KEN DARSIH
Guru yang baik selalu bisa menginspirasi murid-muridnya, memberi mereka imajinasi, mengilhami dengan kata-kata bijak, dan mengajari mereka dengan penuh rasa cinta.
Dan pada hari yang ditentukan, Gutun dan Daningrum dinikahkan oleh Eyang Senthir. Dalam upacara pernikahan yang sederhana mereka mengucapkan janji suci untuk hidup bersama. Sumpah dan janji itu diucapkan di depan api abadi, hanya di saksikan oleh sahabat mereka Tusin.
“Kalian sekarang sudah menjadi suami isteri. Hiduplah dengan saling memahami dan menerima kekurangan. Karena disitulah letak kebahagiaan,” nasehat sang Acarya.
Gutun dan Daningrum berjongkok mencium kaki Acarya. Tampak air mata Daningrum mengalir tiada henti. Mereka adalah anak-anak yatim piatu yang diselamatkan Acarya dari kerasnya kehidupan. Tak ada cinta yang mereka rasakan lebih besar kecuali cinta yang diberikan Acarya.
“Pergilah kalian ke bukit Grilangan, dan tinggallah disana,” perintah sang Acarya. “Gutun, kau adalah pemimpin bagi isterimu. Lindungi dia sepenuh hidupmu.”
Gutun menganggukkan kepalanya. Direngkuhnya bahu isterinya dengan erat.
“Dengan restumu guru, kami akan berangkat menuju bukit Grilangan untuk menempuh kehidupan yang baru,” kata Gutun saat berpamitan.
Eyang Senthir mengangguk-anggukkan kepalanya. Kesedihan juga merambati hatinya. Cantrik-cantriknya adalah anak-anaknya juga. Sesuai perintah sang Guru, mereka tinggal di kaki perbukitan Grilangan. Untuk menyambung hidup Gutun menjadi petani dan pencari ikan di sungai Tambra. Dengan penuh tanggung jawab Gutun ikut merawat kehamilan Daningrum hingga saat jabang bayinya harus lahir ke dunia.
***
Pagi yang mengerikan. Tiba-tiba saja cuaca berubah. Matahari yang bersinar terang di pagi hari itu mendadak berubah menjadi gelap. Awan hitam nampak menggelayuti langit di atas bumi Jalatunda. Angin topan bertiup kencang merobohkan pepohonan. Burung-burung beterbangan kesana kemari seolah kehilangan arah. Binatang-binatang di hutan pun keluar dari sarangnya dan berlari tanpa tujuan. Rasanya badai yang dahsyat akan menyapu bumi Jalatunda. Semua penduduk merasa ketakutan bersembunyi di dalam rumahnya masing-masing. Dalem Kelurahan juga nampak limbung karena tanah yang bergetar.
“Ada apa ini? Oh, Dewa jagad batara, lindungilah kami,” doa Lurah Santika dalam hati.
Eyang Senthir yang sedang khusyuk bersemedi pun membuka matanya. Hembusan angin membuat benda-benda keramat di Sanggar Pamujan berjatuhan. Beberapa arca persembahan jatuh dan pecah berantakan. Bahkan api abadi yang selalu menyala di tengah altar pemujaan pun mendadak padam.
“Daningrum,” gumamnya.
Seperti ada yang mengabarkan kepada Acarya bahwa Daningrum sudah saatnya melahirkan. Dengan membawa beberapa lembar kain dan obat-obatan, dia bergegas pergi ke bukit Grilangan, menuju rumah Daningrum. Seperti melayang, tubuhnya berkelebat cepat menembus lebatnya pepohonan hutan. Hujan badai yang begitu dahsyat tak menghambat perjalanannya. Bahkan baju yang dikenakannya juga tidak basah sama sekali.
“Aduh kenapa perutku sakit sekali,” keluh Daningrum. “Apa aku akan melahirkan?”
Perutnya serasa semakin melilit. Padahal di rumah tidak ada siapapun. Sejak dini hari suaminya sudah pergi menjala ke sungai Tambra. Ah, dia tahu dia harus berjuang sendiri.
Akhirnya dia membaringkan tubuhnya. Di tariknya nafasnya dalam-dalam, lalu ditekannya janin yang ada dalam rahimnya. Detik-detik kelahiran sang buah hati kian mendekat. Daningrum mulai merasakan gerakan-gerakan lembut di dalam perutnya. Rupanya si jabang bayi sudah tidak sabar lagi ingin melihat dunia. Gerakannya semakin lama semakin cepat. Kalau ada dukun bayi yang menolongnya pasti akan tahu bayi Daningrum bukan manusia biasa.
Sementara di tepi sungai, Gutun juga merasakan perubahan cuaca yang luar biasa. Diamatinya awan hitam yang menutupi langit Jalatunda.
