Di luar Ruang ICU Anton menghubungi orang rumah untuk membawa makan malam dan baju ganti Latifah.
"Tililit tililililit...!" Suara telepon rumah terhubung. Bi Ningsih yang sedang bersih-bersih ruangan langsung menuju telepon rumah yang berdering.
" Assalamualaikum " Bi Ningsih
" Wa'alaikum salam bi, bi tolong bawakan makanan dan baju untuk istri saya ke Rumah Sakit Mulia Indah " Anton
" Telepon dari siapa bi ?" tanya Rendi yang ingin ke dapur untuk mengambil minum.
" Dari bapak Mas Ren " jawab Bi Ningsih masih memegangi gagang telepon. Rendi diam ingin tahu apa yang ingin di sampaikan oleh ayahnya.
" Maaf pak kalau boleh tau siapa yang sakit ya ?" tanya Bi Ningsih
" Wulan bi, Wulan kecelakaan " Anton
" Apa! " seru Bi Ningsih memegangi dadanya, karena shock mendengar kabar dari tuannya. Bi Ningsih reflek melepaskan gagang telepon yang masih terhubung.
" Bi... bibi duduk dulu ya " perintah Rendi lalu menutup telepon yang masih tergantung.
" Ada apa bi ? " tanya Rendi
" Mba Wulan kecelakaan Mas Ren," ucap Bi Ningsih yang sudah menangis.
" Siapa yang kecelakaan bu ?" tanya Yani yang baru saja datang dari rumah belakang.
" Mba Wulan ... Yan" jawab Rendi
" Yan tolong siapkan makanan untuk ibu dan bapak " perintah Bi Ningsih
" Baik bu " jawab Yani bergegas menyiapkan makanan di rantang susun. Mereka berangkat ke rumah sakit di antara oleh Mang Ujang.
Di rumah Anggi, ibunya tidak menyadari kalau anaknya telah berbuat kesalahan fatal. Sore hari ketika ibunya ingin pergi acara arisan dengan temannya mendapati body mobil yang penyok di bagian depan.
" Anggiiii ! " panggil Rani dengan intonasi tinggi
"Anggii cepat kesini, lihaaaat ini !" seru Rani karena Anggi lama menghampiri dirinya.
"Ada apa sih buk ! triak triak segala " jawab Anggi tidak kalah marahnya.
" Lihat ini, ini kenapa Anggi ?! " Rani
" Aduh ... harus bilang apa ke ibu " batin Anggi bingung harus berkata jujur ibunya pasti murka.
" Eemm ..... Tadi di tabrak orang bu " jawab Anggi dengan tersenyum paksa.
"Benar ?" tanya Rani yang kurang percaya dengan pengakuan Anggi.
" Benar ... Bu, masa ibu enggak percaya ke anak ibu sendiri " Anggi meyakinkan ibunya.
"Iya sudah, ibu mau pergi dulu jaga rumah ya " pamit Rani
" Iya bu ...." Anggi
" Huuuuhhhhh syukur ...syukur ..selamat " ucap Anggi sambil menutup pintu dan mengelus dadanya dan menghembuskan nafas panjangnya.
Di Rumah Sakit
" Assalamualaikum pak ... bu... " salam Bi Ningsih, Yani dan Rendi. Yani meletakkan dua rantang susun di dekat kursi.
" Wa'alaikum salam " jawab semua orang yang ada di sekitar. Rendi duduk di samping Damar
" Bagaimana keadaan Mba Wulan pak ?" tanya Bi Ningsih, badan Bi Ningsih dipegangi oleh Yani
" Bibi bisa melihat dari kaca, hanya satu orang saja yang boleh menjaga Wulan bi" ungkap Anton.
Bi Ningsih melihat dari celah kaca yang sebagian tidak tertutup oleh kain korden. Melihat Latifah yang terus menciumi tangan putrinya.
" Ya Allah nak, semoga cepat pulih nak " ucap Bi Ningsih penuh haru, tangannya meraba kaca dan mulai menitihkan air mata.
" Sudah bu, duduk sini ya bu " perintah Yani, Bi Ningsih pun menurut.
Pukul 17.00 waktu setempat, dimana Wulan harus di cek keadaanya oleh Dokter Akbar. Dokter Akbar masuk dengan seorang suster yang mencatat perkembangan Wulan.
" Ceklek !" pintu terbuka
" Apakah ada perkembangan dok ?" tanya Latifah
" Sampai detik ini belum ada kemajuan bu, dan lebih baik cepat lakukan operasi. Untuk biaya operasi maaf bang, saya tidak bisa membantu karena saya hanya mempunyai sedikit saham disini." ungkap Akbar
" Kamu tenang saja, untuk masalah biaya pasti aman. Yang penting kamu harus menangani calon mantu ku dengan baik " ucap Andi
"Lakukanlah jika dengan operasi Wulan akan sembuh dok " ucap Anton yang mampu membantu dengan doa untuk kesembuhan putrinya.
" Baik pak itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai dokter " jawab Akbar dengan wibawa.
"Akbar ... Apa tidak ada ruangan khusus untuk menunggu. Kasian Latifah kalau terus menunggu Wulan sendirian di dalam." Intan iba melihat sahabatnya menunggu putrinya sendirian.
" Sebenarnya ada tapi digunakan hanya untuk keluarga yang mempunyai saham di rumah sakit ini, karena Pak Anton dan Bu Latifah sahabat Bang Andi saya silahkan Wulan untuk menempati atas nama keluarga saya." ucap Akbar
"Alhamdulillah terimakasih nak, semoga Allah membalas kebaikan mu nak " Latifah, semua orang senang bisa memantau keadaan Wulan.
" Aamiin, semua kehendak Allah bu. Kita semua berdoa untuk kesembuhan Wulan termasuk saya. " ucap Akbar dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
"Sus tolong panggil perawat yang lain untuk memindahkan pasien ke ruang VVIP di atas " perintah Akbar
" Baik dok " jawab suster
" Bang Andi dan yang lain boleh masuk ke ruangan Wulan yang baru. Tepatnya di lantai atas " ucap Akbar
" Baik Pak Anton, silahkan ikut saya untuk mendatangani persetujuan " ajak Akbar, Anton pun mengikuti Akbar ke ruangannya.
" Yah, lihat baju Damar ... Ibu belikan pakaian dulu ya pak " ucap Intan
" Iya udah, hati hati bu" Andi. Intan pun pergi ke Swalayan terdekat.
" Ya sudah kalau gitu saya pamit pulang bersama Yani bu, biar nanti Mang Ujang suruh membawakan kasur lantai dan selimut" pamit Bi Ningsih ke Latifah
"Terimakasih ya bi" Latifah
" Sama - sama Bu " Bi Ningsih
Kini tinggallah Andi, Damar dan Latifah yang mengikuti arahan suster membawa Wulan dirawat. Di ruangan yang sejuk dengan nuansa putih bersih dan buku - buku yang tertata rapih serta bunga mawar putih yang di letakkan di vas bunga, sebagai pewangi ruangan terlihat estetik dan nyaman.
" Silahkan duduk pak " ucap Dokter Akbar ramah
" Terimakasih " jawab Anton
" Silahkan bapak baca terlebih dahulu jika bapak setuju, bapak tanda tangani " ungkap Dokter Akbar seraya mengulurkan kertas putih di dalam map-nya. Anton seksama membaca semua perjanjian tertulis tersebut, sebelum menanda tangani Anton bertanya ke Akbar.
" Apa anak saya bisa pulih dok ?" tanyanya ragu
" Insya Allah, dengan izin Allah semua akan baik-baik saja pak. Saya berusaha bapak berdoa. Saya yakin Wulan juga berjuang untuk pulih pak, " jawab Akbar menyemangati Anton dengan menggenggam ke dua tangan Anton yang berada di atas meja Akbar. Akbar tahu dari gerak tubuh Anton yang masih ragu.
"Bagaimana dengan kakinya dok ? " Anton kembali bertanya karena kaki Wulan yang terbalut perban.
" Insya Allah pasti pulih, kakinya hanya mengalami cidera di bagian sendinya pak " Akbar
" Alhamdulillah saya tanda tangani ini ya dok, " ucap Anton
" Silahkan pak, sesegera mungkin saya akan melakukan operasi dan melakukan yang terbaik "ucap Akbar meyakinkan Anton.
Di ruang VVIP ruangan sangat mewah dibanding dengan yang sebelumnya. Tempat menunggu pasien yang nyaman, dilengkapi dengan lemari es serta ruangan yang luas terlebih semua bebas melihat kondisi Wulan.
" Nak ibu sudah belikan pakaian ganti, kamu ganti gih " perintah Intan mengulurkan paper bag
"Terimakasih bu..." jawab Damar mengambil paper bag dari tangan Intan. Lalu pergi ke toilet untuk berganti pakaian.
"Allahuakbar Allahuakbar....." suara Adzan dari smartphone Ayah Damar.
" Yuk semuanya sholat bergantian, Ren kamu mau ikut om ke mushola ?" tanya Andi
" Boleh om, " jawab Rendi dan bangkit dari duduknya mengikuti Andi
" assalamualaikum " salam Anton yang baru saja datang
"Wa'alaikum salam... Bagaimana pah ?" tanya Latifah
" Wulan harus segera di operasi bu " Anton
" Kalau memang itu yang terbaik tidak apa-apa Latifah" Intan berusaha mensupport Latifah.
" Terus dimana yang lainnya Bu ? " Anton
" Damar lagi ganti baju, Andi sama Rendi lagi ke mushola yah " Latifah
" Ya sudah ayah akan susul mereka " Anton
*****
" Latifah kita bergantian sholatnya ya, " Intan yang terlebih dahulu melaksanakan solat
" Iya terimakasih Intan selama ini kalian selalu membantu kami " jawab Latifah
" Sudah seharusnya Latifah kita saling menolong " sahut Intan tersenyum lalu ke toilet untuk mengambil wudhu .
Jangan lupa like,vote dan komentar ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
MochiChangsubie
si Anggi benar" tkg bohong, dia yg nabrak malah bilang kalo mobilnya yg ketabrak😤
2021-01-10
1