Di atas pohon Wulan mengayunkan kakinya, menikmati angin yang berhembus.
" Dek minum dulu " Tawar Damar mengulurkan termos kecil
" Inikan minumnya Mas Damar, punya Wulan masih di bawah " Wulan
" Udah yang ini saja, biar nanti mas pakai tutupnya aja," Damar
" Tapi ini bekas Wulan loh mas, " Wulan
" Kemarin kamu juga makan es krim bekas sendok mas dek, "Damar
" Hah, " Wulan terkejut karena ia tidak pernah memakai bekas orang lain.
" Sudah ini makan, tadi ibu yang siapin bekal makanan ringan" Damar mulai membuka kotak bekal yang ia bawa. Sejenak mereka menikmati bersama.
" Mas coba lihat disana, kalau Mas Damar ada di sana apa mungkin Wulan bisa bertemu dengan Mas Damar lagi ?" tanya Wulan sambil menunjukkan ke arah nan jauh dan hanya terlihat atap rumah yang terlihat kecil.
" Degh "hati Damar tersentuh dengan pertanyaan Wulan, teringat ia akan pergi jauh.
" Mungkin bisa, di dunia ini apa yang enggak mungkin. Temui aku dengan doa dek, karena doa di sepertiga malam bagai anak panah yang melesat tepat pada sasaran." jawab Damar
" Apa benar mas ?" tanya Wulan kembali
"Coba saja " jawab Damar santai sambil memetik cengkeh.
"Baik Wulan akan mencobanya, jika suatu saat nanti Wulan jauh dari Mas Damar." sahut Wulan dengan pandangan lurus . Di situasi seperti ini Damar mengambil ponselnya untuk mengambil foto Wulan dari arah samping. Terlihat wajah yang tenang, bibir tipis, bulu mata lentik, hidung mancung dan anak-anak rambut yang tertiup angin.
" Lagi ngapain mas ?" tanya Wulan
" Oh enggak ini lagi ambil foto pemandangan disana " kilah Damar yang telah mengambil beberapa gambar.
" Ayo dek isi karungnya, " ajak Damar yang sudah mulai lagi memetik cengkeh
" Lihat bunga ini dek, " Damar memegang bunga cengkeh yang mekar berwarna merah lalu di berikan ke Wulan.
" Cantik ya mas " jawab Wulan.
" Iya cantik ... cantik seperti kamu dek, tapi cantik saja tidak cukup dan akan lebih cantik lagi jika hidup kita berguna untuk orang lain " ucap Damar tersenyum. Mendengar ucapan Damar Wulan tersipu.
" Kamu benar mas " Jawab Wulan singkat
Anton melihat Damar dan Wulan dari bawah pohon." Mereka masih sama seperti dulu" batin Anton tersenyum simpul. Ayah Wulan tidak setiap hari ke Kebun hanya pada saat tertentu saja. Biasanya Ayah Wulan mengerahkan Kebun ke Pak Amir atau Mang Ujang, Anton lebih fokus ke bagian kantor.
" Pak Amir tolong petikka kelapa muda, pohon yang atas ya pak " perintah Anton
" Baik pak" jawab Pak Amir
Sinar matahari sudah menyengat kulit tandanya jam sholat Dzuhur akan datang. Semua pekerja bersiap siap untuk turun bukit begitu pula dengan Damar dan Wulan.
" Dek karungnya sudah penuh yuk kita turun " Damar
" Iya mas, kotak bekalnya biar Wulan yang bawa" Wulan
" Oke, ladies first" ucap Damar menyuruh Wulan untuk turun terlebih dulu. Ketika Wulan sudah sampai di bawah kini tinggal Damar yang menyusul dari atas. Wulan melihat Damar turun ke bawah.
" Lihat dek mas loncat ya, awas dek mas mau lempar karungnya dulu " Damar sudah dengan posisi jongkok akan meloncat dari atas pohon yang tidak terlalu tinggi.
" Ayo mas satu, dua, tiga " Wulan menghitung di hitungan ke tiga Damar loncat dari atas pohon namun nahas bajunya sempat tersangkut di anak cabang, membuat baju Damar robek di bagian belakang.
"Baju kamu mas " ucap Wulan melihat baju Damar robek di bagian belakang
"Oh enggak apa-apa dek, cuma baju " Damar
Kini mereka memakan buah kelapa muda yang tadi di petik oleh Pak Amir. Airnya kepala rasanya seperti soda dan daging buah yang terasa manis. Tiba saatnya pulang untuk turun dari bukit, butuh kewaspadaan walaupun jalan tidak terlalu curam.
