KEBENARAN YANG DISEMBUNYIKAN
Jangan pernah menyembunyikan kebohongan karena kebenaran akan selalu menemukan jalannya seperti bayangan selalu menemukan pemiliknya saat matahari beranjak pergi. Di dalam ruangan yang cukup luas, Panembahan Somawangi duduk terdiam. Di depannya, tubuh Miryam terbaring lemah. Desah nafasnya terdengar pelan mengalun.
“Rupanya gadis ini sedang mengalami penderitaan lahir dan batin. Tubuhnya penuh luka, dan jiwanya penuh lara,” kata Panembahan dalam hatinya. “Aku harus menolongnya.”
Diamatinya wajah Miryam dengan seksama. Sepanjang hidupnya, Panembahan Somawangi baru kali ini bertemu dengan perempuan secantik Miryam. Sepanjang hidupnya pula, dia selalu bermimpi untuk bersanding dengan bidadari. Rupanya Dewata mewujudkan impinya. Mempertemukannya dengan manusia secantik bidadari.
“Aku akan membuatmu melupakan semua penderitaan dalam hatimu. Aku akan menyembuhkan segala luka-lukamu,” batinnya lagi.
Lalu tangan sang Panembahan menyentuh ujung kepala gadis malang itu. Mengalirkan hawa sejuk yang mengalir lewat ubun-ubun kepala Miryam. Perlahan hawa sejuk itu merasuk ke dalam saluran darah kemudian meresap ke dalam urat-urat nadi dan syarafnya. Memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Luka-lukanya menjadi sembuh, jaringan urat yang rusak pun kembali normal, termasuk selaput keperawanannya. Ajaib, Miryam kembali menjadi gadis suci yang masih perawan. Dia tidak akan pernah tahu kalau dirinya pernah diperkosa siluman ular bahkan sempat mengandung janinnya.
“Hmmhh..” perlahan tubuhnya menggeliat lalu matanya mulai terbuka.
Bola matanya berputar menatap langit-langit kamar. Sesaat dia terhenyak. Rasanya dia tidak berada di kamarnya sendiri. Bola matanya kembali berputar, menatap dinding kamar. Jelas dia tidak berada di rumahnya sendiri.
”Dimana aku?” bisiknya.
Lalu perlahan dia bangkit dari pembaringannya. Betapa terkejutnya dia saat melihat ada seorang kakek sedang duduk menatapnya.
“Siapa kakek?” tanya Miryam. Aneh, tubuhnya terasa sangat segar.
“Aku Panembahan Somawangi.”
Hah? Panembahan Somawangi? Mulut Miryam terbuka, tak menyangka dia bertemu sosok pemimpin tanah perdikan Somawangi yang termasyhur itu.
“Maksudmu kau adalah pemimpin tanah perdikan Somawangi?” Miryam nampak bingung.
Sang Panembahan menganggukkan kepalanya. Miryam menjadi sungkan. Tapi bagaimana ceritanya dia ada di Somawangi. Padahal tadi sore dia sedang mencuci baju di sungai Tambra. Apa dia sedang bermimpi? Lalu dia mengusap-usap matanya. Setelah itu memandang Panembahan penuh tanya.
“Apa yang terjadi Panembahan?”
“Ceritanya panjang. Nanti aku akan menceriterakannya padamu.”
Miryam mengernyitkan keningnya. Dia semakin bingung dengan jawaban Panembahan.
“Lalu kenapa aku ada disini?”
Panembahan tersenyum. Semakin bingung wajah Miryam semakin menggemaskan.
“Aku yang membawamu kesini.”
Miryam terhenyak. Hah? Panembahan yang membawa dirinya ke rumah ini?
“Un..untuk apa?” tanya Miryam dengan suara tertahan.
Panembahan tidak langsung menjawab pertanyaan Miryam. Dia malah menanyakan nama gadis itu.
“Namamu Miryam kan? Puteri ki Jogoboyo?”
Miryam menganggukkan kepalanya. Apakah Ayah yang mengijinkan Panembahan membawanya ke Somawangi?
“Apa kau mengenal ayahku?”
Panembahan mengangguk.
“Apakah kau bertemu dengannya sebelum membawaku?”
Panembahan mengangguk lagi. Miryam mulai tidak suka dengan sikap Panembahan.
“Lalu apa tujuannya kau membawaku kemari?”
“Untuk kujadikan isteriku,” jawab Panembahan pendek.
“Apa!” Miryam tersentak kaget.
Rasa marah timbul di dalam hatinya. Dasar orang tua sombong!
“Kurang ajar!” katanya sambil berdiri. Bergegas dia melangkah keluar dari kamar.
“Ayahku tidak mungkin mengijinkan aku menjadi isterimu. Akan aku adukan kelakuanmu pada ayahku.”
“Ayahmu sudah mati,” sahut Panembahan datar. Suaranya begitu dingin.
Sontak Miryam menghentikan langkahnya. Berbalik kembali dan menatap tajam sang Panembahan. Kali ini kemarahannya benar-benar mencapai puncaknya.
