PENGKHIANATAN BADRANAYA
Pengkhianatan itu ibarat lumut yang tumbuh di sela-sela bebatuan menyelusup dan tumbuh lalu secara perlahan menghancurkan. Setelah lima belas hari menempuh perjalanan berat, melewati perbukitan Kethileng dan pegunungan Mahameru di sebelah selatan akhirnya Santika dan Ki Badra sampailah di batas wilayah kademangan Merden dan Kademangan Wanasepi. Kedua kademangan dibatasi sebuah sungai yang sangat terkenal paling berbahaya di pulau jawa, namanya sungai Kalikidang.
Untuk mencapai wilayah Demang Wanasepi, mereka harus menyeberangi sungai yang cukup lebar dan berarus deras itu. Santika berdiri mematung, mempelajari bentang alam di sekitar sungai. Sementara Badranaya berdiri di belakangnya. Dari atas tebing yang cukup tinggi mereka mengamati keadaan di sekitar sungai yang dipenuhi bebatuan tajam.
“Ini adalah Kalikidang, sungai yang paling berbahaya di pulau Jawa,” ujar ki Badra.
Santika mengamati dengan seksama setiap sudut sungai itu.
“Bagimana caranya agar kita bisa menyeberangi sungai ini dengan selamat ki?”
Ki Badranaya menggelengkan kepalanya. Mendadak wajahnya menyeringai, bibirnya tersenyum penuh kemenangan.
“Kau tidak akan selamat Santika. Karena takdir kematianmu ada di sungai ini.”
Santika terkejut mendengar kata-kata ki Badra. Belum sempat berpikir, tiba-tiba ki Badra menendang keras tubuhnya sambil membenamkan cakar beracunnya ke tubuh Santika. Lurah Jalatunda itu masih sempat menangkis serangan tapi tubuhnya tetap terdorong jatuh dari ketinggian.Tubuh Santika meluncur deras ke arah bebatuan curam yang ada di dasar sungai. Dia sempat menoleh ke atas melihat wajah Badranaya yang nampak tersenyum puas.
Keparat! Ternyata Badranaya adalah musuh dalam selimut.
Hm, wajah pengkhianat yang tidak pantas dia lihat di akhir hidupnya. Selamatkan aku Tuhan, batinnya.
Matanya dipejamkan. Sesaat lagi kepalanya akan hancur membentur bebatuan itu. Begiu banyak penyesalan dalam hidupnya yang mendadak muncul di saat-saat kematiannya.
Wajah Miryam menghantui pikirannya, gadis yang dicintainya itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Wajahnya seperti marah dan kecewa. Dasar laki-laki pengecut dan bodoh. Mengapa dia tidak mendampinginya saat Miryam mendapatkan musibah. Rasa sesal itu begitu menggumpal dalam hatinya. Melewatkan kesempatan untuk bersama hingga tak tahu dimana Miryam kini berada.
“MIRYAAM!!!” teriaknya keras sekali.
BUK!
Matanya terbuka, menatap bebatuan runcing yang tumbuh ke atas, persis menunjuk ke arah jantungnya. Namun malaikat maut sering memberikan keberuntungan. Sebelum sampai ke dasar sungai tubuhnya menabrak dahan pohon waru yang menjorok keluar dari tebing. Dahan itu menekuk ke bawah kemudian melentingkan tubuhnya ke tengah sungai yang cukup dalam.
BYUR!
Tubuhnya jatuh tenggelam di bagian sungai yang dalam. Sesaat dia kehilangan kendali tapi kemudian dia tersadar. Santika berpikir cepat, dia menahan nafas dan tidak muncul ke permukaan sungai untuk beberapa saat. Tangannya cekatan menangkap seekor ikan yang melintas kemudian di pelintirnya hingga terpotong menjadi dua. Darahpun menyembur memenuhi permukaan sungai.
Dengan berpegangan bebatuan sungai dia berjalan menjauh dari tempat dia jatuh. Sampai di tempat yang tersembunyi, dia memunculkan wajahnya di permukaan air untuk menghirup udara. Nampak Badranaya masih memperhatikan permukaan air sungai yang warnanya berubah menjadi merah darah.
‘Aku yakin Santika sudah mati,’ pikirnya.
‘Mungkin tubuhnya tersangkut bebatuan di dasar sungai. Biarlah tubuhnya membusuk menjadi santapan hewan-hewan penghuni sungai.’
Badranaya tersenyum puas. Dia merasa telah berhasil menuntaskan dendamnya kepada Santika yang telah membunuh puteranya. Dia juga merasa senang karena telah berhasil menyingkirkan salah satu saingan terberatnya dalam memperebutkan cinta Miryam. Dengan langkah ringan dia berjalan meninggakan tempat itu dan kembali ke desa Jalatunda.
