kota ini. Nampak dua orang sekuriti membungkuk secara bersamaan memberi hormat saat pemilik mobil sport tersebut keluar, dan di balik pintu mobil itu sudah berdiri seseorang bertubuh tinggi tegap dengan wajah yang kaku, namun tidak mengurangi kadar ketampanannya. Dengan sedikit membungkuk pria yang bernama Elvan Arka Bagaskara itu berjalan mengikuti langkah lebar Dika yang terus berjalan masuk kedalam sambil mengibaskan rambutnya yang terlihat basah.

Yah, dia Kaiden Zaferino Radika, seorang Presdir di perusahaan KZR Grup ini. Anak dari tuan Kaiden Zaferino yang sangat terkenal bukan hanya di kota ini, tetapi juga di beberapa kota lainnya karena gelarnya yang terkenal sebagai pemilik perusahaan terbesar dan sukses di beberapa negara. Dan hal itu cukup membuat pria berusia 52 tahun itu terkenal dan cukup di segani oleh semua rekan bisnisnya, karena sikap tegas, cakap, cerdas, meski sangat arogan dan dingin.

"Tuan muda, apa yang terjadi?" Tanya Arka Asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya itu. Dengan sedikit mengernyit Arka terus mengikuti langkah lebar Dika menuju ruang kerjanya.

Arka meraih ponselnya untuk menghubungi sekretaris agar segera menyiapkan secangkir Teh madu untuk Presdirnya. Dan di dalam ruangan nampak Dika sedang duduk di atas sofa sambil menyandarkan kepalanya dengan sedikit memijat pangkat hidungnya. Hingga semenit kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar, Arka menghampiri pintu dan membukanya untuk mempersilahkan Sekretaris itu meletakkan secangkir teh madu seperti permintaan Arka.

"Minumlah, sebelum Anda masuk angin," Ucap Arka perlahan.

"Hm," Balas Dika singkat namun masih tetap pada posisinya.

"Berdebat dengan Ayah Anda lagi?" Tanya Arka yang sudah sangat paham dengan gerak gerik Presdirnya yang hanya di balas helaan nafas panjang oleh Dika, memang benar, semalam ia baru saja berdebat dengan Ayahnya.

"Lalu, kenapa tuan muda bisa basah kuyup seperti ini?"

"Ah, tadi saat perjalanan kesini aku nyaris menabrak seekor anak kucing." Jawab Dika antusias sambil tersenyum.

"Anak kucing yang bodoh." Lanjut Dika menyeringai, Arka hanya menghela nafas melihat sikap sang Presdir.

Semoga saja dia bukan sekedar anak kucing biasa.

Batin Arka mengangguk memberi respon pada Dika yang nampak masih menyeringai  meraih cangkir Teh madu yg berada di atas meja untuk di minumnya. Sebelum bajunya benar-benar kering di badan, Dika beranjak melangkah memasuki ruangan pribadinya.

Ada satu ruangan yang di dalam sana cukup luas karena terdapat sebuah kamar mandi dan juga kamar tidur, perpustakaan kecil dan ruang musik yang tidak terlalu luas namun sangat nyaman, disitulah kadang Dika menghabiskan waktunya jika ia tidak ingin pulang ke Rumahnya atau ke Mansion utama keluarganya yang hanya di tinggali tuan Kaiden dan Kakak perempuannya, beberapa Asisten pribadi, pelayan, dan orang-orang kepercayaan Ayahnya yang bertugas sebagai Pengawal pribadi sang Ayah.

Dan selang 15 menit Dika keluar dari ruangan pribadinya dengan stelan Jas yang baru dan kembali melangkah menuju sofa untuk duduk sambil menopang kepalanya menggunakan tangannya di sandaran sofa.

"Anda baik baik saja Tuan muda?" Tanya Arka lagi sambil menutup laptopnya, ia terlihat nampak khawatir.

"Kau sendiri tau, suasana hatiku tidak pernah baik bila usai mengunjungi Mansion." Jawab Dika mulai nampak serius.

"Lagi-lagi singa tua itu memaksaku untuk melakukannya, konyol." Lanjut Dika lagi mendengus kesal nampak prustasi.

"Ternyata tuan Kaiden belum mau menyerah, lalu apa alasan Anda kali ini?"

"Memang alasan apalagi yang harus aku berikan, karena aku memang benar-benar belum siap untuk menikah." Balas Dika kembali memejam.

Aku tau, Anda bukan hanya tidak siap, tapi Anda menghindarinya karena tidak menginginkannya.

Batin Arka yang turut prihatin dengan masalah Presdirnya saat ini.

"Seharusnya tuan muda bisa memberi sedikit perhatian kepada tuan Kaiden, dengan cara itu kalian berdua bisa dekat lagi, bukankah itu akan lebih mudah untuk anda berinteraksi dengan tuan tampa harus berdebat." Ucap Arka memberi sedikit nasehat.

"Tidak segampang itu, Ayah tidak pernah butuh perhatianku."

