Aku turun dari motor dan memberikan helm ke pak ojol. Aku sudah berada di depan rumah.
"Jangan lupa bintang limanya, mba." kata bapak ojolnya sebelum pergi.
"Saya kasih bintang di langit sekalian, pak." Aku mendengar kekehan bapak ojol itu.
"Makasih ya, mba."
"Iya," jawabku ramah.
Memberi penilaian baik untuk tukang ojol juga termasuk hal penting. Aku memberikan bintang lima untuknya dan keterangan 'terima kasih'. Saat akan memasukkan ponselku ke dalam tas, ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari pak Aksara.
^^^Saya yang ambil motor kamu, jadi kamu tidak perlu ke bengkel.^^^
^^^_Pak Monster^^^
Tidak perlu, saya bisa ambil sendiri.
Send to: Pak Monster
Aku menutup ponselku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku sedang tidak ingin merepotkan pak Aksara. Aku rasa, aku bisa ambil sendiri tanpa Bastian atau bantuan dari pak Aksara. Apa pak Aksara mendengar percakapan aku dan Bastian? Tapi kami hanya membicarakannya berdua tentang ini. Rere juga sudah tidak ada di sana karena sudah dijemput Zain.
Aku merebahkan diri di atas kasur. Mengambil cemilan di atas meja dan membuka laptop untuk maraton drakor. Sepertinya, hal yang menarik untuk saat ini. Hasil ujian tengah semester sudah keluar. Hari senin pak Aksara akan mengadakan UTS kembali karena nilai kami tidak memuaskan. Jalaslah, ujiannya mendadak. Sedangkan, hasil UTS hari selasa sedikit memuaskan, hanya ada beberapa mahasiswa yang mengulang. Aku tidak tercantum di daftar mahasiswa yang mengulang.
Aku sudah menyambungkan wifi ke laptopku. Aku tidak suka mengunduh drama ke dalam laptopku, jadi aku harus melakukan streaming online. Aku tidak ingin memori laptopku penuh dengan drakor. Baru saja sepuluh menit menonton drama, ponselku bergetar. Getarannya lama berarti ada panggilan masuk.
Pak Monster.
Ngapain manusia itu meneleponku? Dengan rasa ogah-ogahan, aku mengangkat panggilan teleponnya.
"Saya sedang di bengkel." Tanpa bab pendahuluan, manusia ini langsung masuk ke isi pembahasan.
"Iya, terus?" tanyaku.
"Saya sedang ambil motor kamu."
"Oh, makasih." Kan-kan, gara-gara pak Aksara aku harus putar otak buat cari alasan ke Bastian.
"Habis ini, saya langsung pulang." Ngapain dia pulang cepat?
"Iya, pak."
Tut tut tut.
SiAlan main matiin telepon mendadak tanpa permisi. Sakit jiwa kayanya, gara-gara ditinggal istrinya kali ya. Kak Lila sesabar apa ya, ngadepin manusia kaya dia. Jadi penasaran, atau kak Lila diguna-guna dia biar tunduk kepadanya.
Mika, ayo jangan berpikiran yang iya-iya. Cha Eun Woo sudah kangen ditatap kamu. Aku kembali menonton drama terbaru dari aktor ganteng tersebut. Drama Korea selalu bikin nagih, ngeselin. Tanpa sadar, aku sudah satu jam menonton drama tersebut. Aku sudah mengganti episode selanjutnya.
"Kamu lagi apa."
"Akkkhhh." Aku terperanjat kaget medengar suara besar yang menggema tepat di gua telingaku.
Dug!
Kepalaku membentur dagu lelaki yang sudah mengagetkanku.
"Awww," ringkihnya.
Aku melihat pak Aksara memegang dagunya. Dia mengusap bibirnya yang sedikit berdarah karena ulahku. Kepalaku juga masih nyut-nyutan karena benturan keras tadi. Pak Aksara sih ngagetin segala.
"Maaf-maaf." Tanpa sengaja aku memegang kedua tangannya.
Mata kami saling bertemu tanpa sengaja. Tanganku juga masih berada di sana. Dan tidak lupa wajah kami saling berhadapan. Seketika aku terpesona dengan wajah yang mirip om-om. Bukan karena guna-guna atau pelet. Mungkin, karena ini kakakku bisa luluh kepadanya. Aku baru sadar kalau dia memiliki lekukan wajah yang sempurna, rahangnya yang tajam dan hidung yang terukir sempurna. Benar, dia rupa malaikat berhati iblis.
"Lepasin." Ucapannya membuyarkan semuanya.
Aku menelan salivaku dengan kesusahan. Tangan laknat ini segera kulepaskan. Aku membenarkan posisiku seperti semula, tentu saja aku sangat malu karena sempat mengagguminya.
"Sadar Mika, dia dosen kamu." Aku merutuki diriku sendiri dalam hati.
"Saya pinjam motor kamu buat seminar hari ini." Dia pulang gara-gara ini.
"Terus nanti, kalau ada ada yang tahu bapak pakai motor saya gimana?" tanyaku tanpa melihat wajahnya. Aku masih malu kalau dia sadar aku sempat menelanjangi wajahnya.
"Seminar di kampus lain, kok. Kalau saya tidak bilang ke peserta seminar, bahwa saya pakai motor istri saya, mereka tidak bakal tahu." Aku senyum-senyum sendiri saat dia menyebutku sebagai istrinya.
"Lagian, motor kaya kamu juga banyak yang punya."
Tuhkan, langsung dijatuhkan dari langit setelah diangkat tinggi-tinggi. Mulutnya emang lain, daripada yang lain.
"Ya sudah. Yang penting bensin penuh kalau pulang." Aku melanjutkan menonton dramaku yang tertunda karena dramaku sendiri.
Pak Aksara sudah membersihkan luka di bibirnya sendiri dengan kapas. Dia juga sudah pergi lagi untuk mengisi seminar. Kenapa tidak lewat telepon saja sih izinnya, padahal tadi dia juga habis telepon aku.
Kalau dia enggak pulangkan, jantung aku masih normal. Gara-gara dia jeroanku porak-poranda. Ah, Mika. Jangan jatuh cinta duluan cuma gara-gara tampang malaikatnya. Dia hanya akan menguji kesabaranmu saja Mika.
Menonton drama pun percuma karena aku sudah tidak mood lagi untuk menonton pacar haluku. Aku mencari aktivitas lainnya untuk menghilangkan rasa debar-debar ini.
"Jangan terpesona, jangan terpesona, terpesona." Kalimat itu kuulang terus menerus.
Aku sudah mondar-mandir sambil mengucapkan kalimat tersebut. Aku baru sadar kalau pak Aksara punya pesona sebesar itu. Kemana saja aku? Mungkin rasa benciku selama ini sudah menutupinya. Selama tiga tahun lebih aku menutup diri untuknya karena kejadian masa lalu yang memalukan itu. Sadar Mika, wajahnya memang menawan, tapi lihat kelakuannya. Dia selalu bikin kamu naik darah dan mengotori mulut kamu dengan serapahmu karena tugas-tugasnya yang tidak ada habisnya. Jangan karena adegan beberapa detik saja bikin kamu meruntuhkan segalanya.
"Aku harus meminta bantuan ke Bastian," monologku.
Aku menghubungi Bastian untuk memberitahunya, jika aku akan membatalkan meminta bantuannya. Tidak butuh waktu lama, Bastian mengangkat panggilan teleponku.
"Ada apa?" tanyanya sesaat setelah mengangkat teleponku.
"Kayanya, kita tidak jadi ke bengkel deh," jawabku.
"Lah, emang kenapa? Kamu enggak ke bengkel sendirian kan?" Suaranya terdengar panik.
"Motor aku sudah balik ke rumah, pihak bengkel yang bawa ke sini." Pihak bengkelnya bernama Aksara Arkatama, dosen kita, Bas.
"Oh, kirain kamu mau sendirian ke sana. Untung belum marah." Duh, makin berat kalau harus ninggalin cowok kaya Bastian.
"Enggaklah, masa punya pacar ke bengkel sendirian. Nanti pacarnya malah jalan sama cewek lain." Alibiku agar Bastian akan mempercayaiku.
"Kamu lagi apa?" Beruntung Bastian langsung mengalihkan pembicaraan.
"Lagi nge-drakor." Tentu saja aku bohong.
"Tumben nelepon aku, pas lagi pacaran sama oppa-oppa kamu." Kekehnya yang masih bisa kudengar melalui sambungan telepon.
"Iya juga ya, ya sudah matiin teleponnya." Pintaku, tentunya aku bercanda.
"Aku lagi nulis naskah buat teater bulan depan." Itu bukan berarti dia memberitahumu tentang kegiatannya. Melainkan, dia ingin segera mematikan teleponnya karena sedang sibuk. Bastian tidak bisa diganggu kalau sudah hanyut dalam kesibukannya.
"Ya sudah, aku matiin teleponnya. Love you."
"Too." Aku mematikan sambungan telepon kami.
Bastian, sampai kapan aku akan melakukan kebohongan ini. Sangat berat jika aku disuruh melepaskanmu. Tapi, aku tidak mau mengkhianati kakakku dan aku juga tidak ingin jadi janda muda. Apakah jika nantinya aku menjadi janda, kamu akan tetap menerima jandaku? Aku meneteskan air mataku.
Kasih saran atau kritik yang membangun dong buat author. Bair tambah semangat update. 🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Alina
jangan punya hubungan diatas hubungan jelaskan dgn baik kalau jodoh takkan kemana,kebohongan akan selalu ada diatas kebohongan lain dusta hanya akan menciptakan nestapa
2021-11-19
2