" Hati - hati dek" ucap Damar mengulurkan tangannya Wulan pun menyambut tangan Damar. Melihat perhatian Damar, Anton semakin percaya kalau Damar bisa menjaga putrinya kelak.
Sampainya di rumah Damar mulai mencetak foto Wulan di ruangan khusus dengan lampu kamar berwarna merah redup Damar menggantungkan foto hasil jepretannya. Dilihatnya satu persatu untuk bahan ia melukis besok dipilihlah foto Wulan yang ia foto di atas pohon.
Keesokan harinya dimana kelas Damar mendapatkan tugas untuk membawa alat lukis.
"Pagi anak-anak sekarang kita belajar melukis, silahkan membawa peralatannya ke ruang seni " ucap Pak Raka
"Pagi pak ..." jawab siswa siswi dikelas
Semua berbondong-bondong membawa perlengkapan lukis milik masing-masing termasuk Damar. Damar duduk di sebelah Dafa dan tidak lupa membawa hasil jepretannya untuk mengingat sketsa wajah Wulan.
" Oke anak-anak silahkan mulai saya ingin tahu dari keterampilan tangan mengahasilkan seni yang diciptakan dari tangan kalian sendiri " Pak Raka
" Saya beri waktu empat puluh menit dari sekarang " imbuh Pak Raka.
" Baik pak" jawab semua murid yang sudah siap melukis
Damar dengan segera memulai ia tidak ingin hasilnya mengecewakan. Karena setelah selesai, lukisannya akan ia berikan ke Wulan. Dafa melirik hasil Damar yang masih abstrak, tapi dengan melihat Damar memegang foto Wulan, Dafa sudah tahu apa yang akan di buat Damar.
" Damar aku kalah, silahkan kamu ambil Wulan dari hati ini aku yakin kamu pasti menyayanginya lebih dari apapun" batin Dafa mengalah karena ia tahu jika dibandingkan dengan Damar ia tidak mampu bersaing dengannya.
Empat puluh menit berlalu, Damar sudah selesai sebelum waktu habis. Ya karena Damar suka dengan seni lukis membuatnya terbiasa memainkan kuas.
" Bagi yang sudah selesai silahkan bawa ke depan " perintah Pak Raka. Damar pun maju ke depan untuk melihatkan hasil karyanya.
" Ini pak " ucap Damar
"Wah karyamu sangat bagus nak, semoga kelak bisa membuka galery " puji Pak Raka
" Aamiin pak" Jawab Damar tersenyum
" Silahkan boleh istirahat " ucap Pak Raka
" Pak saya boleh ambil gambarnya, mau saya berikan ke seseorang? " Damar
" Oh silahkan boleh .." Pak Raka
"Terimakasih pak" jawab Damar dengan senyum ramahnya dan kembali untuk membereskan peralatannya.
" Huuusst gue duluan Daf ..." pamit Damar
" Oke mar ..." Dafa
Damar pergi meninggalkan pelajaran seni yang telah usai di jalan menuju kelas ia bertemu dengan Wulan.
" Sangat kebetulan sekali." batin Damar
" Dek ..." panggil Damar melihat Wulan jalan tertunduk memainkan ponselnya.
" Eh Mas Damar ... " Wulan pun mengangkat wajahnya
" Ini buat kamu, kalau lagi jalan jangan main HP " ucap Damar menyerahkan lukisan wajah Wulan dan berlalu pergi.
" Apa ini, dasar enggak jelas " gumam Wulan. Wulan mulai membuka kertas yang diberikan oleh Damar.
" Wah .... berarti orang yang di maksud kemarin " Hati Wulan bersorak kegirangan mengingat ucapan Damar saat menemani Damar membeli peralatan lukis.
Di rumah Anggi
" Ahhh rasanya bosan sekali enggak masuk kelas ini semua gara-gara Wulan ! " teriak Anggi di dalam kamarnya.
" Lebih baik aku cari udara segar, makan es krim sepertinya enak" ucap Anggi sambil beranjak dari tempat tidurnya bergegas mencari kunci mobil milik ibunya.
" Mau kemana ? " tanya Rani singkat
" Mau beli es krim bu, pinjam mobilnya" ucap Anggi seraya mengambil kunci mobil.
" Jangan buat ulah lagi !" sahut Rani dengan penuh tekanan.
"Yaaaa" jawab Anggi malas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
MochiChangsubie
Waduh takut si Anggi buat ulah lagi😁
2021-01-10
1