Aku menyangga daguku untuk menahan kepalaku supaya tidak terjatuh. Pak Aksara manusia langka menyuruhku untuk belajar di tengah malam. Dia menyiapkan buku-bukuku yang sudah kutata di dalam tas untuk perkuliahan besok. Sebenarnya, aku cuma memiliki satu buku catatan saja sih karena semua mata perkuliahan aku jadikan satu dalam buku binder berwarna hijau. Selebihnya, buku refrensi perkuliahan.
"Saya tidak bisa tidur gara-gara kamu," ujarnya sambil duduk dihadapanku.
Kami sedang belajar di atas kasur. Aku malas untuk belajar di meja belajar. Mataku masih mengantuk dan enggan banyak bergerak.
"Saya kepikiran kejadian tadi," imbuhnya. "Saya sudah menyuruh kamu belajar malam tadi, tapi kamu malah tidur." Dia membukakan buku untukku.
"Saya sudah belajar dari siang sampai malam loh pak. Bapak aja yang enggak lihat, karena sibuk di luar." Aku mulai membaca buku yang sudah tergaris bawah.
"Kalau sudah belajar, kenapa buka-buka laptop saya buat cari soal besok?"
Sumpah aku malu banget karena rencana konyolku tadi. Aku berkutat dengan buku di depanku. Sesekali kepalaku melorot ke bawah karena kantukku. Pak Aksara masih mengawasiku dengan berbaring di depanku. Dengan kepala disangga oleh lengannya.
"Kamu harusnya beruntung, aksinya saya cegah," ucapnya tiba-tiba. "kalau saya tidak mencegahnya, kamu akan melakukan hal sia-sia. Soal UTS untuk besok sudah saya siapkan di kampus."
Pernyataan pak Aksara membuatku tertampar kenyataan. Ternyata aku melakukan hal yang sangat sia-sia. Kalau saja aku mampu mencegah rasa penasaranku, sudah pasti sekarang aku sedang tertidur nyenyak tanpa menanggung rasa malu.
"Pak, kayanya yang jam dua pagi belajar cuma saya doang deh," protesku.
"Ya itu, karena ulah kamu sendiri." Pak Aksara masih menggunakan lengannya untuk menyangga kepalanya dan sekarang sedang menghadap ke arah aku.
"Pak, kan saya sudah bilang. Kalau saya sudah belajar."
"Kalau kamu sudah belajar, kamu pasti tidak akan buka-buka laptop saya." Jantungku berdegub kencang karena posisi pak Aksara masih menghadap ke arahku dan sedang memperhatikanku belajar.
Aku memilih diam dari pada berdebat terus dengan dia. Kantukku sama sekali belum hilang. Aku rasa belajar dengan kondisi seperti ini, ilmu yang aku baca tidak akan masuk ke otak.
Aku merasakan tangan pak Aksara berada di dahiku untuk menopangku. Aku tidak sadar kalau aku tertidur dan akan terjatuh. Beruntung kepalaku ditahan oleh tangan pak Aksara.
"Sorry, pak." Aku tersadar dari tidurnya.
"Tidur saja, jangan dipaksa." Akhirnya kalimat itu lolos juga dari mulutnya.
Aku akan mengemasi buku-buku yang berserakan di atas kasur, tapi dicegah oleh pak Aksara.
"Biar saya saja, kamu tidur saja." Dia mengemasi bukuku dan dia juga memasukkannya lagi ke dalam tasku.
"Terima kasih, pak." Aku sangat tulus mengucapkan kalimat itu.
Aku membaringkan tubuhku di atas kasurku. Aku tidak merasakan kehadiran pak Aksara di sampingku. Saat aku melirik ke arah sekitarku, ternyata dia tidur di sofa. Ternyata pria itu benar-benar tidak mau menyentuhku.
Aku tertidur sangat pulas tanpa sadar. Aku mendengar suara benda jatuh yang terdengar sangat berat. Aku terbangun dan mencari sumber suaranya. Aku terkekeh saat melihat tubuh pak Aksara sudah berada di lantai. Kurasa, dia terjatuh dari sofa saat tidur.
Aku mengahampirinya untuk menawarkan bertukar posisi. Jam sudah menunjukkan hampir pukul empat pagi. Rasa kantukku sedikit menghilang karena melihat kondisi pak Aksara.
"Enggak apa-apa, saya tadi cuma mimpi jatuh saja." Dia menolak bertukar posisi.
Kami kembali tidur di tempat pilihan kami masing-masing. Azan subuh berkumandang membangunkan kami berdua. Tentunya, mataku masih sangat mengantuk. Pak Aksara mengambil air wudu dan aku menunggu di depan kamar mandi.
Kami salat subuh berjamaah di dalam kamar. Untuk kedua kalinya, aku mencium punggung pak Aksara sehabis salat.
"Saya mau tidur sebentar, nanti jam setengah enam, tolong saya dibangunkan." Pak Aksara membereskan tempat salatnya.
"Saya juga mau tidur, pak." Aku mengemasi mukenahku dan tertidur di kasur bersama pak Aksara. Bantal guling menjadi pembatas kami.