Setelah kepergian Badranaya, Santika keluar dari persembunyiannya. Dengan menahan rasa sakit, dia berjuang melawan arus untuk menyeberangi sungai Kalikidang. Badranaya keparat! Tak henti-hentinya Santika megunpat. Dia juga menyesali kebodohannya yang telah tertipu mulut manis manusia pengkhianat itu.
Walaupun tidak sampai masuk ke dalam saluran darahnya namun racun Badranaya sempat menggores kulitnya. Rasanya sangat panas dan melemahkan daya tahan tubuhnya. Santika berusaha sekuat tenaga agar tetap sadar dan berjuang sampai ke seberang. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya akhirnya Lurah muda itu berhasil mencapai tepian sebelum menjatuhkan diri diatas batu gepeng yang cukup besar.
“Badranaya pengkhianat!!” teriaknya keras sebelum jatuh dan tak sadarkan diri.
***
“AARGH!!”
Terdengar suara auman naga yang sangat keras. Aromanya menyuarakan kesedihan, kemarahan, kekecewaan, dendam dan pengkhianatan. Bumi bergetar hebat, angin berkesiur gelisah menyapa dedaunan, langit mendadak dinaungi awan tebal yang membuat keadaan hutan menjadi gelap seperti malam.
Lalu tanah di hutan Kecipir terbelah menjadi dua, suaranya bergemuruh diiringi suara petir dan kilat yang menggelegar sambung menyambung.
JELEGER!!
Lalu keluarlah ekor ular naga raksasa diikuti tubuh dan kepalanya. Lehernya ada dua yang terjulur tapi yang satunya tanpa kepala. Inilah sosok Nyai Nagabadra isteri dari ki Nagabadra atau Badranaya.
“Badranaya!! Jahanam! Beraninya kau mengkhianatiku!” teriak nyai Nagabadra Wajahnya begitu mengerikan seolah ada dendam yang ingin dilampiaskan. Suaminya yang begitu dia percaya telah jatuh cinta dengan manusia. Dan melupakan kematian puteranya.
Rupanya Nyai Nagabadra sudah mengetahui pengkhianatan yang telah dilakukan oleh suaminya. Betapa sakit dan marahnya hati naga betina itu. Setelah putera satu-satunya dibunuh, sekarang suaminya malah mencintai manusia berdarah Jalatunda yang seharusnya dibunuhnya.
‘AARGH!!”
Teriakannya semakin keras. Lalu dia mengamuk sejadi-jadinya. Semua pepohonan yang tumbuh tinggi menjulang dirobohkannya. Dengan sabetan ekornya, pohon-pohon raksasa itu tumbang satu persatu. Saling tindih menindih. Menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Semua hewan penghuni hutan langsung berlarian menyelamatkan diri.
Setelah itu naga betina itu menyemburkan racunnya yang yang berwarna ungu kehitaman. Nyai Nagabadra memang tidak bisa menyemburkan api seperti suaminya, tapi dia memiliki racun yang lebih mematikan. Pepohonan yang terkena racunnya langsung berubah warnanya menjadi gosong seperti habis terbakar api.
“Tunggulah sampai kau kembali Badranaya, aku akan menghabisimu!” teriaknya lagi.
Lalu suaranya berubah menjadi lolongan tinggi seperti tangisan serigala di bulan purnama. Suaranya terdengar begitu menyayat hati. Siapapun yang mendengarnya akan merinding bulu kuduknya.
“HUUU…HUUU..HUUU…”
Suara itu berkumandang ke seantero hutan. Menelusup bersama angin malam, yang terus berkesiur gelisah, menggesek dedaunan. Menimbulkan suara mistis dan penuh ancaman. Jangan menanyakan luka pada hati perempuan yang dikhianati, karena jawabannya adalah kematian.
Namun suara tangisan Nyai Nagabadra mendadak berhenti. Matanya yang berwarna merah terang melihat sosok makhluk aneh merangkak keluar dari timbunan pepohonan.Diamatinya dengan seksama. Makhluk itu dapat berdiri diatas dua kaki dan memiliki dua tangan. Sosoknya seperti manusia, tapi mengapa seluruh tubuhnya berwarna hitam seperti arang? Makhluk itu kemudian duduk menggigil seperti ketakutan melihatnya.
“Siapa kamu?” tanya naga raksasa itu.
Nyai Nagabadra tersentak kaget. Dia mencium bau manusia sekaligus aroma siluman seperti dirinya. Hah? Ini manusia apa siluman?
Terimakasih berkenan membaca karyaku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Little Peony
Semangat selalu Thor ✨✨✨✨
2021-08-30
2
Nona Bucin 18294
maaf kak baru mampir
2021-05-31
1
Fira Ummu Arfi
💙💙💙💙💙
2021-05-17
2