"Setidaknya tuan Kaiden akan bisa sedikit memberi anda waktu bila anda bisa memberikan beliau pengertian tentang alasan anda menolak ide itu."

"Dan apa kau pikir Ayah akan memberikan pengertiannya? bahkan aku sudah memberikan seribu alasan, tetap saja. Aku harus mengikuti langkanya, ayolah Arka, kau tau sendiri orang seperti apa Ayah."

"Saya tau, tapi saya rasa tuan muda lebih tau, karena Anda adalah anaknya."

"Anak? Yah, aku anaknya yang akan selalu menjadi bonekanya, mengikuti semua keinginannya, seperti apa yang Ibu.. "

Kalimat Dika terhenti, pria itu menundukkan wajahnya sambil mengepalkan kedua tangannya dengan keras, hingga kuku kukunya terlihat memutih, kembali bayangan sosok seorang wanita dengan senyum teduh melintas di pikirannya.

"Ibu," Gumam kecil Radika semakin memejam, hingga dengan selang berapa detik saja tiba tiba Radika mulai merasakan sesak, sambil mencengkram rambutnya dengan sangat keras, matanya mulai berkaca, dan hanya selang beberapa detik ia mulai menangis dengan nafas yang semakin tersengal. dengan sigap Arka berlari menuju meja kerjanya,membuka sebuah laci yang di sana terdapat sebuah jarum suntik dan sebotol obat tidur. dengan cepat Arka meraih lengan Radika dan langsung menyuntikkan obat tersebut untuk memenangkan Radika yang tubuhnya sudah di basahi oleh keringat, wajah pucat pasih dengan ekspresi yang di penuhi dengan rasa ketakutan hingga membuat tubuhnya bergetar.

"Tuan muda tenanglah." Bisik Arka masih memegang lengan Radika yang mulai mengantuk.

"Haruskah saya menelfon Dokter Rafindra?" Tanya Arka perlahan.

"Tidak, aku baik baik saja. Aku hanya butuh istrahat sebentar." Jawab Radika dengan suara seraknya dan juga masih sedikit terlihat ketakutan. Ia beranjak dari duduknya, menyeret langkahnya memasuki ruang pribadinya. Tubuhnya meringkuk di atas sofa sambil menatap sebuah bingkai foto yang berukuran sangat besar yang terpampang di sudut kamarnya, di dalam foto itu nampak sebuah wajah yang sedang tersenyum dengan sangat menawan.

"Ibu," Bisik Radika dengan butiran bening yang langsung keluar dari sudut matanya. sedang di luar ruangan, Arka masih sibuk dengan laptopnya, sesekali ia menatap pintu kamar pribadi Presdirnya yang sejak 3 jam lalu belum juga terbuka. Arka paham dengan kondisi Presdirnya saat ini, bahkan  ia sudah terbiasa dengan perubahan suasana hati atau kondisi tertentu Dika. Dimana perubahan sikap dan mental itu akan datang bila Dika mengingat Ibunya, dan di saat itu Dika akan mulai merasa ketakutan, dan bahkan akan menangis dengan keras sambil menjambak rambutnya, dan hanya suntikan obat tidur yang bisa menenangkannya.

Itulah alasan Arka yang selalu berada di samping Presdirnya hampir 24 jam, sebab hanya Arka yang mengerti kondisi psikologis Dika dan hal-hal apa saja yang yang bisa jadi pemicunya. Dan sejak saat itu Arka bukan hanya Asisten pribadi buat Dika, tapi juga sebagai kakak, sahabat, dan orang kepercayaan Dika.

"Anda sudah bangun? Apakah Anda butuh sesuatu?" Tanya Arka yang langsung beranjak dari duduknya dan menutup laptopnya saat melihat Dika berjalan keluar dari ruangan pribadinya menuju ke sofa sambil membawa sebotol red Wine di tangannya.

"Tidak. Aku hanya butuh ini." Jawab Dika sambil mengangkat botol Wine ke arah Arka.

"Sepertinya kau harus membantuku untuk menghabiskan ini." Lanjut Dika lagi menunduk memperhatikan bayangan wajahnya yang nampak berantakan di dalam gelas crystal yang berisi Wine tersebut sambil sesekali menghela nafas panjang seolah sedang memikirkan sesuatu yang rumit.

"Baiklah Tuan." Jawab Arka mengangguk dan langsung duduk di hadapan Dika yang sedang menuang Wine kedalam gelas.

"Bukankah tempo hari adikmu baru datang dari Jerman, Apa dia baik baik saja? Pasti dia membutuhkanmu kan untuk menemaninya."

"Iya Tuan, tapi dia akan baik-baik saja. Dia juga sudah terbiasa." Jawab Arka nampak tersenyum bahagia sambil menerima segelas Wine yang Dika sodorkan padanya, dan ekspresi Arka kaki ini cukup menarik perhatian Dika.

"Syukurlah" Ucap Dika yang balas tersenyum saat melihat wajah tidak biasa dari Asistennya itu.

"Apa barusan kau sedang tersenyum?" Tanya Dika terkekeh.

"Lihatlah, aku bahkan baru melihatmu tersenyum setelah beberapa hari, ini momen yang langka. Apa kau begitu menyayangi adikmu? Hingga bisa membuat pria Robot sepertimu tersenyum saat membahas soal adikmu."

" Iya, dia sangat berarti buat saya Tuan," Jawab Arka nampak berbinar.

"Aku tau, aku dapat melihatnya. Tapi ngomong ngomong sampai saat ini aku belum pernah melihat adikmu, apa mungkin dia juga sekaku dirimu?" Tanya Dika yang membuat Arka terbatuk oleh pertanyaan Presdirnya itu.

Lihatlah siapa yang bicara, aku tidak sekaku itu Tuan.

Batin Arka pasrah dengan mulut frontal Presdirnya.

"Tidak Tuan, dia gadis yang ceria." Balas Arka masih mengusap dadanya yang sedikit panas akibat tersedak Wine yang di minumnya.

"Ah maaf, jadi adikmu seorang gadis? syukurlah. Setidaknya dia tidak akan sama sepertimu." Balas Dika lagi terkekeh sambil terus meneguk Winenya dan menghisap rokok yang beraroma mint itu, sesekali ia menghembuskan asap rokoknya ke Langit-langit ruangan tersebut, hingga asap rokok itu mengepul dan terlihat seperti kabut.

Memang aku kenapa Tuan?

Batin Arka yang seolah tidak sadar dengan sikap kakuhnya yang tidak jauh beda dengan sebuah robot. Sikap yang akan sangat menakutkan jika berhadapan dengan saingan Bisnis Presdirnya yang bila di ketauhi olehnya berbuat curang, atau berniat jahat kepada Presdirnya. Bahkan dalam waktu 24 jam Dika nyaris tidak pernah melihat senyum di wajah Asistennya itu yang sudah sejak lama bekerja untuknya, bahkan bisa di katakan menjadi pelindung Dika dan perusahaan.

"Arka. Apa kau tidak berniat untuk menikah?" Pertanyaan Dika selanjutnya yang membuat Arka kembali terbatuk, alih-alih untuk menjawab, Arka hanya tersenyum kecut mengusap dadanya yang lagi-lagi di rasakan sangat panas.

"Jangan bilang kau masih perjaka. Ayolah Arka, aku bisa membantumu untuk mencari seorang wanita yang kau inginkan, bahkan sesuai dengan standar mu." Dika terus membahas masalah yang membuat Arka prustasi. Bagaimana bisa Presdirnya dengan santai menanyakan sesuatu pertanyaan gamblang seperti itu.

Aku tau Anda sedang dalam mode stres Tuan, tapi tolonglah, lagi pula mana ada waktu untuk hal seperti itu, sementara waktuku selalu di habiskan untuk Anda,

Batin Arka menjerit, berharap Presdirnya berhenti untuk menanyakan hal-hal semacam itu.

"Bagaimana dengan Anda Tuan? Apa Anda tidak berniat untuk mencari wanita kriteria Anda?" Tanya Arka yang hanya di balas seringaian oleh Dika.

"Kau sendiri tahu bukan, aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan seorang wanita. Aku juga tidak akan pernah memberikan hatiku untuk mereka. Dan selagi mereka masih nyaman berada di sisiku, aku akan dengan tangan terbuka menerima mereka. Dan jika sudah merasa bosan, merekapun bisa pergi kapan saja mereka inginkan, aku tidak akan pernah melarangnya" Ucap Dika santai yang hanya di balas helaan nafas panjang oleh Arka yang Notabennya sudah sangat paham dengan jalan pikiran Dika.

Hingga malampun semakin larut sampai mereka tidak menyadari telah menghabiskan beberapa botol Wine dan berakhir dengan Dika yang tertidur di atas sofa. Posisi kaki kanan terulur ke atas sandaran sofa sementara kaki kiri menyentuh lantai, karena ia yang lebih banyak meminum Wine tersebut.

Arka membenarkan posisi tidur Dika sebelum ia masuk kedalam ruangan pribadi untuk mengambil sebuah selimut untuk menyelimuti Dika yang sudah terlebih dahulu berada di alam mimpi. Untuk sesaat Arka terdiam, ia dapat merasakan kesedihan dan kekecewaan Presdirnya itu, sebelum akhirnya ia melangkah menuju meja kerjanya, membuka kembali laptopnya dan mulai menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda karena menemani Presdirnya untuk minum Wine. Ia masih merasa beruntung karena kali ini Dika tidak memintanya untuk menghabiskan malam di sebuah club seperti kebiasaan Dika, ia tak harus melihat beberapa wanita jalang yang selalu menempel pada Dika, suara brisik dari mereka, dan harus berakhir dengan menggotong Dika yang pingsan karena mabok.

* * * * *

* TO BE CONTINUED.

Terpopuler

Comments

Wie Yanah

Wie Yanah

nyimak

2021-04-22

1

Bintang Desember

Bintang Desember

Like ke Dika sama Arka 😍😘❤

2021-03-31

1

Mirna Rayn

Mirna Rayn

keren..

2021-02-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!