Pernikahan adalah ikatan suci yang tidak boleh dinodai oleh siapapun. Suatu saat nanti, pasti akan ada titik temu di dalam pernikahan ini. Aku tidak yakin, jika pak Aksara akan mencintaiku secepat kilat. Aku juga belum membuka hatiku untuk pak Aksara. Apa yang dikatakan ibu benar, menikahlah satu kali dalam seumur hidup. Namun, semuanya butuh proses.
"Mik, bangun. Sana mandi." Aku merasakan tepukan kecil di lenganku.
"Jam berapa pak?" tanyaku sambil menguletkan tubuh.
"jam enam kurang," jawabnya ringan.
Aku bergegas mandi untuk bersiap kuliah pagi. Aku sudah siap untuk mengikuti UTS di mata kuliah pak Aksara. Kami bertiga sarapan di meja makan yang sudah disiapkan oleh ibu.
Dret dret.
ponselku bergetar seperti ada pesan masuk. Aku membukanya, ada dua pesan masuk dari pak Aksara. Pantas saja, dari tadi dia berkutik dengan ponselnya di meja makan.
Selamat pagi,
Perkulihan kali ini, masuk jam 07.30 karena kita akan melangsungkan ujian tengah semester.
Semoga kalian sudah lebih siap dari kemarin.
_Pak Monster
Sebarkan ke grub kelas.
_Pak Monster
Aku berniat akan membalas pesannya dan akan menyebarkan pesan ke grub, tapi dicegah oleh pak Aksara.
"Makan dulu saja," titahnya.
Aku mengikuti perintahnya kembali. Aku akan menyebarkan pesannya nanti setelah makan. Kami makan tanpa ada obrolan apapun. Ibu juga diam.
Pak Aksara pamit pergi terlebih dahulu. Dia katanya akan mengisi bensin untuk mobilnya. Sedangkan, aku membereskan meja makan setelah kami makan.
"Bu, aku pergi dulu ya." Aku pamit berangkat ke ibu setelah membereskan meja makan. Ibu akan pergi ke toko kuenya sekitar pukul sembilan pagi.
"Iya, hati-hati." Aku mencium punggung tangan ibuku.
Sebelum pergi ke kampus, aku mengirim ulang pesan dari pak Aksara. Walaupun, belum ada jam tujuh, aku tetap pergi supaya tidak terlambat nantinya. Aku memasang helm dan meluncurkan motorku ke kampus.
Bastian sudah berada di dalam kelas beberapa menit setelah kedatanganku. Bastian duduk di sampingku.
"Mik," panggilnya.
"Semester depan, aku sudah bisa dapat dosen pembimbing." Dia menggenggam tanganku.
"Bagus dong, Bas." Jujur, aku sangat senang mendengarnya.
"Sesuai janjiku, kalau kita skripsi. Aku bakal lamar kamu." Raut muka dia sangat sumringah.
Dia termasuk mahasiswa andalan di jurusan. Dia juga pernah menemani salah satu dosen yang melakukan penelitian. Siapa yang tidak kenal dan kagum dengannya.
"Bastian, terima kasih ya." Aku mengendurkan genggaman tangan Bastian.
"Terima kasih untuk?" Bastian kembali mengeratkan genggaman tangannya.
"Untuk cinta kamu," jawabku.
Bagaimana jika apa yang dikatakan Bastian benar-benar terjadi. Aku harus bagaimana menjelaskan keadaanku? Aku juga tidak mau putus dengannya saat ini. Aku dan Aksara hanya memiliki status menikah secara hukum, secara hati kita bukanlah siapa-siapa. Dia hanya dosen sekaligus mantan kakak iparku.
Aku melihat dari ekor mataku akan kehadiran pak Aksara di dalam kelas. Aku segera melepaskan genggaman tangan Bastian. Pak Aksara sedang menyiapkan kertas soal untuk UTS.
"Selamat pagi," sapanya kemudian.
"Pagi, pak." Serentak mahasiswa yang ada di dalam kelas menjawab sapaan dia, begitu juga denganku.
"Oke, sudah ada di dalam kelas semua kan?" tanyanya memastikan kalau mahasiswanya sudah ada di dalam kelasnya.
"Sudah, pak."
"Seperti biasa, kumpulkan tas dan ponsel kalian di depan," perintahnya sebelum membagikan soal dan lembar kertas jawaban. "Duduknya jangan dekat-dekat antara satu sama lain, biar tidak terjadi kecurangan."
Sorot mataku dengan pak Aksara saling bertabrakan tanpa sengaja. Aku masih malu dengan kejadian semalam. Mataku juga masih mengantuk akibat ulahku sendiri.
Saat aku mengerjakan soal. Aku sedikit melirik ke arah pak Aksara yang sedang mengawasi kami. Dia sesekali menguap kecil, aku rasa dia sedang menahan kantuknya. Diam-diam, aku juga sedang menahan kantuk, aku juga sesekali menguap. Kelas ini terasa sunyi sekali, sampai suara napas semut saja bisa kalian dengar di kelas ini. Tidak ada yang berani menoleh ataupun bersuara. Suasana benar-benar hening.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments