Mataku memeriksa kesegala arah di mall ini. Takut, kalau ada orang kampus menemukan aku dan pak Aksara jalan berdua. Walaupun, kami punya alasan nantinya, tetap saja takut kalau ketahuan.
Pak Aksara sudah mengambil keranjang belanja. Kami tidak memakai troli belanja karena ini bukan belanja bulanan. Niat kami cuma beli buah-buahan dan sedikit kebutuhan rumah tangga seperti pasta gigi, sabun dan sampo yang sebenarnya masih ada di rumah.
"Ganti merek sabun yo, Mik." Pak Aksara sedang berada dideretan rak sabun.
"Kenapa? Sabun di rumahkan wangi," tentu saja aku menolak karena aku sudah menemukan sabun yang pas untukku.
"Pingin ganti yang ini. Kayanya sudah lama saya tidak mencium aroma ini." Dia menunjukkan sabun kesukaan kak Lila.
Pak Aksara masih gamon alias gagal move on sama kak Lila rupanya. Kak Lila dulu sering mengajakku belanja bulanan jika pak Aksara sedang sibuk, jadi aku paham betul sabun apa yang biasa kakakku beli.
"Ya sudah ambil saja, toh bapak yang bayar." Aku mencoba melempar senyum ke pak Aksara. Kamu enggak cemburu kan, Mik?
Sabun itu sudah berpindah tempat ke keranjang belanjaan yang dibawa oleh pak Aksara. Dia sudah jalan mendahuluiku.
"Saya nitip sabun ini." Aku tetap menggunakan sabun mandi merek biasa. Bukannya saya tidak mau mengalah, tapi kulitku sedikit kering setiap menggunakan sabun tersebut. Aku tidak mengada-ngada karena aku beberapa kali mencobanya. Kelembapan kulit manusia berbeda-beda karena kak Lila cocock-cocok saja menggunakan sabun tersebut.
Respon pak Aksara cuma diam saja melihatku menaruh barang belanjaan tersebut. Aku juga tidak bisa menjelaskan kenapa aku tetap menggunakan sabun tersebut.
Kami kembali jalan mengambil sampo dan pasta gigi dengan merek yang sama seperti di rumah. Sabun pakaian, aku hampir melupakannya.
"Enggak pakai pewangi sekalian?" tanya pak Aksara.
"Tidak perlu, kan nanti disetrika bajunya. Jadi beli parfum setrika saja." Menurut aku itu lebih irit dan efektif karena aroma pewangi pakaian akan kalah dengan parfum setrika.
Sekarang untuk yang terakhir kita pergi kebagian buah dan sayuran. Aku mengambil anggur dan apel sebagai buah favoritku. Pak Aksara membelinya lebih banyak dari biasanya. Kami tidak membeli sayuran karena ibu lebih suka beli sayuran di pasar.
Aku menyuruh pak Aksara mengantri terlebih dahulu di kasir. Belanjaan kami lumayan berat karena sabun-sabun.
"Kamu mau apa lagi?" tanya pak Aksara mencegahku untuk pergi.
"Ada satu barang yang tertinggal." Aku tersenyum kuda.
Aku melepaskan cengkraman pak Aksara di pergelangan tanganku. Sebenarnya agak malu sih, beli barang ini sama pak Aksara. Aku pergi mencari barang yang kucari.
Aku kembali ke antrian pak Aksara. Ternyata lelaki itu sudah berada di kasir dan sedang menghitung barang belanjaan. Aku segera menaruh barang tersebut di meja kasir.
"Mba hitung sekalian ya," kataku sedikit malu karena membawa sebungkus pembalut besar dihadapan pak Aksara.
Aku melihat ekspresi muka si kasir. Dia nampak bingung dengan kedatanganku.
"Dia istri saya, hitung sekalian saja mba." Pak Aksara menjawab kebingungan si mba kasir.
Aku melempar senyum canggung ke arah kasir. Aneh juga sih, kalau tiba-tiba datang dan meminta si kasir menggabungkan barang belanjaan tanpa permisi. Dia jadi mengira yang tidak-tidak kepadaku.
"Maaf pak, saya pikir." Ucapan si kasir terhenti karena pertanyaan pak Aksara.
"Berapa mba?"
Si kasir menyebut jumlah barang belanjaan kami. Aku rasa si kasir merasakan hal awkward.
Kami pergi meninggalkan tempat kasir setelah membayar belanjaan. Ternyata berat juga barang belanjaan kami. Makanya, pak Aksara menyerahkan plastik belanjaan ke aku.
"Lain kali, permisi dulu jangan asal nylonong." Kami sudah berada di tempat parkir.
Aku hanya diam mematung bersama brang belanjaan. Malu sih, untung ada pak Aksara yang menolongku.
"Sini, pasti kamu malukan?" Pak Aksara memintaku untuk mendekat ke arahnya.
Dia memeluk aku untuk mengurangi rasa malu. Aku juga merasakan kenyamanan saat berada di dalam pelukannya. Lelaki di samping aku ini sedanh tidak kerasukan kan? Kenapa dia baik banget.
"Pak berat," ucapku membuyarkan keromantisan di antara kami.
"Kenapa?" Dia melepaskan pelukan kami.
