Seminggu berlalu.
"neng, gimana? katanya mau ngenalin temen kamu?" tanya Ayah Agus saat mereka menonton tv bersama di ruang keluarga, tapi tanpa dini. Dini memilih berada di kamarnya malam Minggu ini.
"Tante Amber nanyain lagi, katanya kamu dikasih waktu sampe Minggu depan, kalo Minggu depan kamu masih belum ada laki-laki yang dateng, ya perjodohan ini mau diterusin."
mama Meti menyambung ucapan suaminya.
Ana yang duduk di sebelah ayahnya kini menatap mama Meti, dilihat seperti itu mama Meti merasa sedikit tidak enak..
"Aku mau tanya sama Mama, sama Ayah, kalian semakin apa sama perjodohan ini,? gimana kalo ternyata anaknya Tante Ambar malah menolak dijodohkan sama aku," tanya Ana mencari celah agar perjodohan ini tidak terjadi.
"ah moal nolak atuh neng, anak mamah geulis kieu." (ah ga mungkin nolak donk, anak mama cantik gini) kata mama Meti sambil senyum-senyum. "namanya sama anak sendiri, gimana juga pasti dipuji, Mah cantik atau ganteng itu relatif," jawab Anak sambil bersungut-sungut.
"ya udah nanti Ayah tanyain sama Tante Ambar, gimana sama anaknya, mau apa gaknya." jawab ayah menengahi.
"gini aja deh, kalo sampe anaknya Tante Ambar sampe nolak, sekali aja, dia bilang gak! aku gak mau diterusin, masa udah ditolak mau maksa, ih kaya gak laku aja!" jawab Ana dengan senyum sinis.
"neng kamu lupa, Tante Ambar lho yang minta perjodohan ini, gak mungkin kalo anaknya sampe nolak, iya kan Yah?!" sambung mama Meti disambut anggukan Ayah. perdebatan semakin panjang, mama sampai ceramah masalah indahnya pacaran setelah menikah. Perdebatan panjang yang akhirnya tetap menyudutkan Ana.
Ana tahu apa yang mamanya katakan itu tak ada yang salah, tapi hatinya masih enggan menerima perjodohan ini. akhirnya Ana berpikir untuk menggagalkan perjodohannya, tapi dia tidak ingin manjadi satu-satunya yang disalahkan atas kegagalan perjodohan ini. Satu-satunya jalan adalah membuat anaknya Tante Ambar yang harus menolak perjodohan ini.
Minggu pagi, cuaca masih tidak bersahabat, walaupun tidak hujan tapi matahari masih enggan menampakkan sinarnya.
Ana masih senang menggulung selimutnya sambil memainkan ponsel dibaliknya.
"Na,,," mama mengetuk pintu kamar dan langsung membukanya.
"euleuh-euleuh, anak perawan jam segini ngagulung kneh dina simut! gugah geulis, pamali!" (ngagulung dina Sumut: menggulung dibawah selimut, gugah: bangun, pamali: kata mematikan emak-emak di daerah Sunda untuk melarang anaknya melakukan sesuatu, heheee,,,) mama Meti sewot melihat anak gadis nya masih ada di bawah selimut.
"eh mah aku mau nanya dong, anaknya Tante Ambar itu seperti apa orangnya?" tanya Ana setelah mamanya duduk di sampingnya dan diapun mengeluarkan kepalanya dari selimut. mama Meti yang tadi terlihat sewot sekarang mulai tenang, sepertinya perdebatan tadi malam mulai membuka pemikiran anaknya tentang perjodohan ini. Sudah terlihat Ana mulai penasaran dengan calonnya, mama Meti terlihat tersenyum.
"eeemmmm,,, kalian ketemu dulu aja, biar saling mengenal."
mama Meti mengelus rambut anaknya dengan lembut.
Sementara di sebuah rumah dikawasan elit di kota Jakarta.
"Mam, plis,,, sudah berapa kali aku bilang, untuk urusan jodoh biar itu jadi urusan aku sendiri, jadi tolong percayalah, aku hanya belum menemukan perempuan yang bisa aku jadikan pendamping hidup, itu saja!"
"sudahlah, Mami sudah gak mau dengar alasan lagi, kalo sampai yang sekarang gagal! Mami gak akan segan-segan mencoret namamu dari ahli waris keluarga. ah ya, Mami akan mempertimbangkan Sakti sebagai penggantinya."
Tut,,,Tut,,,Tut,,,
Sambungan telepon tiba-tiba terputus begitu saja tanpa mendengar jawaban.
"sial!" Andre membanting ponselnya ditempat tidur.
lalu dia melemparkan tubuhnya sendiri di tempat tidur itu, mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Dia memejamkan matanya dengan menjadikan kedua telapak tangannya sebagai bantal. Andre mulai mengatur nafas.
"mas, kopinya aku simpam disini ya," seorang gadis masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu.
"emmm,,," jawaban itu sudah terbiasa didengarnya, gadis itu duduk disamping Andre.
"mas, masih masalah perjodohan itu ya? apa yang bisa aku bantu mas, mungkin aku,,," ucapan gadis iti terhenti,
"terimakasih Wen, tolong tutup pintunya." bukan jawaban itu yang diinginkan nya, dia hanya bisa menggigit bibirnya lalu keluar kamar dan menutup pintunya.
Weni adalah adiknya Andre, tepatnya adalah adik angkatnya. Kakaknya Weni, Ranto adalah sahabat baik Andre saat di Sekolah Menengah Atas, mereka sudah tidak punya Ayah dan yang berjuang menafkahi selama ini adalah ibunya, yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga dirumah neneknya Andre. Ranto dan Weni pun bisa sekolah karena dibiayai oleh keluarganya. Saat lulus SMP ibunya meninggal karena kanker, dan lima tahun kemudian Ranto menyusul ibunya karena sebuah kecelakaan. Saat itu Weni baru usia tujuh tahun, jadi keluarga Andre mengangkatnya secara sah menjadi keluarga mereka, dan yang paling ngotot adalah Andre yang merasa dititipi oleh Ranto untuk menjaga adiknya meminta ibunya secara resmi menjadikan dia sebagai adik angkatnya dimata hukum.
Jika ibunya sudah mulai mengancamnya dengan alasan ahli waris, itu artinya sudah tak ada lagi kesempatan dia untuk menolak. Siapa sebenarnya keluarga itu mengapa maminya sampai ngotot sekali menjodohkannya. Seperti apa perempuan itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Tha Ardiansyah
Iiiihhh.... Weni ngarep
2021-12-13
0