“Perasaan tadi pagi, cuaca baik-baik saja. Kenapa sekarang berubah?”
Dia jadi teringat Daningrum yang sedang hamil tua. Rasa khawatirnya yang tinggi membuat dia segera mengemasi peralatan jaringnya. Bergegas dia berjalan kembali ke rumahnya. Namun nampaknya itu bukan hal yang mudah, karena tiba-tiba badai menyerang dengan dahsyatnya diiringi hujan dan petir yang menggelegar. Dia berusaha melawan kekuatan angin dengan berlari di sela-sela pepohonan besar.
Jeleger!
Di atas pembaringan, Daningrum menahan rasa sakitnya. Dia harus berjuang sendirian melahirkan sang jabang bayi, tanpa suaminya disampingnya. Dia baringkan tubuhnya senyaman mungkin. Sekali lagi ditariknya nafasnya dalam-dalam. Lalu tangannya mencengkeram sisi ranjang sambil menghempaskan nafasnya kuat-kuat.
Hugft!
Oaa..oaa..oaa..!
Jeleger!
Kelahiran bayi Daningrum diiringi suara petir yang menggelegar sangat keras. Kilat memancar dari langit yang hitam. Badai semakin kencang menghatam benda-benda apapun yang menghalanginya. Hujan lebat bagai tertumpah ke bumi.
Gutun terus berlari dan melompat kesana kemari menghindari pohon-pohon yang bertumbangan. Malang tak dapat ditolak, sebatang pohon besar tumbang menimpa Gutun yang sedang berjuang untuk pulang. Tubuhnya jatuh ke jurang dan dihanyutkan air sungai Tambra yang deras. Suami Daningrum itu tenggelam tepat di saat bayi yang dikandung isterinya lahir.
Eyang Senthir yang datang terlambat langsung mengangkat bayi yang baru lahir itu. Dengan lembut di bersihkannya cairan darah yang membasahi seluruh tubuh si jabang bayi, lalu dia potong tali pusarnya. Bayi ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Tubuhnya terus meronta dan hampir lepas dari pegangan Acarya.
“Owh tenanglah anakku” katanya.
Mulutnya berdesis membaca doa-doa. Eyang Senthir memahami kalau bayi yang dipegangnya adalah setengah siluman. Dipandanginya wajah bayi perempuan itu dalam-dalam. Dibukanya tabir kekuatan yang menyelubungi tubuhnya. Dia tidak ingin ayah si jabang bayi mengetahui kelahiran anaknya.
“Aku akan memberimu nama Ken Darsih, gadis yang ulet dan tangguh,” ucapnya.
Lalu dibaringkannya bayi itu dipelukan ibunya. Daningrum nampak sehat walaupun sedikit kelelahan.
“Apa kau merasa baik-baik saja Daningrum?”
Daningrum mengangguk. Rasa bahagia melihat jabang bayinya membuatnya sudah lupa dengan rasa sakitnya. Diciumunya bayi perempuan itu dengan penuh kasih sayang.
“Aku hanya mengkhawatirkan suamiku. Aku punya perasaan yang tidak enak Guru.”
Sang Acarya tersenyum, mencoba menenangkan hati Daningrum. Walaupun di dalam hatinya dia mempunyai firasat yang buruk juga.
***
Nun di sebuah gua yang gelap dan lembab ada yang terbangun dari tidurnya. Mulutnya mendesis gelisah. Mendadak telinganya mendengar seperti ada suara bayi yang memanggil namanya. Kepalanya berputar-putar, seperti sedang mencari sumber suara.
“Oaaa! Oaaaa!”
“Anakku,” gumamnya seperti tak percaya. Dia langsung berdiri, “Anakku! Anakku!”
Badranaya melompat keluar dari gua. Bola matanya liar menatap kesana kemari. Ah, suara itu begitu dekat. Tapi kemudian menghilang. Rupanya doa-doa Eyang Senthir berhasil memutus hubungan batin antara anak yang setengah manusia dan ayahnya yang siluman.
‘Hrgh ssshhh…benar dugaanku. Ada yang menyembunyikan Miryam tidak jauh dari sini,’ batinnya.
Tapi siapa? Kalau Acarya yang menyembunyikannya, masa Lurah Santika sampai tidak tahu keberadaan Miryam. Padahal dia selalu mencari dan menanyakan Miryam kepada Acarya. Badranaya terus mencari tahu dimana Miryam dan jabang bayinya berada.
Terimakasih berkenan membaca karyaku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Cahaya
Semangat Thor
2021-08-29
1
Nona Bucin 18294
sukses dan sehat selalu teman 👍🥰🥰
2021-05-24
1
Fira Ummu Arfi
lanjutttttt
2021-05-10
2