"Ini belanjaannya." Aku masih menenteng barang belanjaan yang semakin lama-semakin berat.
"Oh, sini." Dia meminta barang belanjaan.
Kami memakai helm dan keluar dari tempat parkir. Aku masih enggan memeluk pak Aksara, jadi aku melakukan hal yang sama seperti saat kita berangkat. Aku memegang ujung jaket kanan kirinya supaya aku tidak terbang terbawa tekanan udara.
"Peluk saja enggak apa-apa." Aku masih mendengar suara pak Aksara.
"Apa, pak?" Aku mengeraskan suaraku karena suaraku terbawa angin. Aku tidak tuli saat pak Aksara mengucapkan kalimat tersebut. Aku hanya ingin memastikan saja, apa yang aku dengar salah atau tidak.
"Peluk saya, biar tidak jatuh." Ternyata pak Aksara benar-benar mengucapkan kalimat tersebut.
Aku melingkarkan tanganku ke tubuh pak Aksara. Aku memeluknya dari belakang, kemudian aku menyenderkan kepalaku di punggung pak Aksara. Aku memejamkan mata karena merasakan sebuah kenyamanan. Padahal hal ini biasa kulakukan saat berboncengan motor dengan Bastian. Namun, punggung pria dewasa ternyata rasanya berbeda.
"Jangan buat aku jatuh cinta, pak. Kalau bapak tidak bisa membalasnya." Aku masih ingat posisiku disaat seperti ini. Melihat pak Aksara masih ingin menggunakan sabun yang biasa kak Lila beli membuatku tersadar, bahwa pak Aksara belum bisa menerimaku.
Aku juga tidak bisa marah karena aku melakukan hal yang sama. Aku masih belum melepaskan Bastian. Namun, hatiku sudah mulai goyah setiap kali pak Aksara bersikap manis kepadaku. Aku tidak bisa memungkiri perasaan ini.
Kami tiba di rumah sekitar jam sembilan malam. Kami segera membongkar belanjaan karena ada beberapa buah yang harus dimasukkan ke dalam kulkas. Perasaan aku tidak membeli makanan ringan atau cemilan. Kenapa ada beberapa bungkus makanan tersebut diplastik?"
"Saya yang ambil, pas tadi kamu pergi ambil pembalut." Pak Aksara seakan tahu apa yang ada di dalam pikiranku.
"Oh." Aku hanya memautkan bibirku membentuk huruf O.
Setelah merapihkan belanjaan, kami langsung masuk ke kamar. Aku mengganti piyama di dalam kamar mandi. Aku tidak langsung tidur karena besok tidak ada jam kuliah sampai hari minggu. Aku membuka laptop dan melanjutkan episode drama yang belum habis kutonton.
Pak Aksara sedang berada di dalam kamar mandi. Dia juga masih mengganti pakaiannya dengan piyama. Tidka berapa lama.
"Kirain mau langsung tidur." Suara pak Aksara memaksaku untuk meng-pause drama yang kutonton.
"Besok libur, jadi bisa tidur sampai siang." Aku menimpali pernyataan pak Aksara.
Pak Aksara berbaring di sampingku. Dia sedikit mendekat ke arahku karena ternyata dia juga akan ikut menonton. Tubuh kami tetap terhalang bantal guling.
"Bapak suka nonton drakor?" tanyaku disela-sela kami menonton.
"Enggak," jawabnya santai.
"Terus kenapa ikut nonton?" tanyaku penasaran.
"Saya biasa ikut nonton, kalau Kalila lagi nonton drama, kaya kamu." Dia masih menatap layar laptopku.
Ada sedikit sayatan di hatiku. Sekali lagi, pak Aksara menyadarkanku untuk tidak jatuh cinta sendirian.
Pak Aksara menutup kedua mataku saat ada adegan kissing di layar laptop. Aku hendak membuka tangannya karena aku sudah terbiasa menonton adegan seperti itu disetiap drama yang kutonton, tapi tanganku ditahan oleh tangan pak Aksara yang satunya. Aku sudah dewasa, lagian aku juga pernah merasakan hal itu satu kali dengan Bastian tanpa orang lain ketahui.
"Pak saya sudah sering lihat, enggak usah ditutup mata saya," kataku saat dia membuka mataku.
Adegan itu sudah berakhir seiring dia membuka mataku. Aku kembali menonton drama tersebut. Mataku sangat ngantuk. Mataku perlahan terpejam tanpa kusadari. Giliran pacar haluku yang menontonku sedang tidur.
"Mik, bangun. Tangan saya pegel." Aku merasakan kepalaku tergeser.
"Tangannya pegel?" batinku.
Aku terbangun dan menggeser tubuhku. Pantas tangan pak Aksara pegal, ternyata kepalaku berbantal lengannya.
"Maaf, pak." Aku beranjak duduk untuk menghindarinya. Bisa-bisanya aku tertidur di lengannya tanpa sadar.
Aku membereskan laptop yang tadi kupakai untuk nonton. Aku rasa, pak Aksara juga tertiduran sepertiku. Tapi, laptopnya kok sudah mati? Aku tidak tahu karena aku tidur terlebih dahulu.
Semangati author terus ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments