RAHIM YANG TERTUKAR
Hati menumbuhkan cinta, sedangkan cinta membutakan hati. Terasa ada yang aneh pada tubuh Daningrum, cantrik Sanggar Pamujan. Semakin hari tubuhnya semakin gemuk. Perutnya juga semakin gendut. Selera makannya meningkat dua kali lipat, sehingga menghabiskan jatah makan cantrik-cantrik lainnya. Tenaganya juga semakin kuat. Dia mampu bekerja di dapur seharian tanpa mengenal lelah. Tidak seperti cantrik lainnya yang malah ogah-ogahan dan semakin malas.
Eyang Senthir juga merasakan keanehan itu. Semangat kerja para cantriknya menurun drastis. Mereka lebih suka tiduran di emperan daripada belajar membaca kitab.
“Mengapa rumput di belakang sanggar belum dipotong?” batin Eyang Senthir.
Kemudian dia mengamati lingkungan sekeliling Sanggar, sungguh sangat kumuh. Sampah berserakan dimana-mana. Eyang Senthir jadi heran. Ada apa ini? Apa anak-anak itu sudah tidak betah tinggal disini?
“Ada apa dengan kalian?” tanya Eyang Senthir.
Dipanggilnya dua cantrik yang sedang bermalas-malasan di teras belakang. Gutun dan Tusin hanya tertunduk. Sepertinya ada yang mereka tutup-tutupi.
“Apa ada rahasia yang aku tidak tahu?” desak Acarya.
Keduanya menggeleng bersamaan. Lalu saling pandang.
“Maafkan kami Acarya. Tubuh kami hanya merasa lemas saja,” jawab Tusin.
“Kami kelaparan. Daningrum mengurangi jatah makan kami,” sambung Gutun.
Eyang Senthir terperanjat. Bagaimana mungkin kedua cantriknya bisa kelaparan, padahal persediaan makanan cukup banyak di gudang.
“Apa beras di gudang sudah habis?”
“Tidak guru. Bukan itu masalahnya,” sahut Tusin.
“Kami merasa ada yang aneh dengan Daningrum. Beberapa bulan ini selera makannya mendadak bertambah. Tubuhnya juga semakin gemuk,” ujar Gutun.
“Walaupun sudah makan, kadang-kadang dia masih merasa lapar. Karena kasihan, akhirnya kami memberikan separuh jatah makan kami untuknya,” sambung Tusin.
Owh ya? Batin Eyang Senthir diliputi rasa heran. Karena penasaran dia bergegas menuju ke dapur. Baru saja kakinya masuk dapur, langkahnya langsung terhenti.
“Daningrum?” suara sang Acarya tertahan melihat pemandangan di depannya.
Nampak Daningrum sedang melahap sepiring penuh makanan. Padahal didepannya sudah ada tiga piring yang isinya sudah habis.
“Eyang guru?” Daningrum terbenyak.
Di bersihkannya mulut dan tangannya yang penuh sisa makanan. Rasa malu dan takut menggerayangi hatinya. Tubuhnya memang nampak lebih gemuk. Terutama perutnya, kelihatan membesar seperti perempuan yang sedang mengandung. Ah, kenapa ini luput dari penglihatanku, batin Acarya.
“Apa yang kamu lakukan anakku?” ujarnya.
Dipandanginya cantrik perempuan yang ada di sanggarnya itu dengan seksama.
“Jangan-jangan kamu sedang…” Eyang Senthir tidak meneruskan kata-katanya. Dia berjalan mendekati Daningrum dan meraba perutnya. Wajah sang Acarya langsung berubah.
“Astaga! Apa yang sudah kamu perbuat anakku?”
Daningrum nampak kebingungan menjawab pertanyaan Acarya.
“Siapa yang melakukan ini kepadamu?” tanya Eyang Senthir lagi.
Dengan jelas Eyang Senthir mendengar desah nafas dan detak jantung dari perut cantrik perempuannya itu. Ya, memang Daningrum sedang mengandung. Tapi kemudian mata batinnya menangkap keanehan-keanehan mistis yang menyelubungi rahim cantrik kesayangannya itu. Janin yang sedang dikandung Daningrum bukanlah manusia biasa.
***
Daningrum menangis sepanjang hari saat diberitahu kalau dia sedang mengandung. Padahal dia tidak pernah melanggar norma-norma yang diajarkan di Sanggar Pamujan.
“Ampuni aku guru. Sungguh aku tidak pernah berhubungan seorang laki-laki pun,” isak Daningrum.
“Sudahlah nduk, tenangkan hatimu. Kejadian ini memang di luar nalarmu,” hibur Acarya.