“Jaga ucapanmu orang tua.. Berdoalah agar kematian tidak mendekatimu!” teriaknya.
Kali ini sikap Panembahan sudah keterlaluan. Bagaimana mana mungkin ayahnya meninggal, padahal kemarin baik-baik saja.
Panembahan terdiam melihat kemarahan Miryam, tapi tangannya menunjuk kotak kayu yang berada di sudut kamar.
“Jangan tergesa-gesa untuk pergi. Bukalah kotak itu.”
Miryam memandang kotak itu. Sebenarnya dia ragu, namun sesuatu di dalam hatinya mendorong kakinya mendekatinya. Dengan tangan gemetar dan penuh rasa ragu dia membuka penutupnya. Begitu melihat isi dalam kotak, tubuhnya bergetar hebat.
“A..ayah?”
Matanya melotot seolah memastikan bahwa benda yang berada di dalamnya adalah potongan kepala ki Jogoboyo, ayahnya sendiri.
“A.Ayah,” suaranya terdengar parau. Lalu tubuhnya menjadi lunglai dan jatuh pingsan.
***
Kesedihan langsung menyergap batinnya. Berhari-hari Miryam menangisi kepergian ayahnya. Satu-satunya orang yang menyayanginya mendadak pergi begitu saja. Masih teringat wajah ki Jogoboyo saat terakhir berpamitan kepada Miryam untuk pergi ke Kelurahan bersama Santika. Saat itu keadaan ayahnya baik-baik saja.
Panembahan Somawangi dengan setia menunggunya di dalam kamar.
“Katakan padaku Panembahan, siapa pelakunya?” suara Miryam begitu berat.
“Orang yang sama yang kau lihat saat kau mencuci baju sore itu.”
Miryam mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat sesuatu. Ya, sore itu dia melihat sosok orang tua yang memandanginya di sungai. Setelah itu dia tidak ingat apapun.
“Ya aku ingat. Tapi, apa hubungannya dengan ayahku?”
“Sepulang dari Kelurahan, ayahmu menyusulmu ke sungai. Lalu dia melihat ada orang yang berniat jahat kepadamu. Mereka terlibat perkelahian, tapi ayahmu dapat dikalahkannya” sambung Panembahan. “Aku melihat orang itu mencabut kepala ayahmu dari tubuhnya.”
“Kau melihatnya?”
“Ya. Kebetulan aku sedang lewat. Aku bersembunyi dan saat dia lengah karena kelelahan, aku mengambil kepala ayahmu dan membawa tubuhmu kemari.”
Tapi Miryam tidak mau percaya begitu saja, karena dia merasa banyak kejanggalan.
“Kenapa kau tidak melaporkannya ke Kelurahan?” ucapnya tajam.
“Orang itu sangat sakti. Aku dengar Lurah Rekso juga tewas saat melawannya. Lalu dia membakar habis orang-orang Jalatunda dengan kekuatan api yang keluar dari mulutnya.”
Miryam memandang wajah Panembahan dalam-dalam, meyakinkan dirinya bahwa cerita panembahan mengandung kebenaran.
“Maafkan aku Miryam.”
“Maaf untuk apa?”
“Aku tidak berhasil membawa jazad ayahmu kemari. Itu hal yang paling aku sesali.”
Miryam kembali berdiri.
“Aku akan menemuinya Panembahan. Aku harus menuntut balas kematian ayah.”
Panembahan memegang bahu Miryam. Serasa ada hawa sejuk yang meredam amarahnya. Membuat hatinya dingin kembali.
“Belum saatnya Miryam, atau kau hanya akan mengantar tubuh dan nyawamu sia-sia. Ingat, kalau kau ingin membalas dendam, maka kau harus hidup.”
Hm, benar juga kata-kata Panembahan. Miryam mengurungkan niatnya.
“Siapkan dirimu kalau kau sayang ayahmu.”
Miryam terhenyak dalam renungnya. Tak terasa air matanya kembali menetes. Ayahnya tidak akan tenang diatas sana, sebelum jazadnya menyatu dengan kepalanya.
“Tinggallah kau disini bersamaku. Aku bisa membantumu mengalahkannya. Tapi kau harus menuruti kata-kataku,” bujuk Panembahan.
Lalu Dia tersenyum saat melihat gadis itu mengangguk pasrah.
Ah kecantikan Miryam benar-benar sebuah kutukan. Sebagai salah satu panglima perang Mataram, seharusnya Panembahan Somawangi selalu menjunjung tinggi kejujuran. Bukannya menyembunyikan kebenaran, yang berlawanan dengan nilai-nilai luhur sebagai seorang ksatria. Cinta benar-benar telah membutakan hatinya.
Terimakasih berkenan membaca karyaku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Little Peony
Lanjut Thor
2021-08-30
1
Fira Ummu Arfi
likeeeeee
2021-05-10
2
👑Meylani Putri Putti
mai dong di balikan jd perawan lagi. tp ngak setuju deh klau si miryam menikah dengan aki2 .
aku mampir thor sori feed backnya lama kendala sinyal # ketika takdir menyatukan aku dan mereka. Nay
2021-04-15
1