Eyang Senthir memang tidak menyalahkannya. Mata batinnya yang tajam dapat melihat ada kekuatan gaib yang memindahkan janin dari ibu kandungnya ke dalam rahim cantriknya itu. Dan yang bisa melakukan itu pastilah orang yang berilmu sangat tinggi. Dan dia tahu pasti siapa orang yang mampu melakukannya. Kebetulan dia baru saja menyambangi Sanggar Pamujan untuk menjemput jazad puteranya.
“Panembahan Somawangi, Ini semua adalah hasil perbuatannya.” ujar sang Acarya dengan nada marah.
“Pasti ada tujuan dari semua yang dilakukannya pada janin Miryam.”
Eyang Senthir tahu janin yang ada di dalam perut Daningrum adalah janin milik Miryam. Tapi dia harus merahasiakan ini rapat-rapat. Malam harinya dia memanggil dua cantrik lainnya Gutun dan Tusin. Dia menceriterakan tentang kehamilan Daningrum kepada mereka. Tentu saja berita ini mengejutkan mereka.
“Untuk menjaga nama baik Sanggar, aku minta salah satu dari kalian untuk menikahi Daningrum,” ujar Eyang Senthir kepada Gutun dan Tusin.
Gutun dan Tusin saling berpandangan. Nampaknya mereka enggan harus bertanggung jawab terhadap sesuatu yang bukan hasil perbuatan mereka.
“Mengapa kau tak menanyakan Daningrum siapa ayah bayinya, Acarya?” tanya Gutun.
Eyang Senthir memahami keengganan cantrik-cantriknya.
“Kehamilan Daningrum bukan karena perbuatan terlarang. Ini adalah ulah orang yang mampu memindahkan janin di dalam rahim satu perempuan ke rahim Daningrum.”
Hah? Tusin dan Gutun nampak terhenyak beberapa saat.
“Bagaimana itu bisa terjadi Guru?” tanya Gutun dan Tusin penasaran. “Siapa yang melakukannya?”
“Panembahan Somawangi,” sahut Acarya.
Mendengar nama Panembahan Somawangi, tubuh Gutun dan Tusin langsung bergetar. Mereka pernah bertemu dengannya, betapa auranya begitu kuat. Datangnya dan perginya seperti angin malam. Membawa kesejukan sekaligus ancaman.
“Mungkin Panembahan jatuh cinta kepada Miryam,” ucap Tusin.
Tapi kemudian dia menutup mulutnya, seperti menyesal. Eyang Senthir terhenyak. Panembahan Somawangi jatuh cinta kepada gadis belia seperti Miryam? Apa dunia sudah terbalik?
Tapi rasanya itulah satu-satunya alasan yang masuk akal mengapa Panembahan melakukan semua ini. Memindahkan janin Miryam dan membawa tubuhnya pergi ke Somawangi. Jelas dia tidak mau menanggung anak Miryam yang merupakan manusia setengah siluman.
Eyang Senthir menggeleng-gelengkan kepalanya. Terjawab sudah pertanyaan yang menghantui pikiranya selama berhari-hari. Rupanya hati Panembahan Somawangi telah dibutakan oleh cintanya kepada Miryam.
“Jadi sekarang kalian sudah paham. Daningrum hamil bukan karena perbuatan terlarang, tapi menjadi korban kebiadaban seseorang yang hatinya sedang dibutakan oleh cinta,” ujar Acarya.
“Maksud Eyang, Daningrum adalah perawan yang masih suci?” tanya Tusin antusias.
Eyang Senthir menganggukkan kepalanya.
“Daningrum masih perawan suci,” tegas sang Acarya. “Kehamilannya adalah perbuatan orang sesat yang dibutakan oleh cinta. Janin yang ada di dalam perutnya tumbuh di dalam rahim yang tertukar. “
Rahim yang tertukar? Gutun dan Tusin saling memandang kurang mengerti. Beberapa saat mereka duduk terdiam, berbicara dengan pikirannya sendiri.
“Saya bersedia menjadi suaminya Eyang,” sahut Gutun kemudian.
Eyang Senthir tersenyum lega. Dia melihat keikhlasan dan kerelaan di wajah Gutun.
“Kalau begitu, kita persiapkan segala sesuatunya. Ingat! Ini adalah rahasia kita, tidak boleh ada seorangpun yang mengetahui kebenaran cerita ini selain kita,” pesan Acarya.
Gutun dan Tusin mengangguk-anggukkan kepalanya. Bagi mereka, kehormatan Acarya ada diatas segalanya. Sebagai murid mereka siap menjalankan setiap perintah gurunya. Rasa cinta yang mendalam kepada sang guru dan Sanggar Pamujan membuat mereka rela mengorbankan segalanya bahkan hidup mereka sendiri.
Terimakasih berkenan membaca karyaku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Lizaz
Aku mampir lagi Thor
2021-07-03
1
Alana Alisha 🌻
suka narasinya... menarik
2021-06-09
1
Nona Bucin 18294
Keren gak alurnya gak bisa ditebak👍👍🥰
2021-05-24
1