Malam ini, Nara melamun seorang diri di kamarnya. Menatap langit-langit kamar yang bermotif bunga, entah mengapa hatinya ikut berbunga-bunga. Entah karena menatap langit-langit itu atau karena memang hatinya sedang bahagia. Yang pasti, itu terjadi karena ciuman beberapa hari lalu yang masih begitu berbekas di dalam hati.
Nara, senyum-senyum sendiri. Seraya menyentuh bibirnya tiada henti. Walaupun ciuman itu bukan ciuman pertama baginya, namun dia yang baru beranjak dewasa, baru mengerti makna dari ciuman yang sebenarnya. Dan syukurlah, kali ini dilakukan dengan lelaki yang dia suka. Tidak seperti ciuman pertamanya dulu, yang Nara bahkan tak ketahui siapa dia. Sepupunya yang satu kah, yang satu lagi, atau satunya lagi. Entahlah, Nara tak mengetahuinya.
Tok .. tok .. tok ...
Tiba-tiba pintu jendela balkon kamarnya berbunyi. Nara yang sedang melamun, tentu saja terperanjat karenanya. Beranjak bangun tuk melihat dan membukanya, Nara mengerjap kaget kala melihat seseorang di sana.
"Kak !" Daanish tampak berdiri di dekat jendela.
"Kok bisa ?" Nara sungguh tak percaya, menutup mulutnya yang menganga.
"Karena rindu yang menggebu, segala ku lakukan untukmu." Daanish berucap sok puitis. Berjalan ke kamar Nara tanpa menunggu dipersilahkan masuk oleh pemilih kamar berwarna peach itu.
"Ini udah malam, Kak. Kalau ketahuan gimana ?" Nara yang jarang berurusan dengan pria, tentu saja merasa risih karenanya. Membayangkan sang nenek yang bisa saja marah bila mengetahui Nara memasukkan seorang lelaki ke kamarnya.
"Aku hanya mau memberikan ini." Seraya memberikan sebuah gantungan kunci.
"Kan bisa besok, Kak." Mengingat resiko besar yang bisa saja dialami oleh Daanish. Jatuh terpeleset saat naik tadi atau saat turun nanti. Bagaimana jadinya, membayangkannya pun Nara tak tega.
"Aku maunya sekarang, Andara." Jawab Daanish singkat.
"Demi apa coba ? Ya, demi kamu !" Lanjut Daanish membuat pipi Nara memerah seketika.
"Tapi, Kak ... " Tiba-tiba Daanish menutup mulut Nara, bukan dengan tangannya melainkan dengan bibirnya. Karena tangannya, kini tengah melingkar erat di pinggangnya.
"Hmm ... " Nara terus meronta. Tubuhnya berhenti bergerak, kala Daanish menyentuh tengkuk lehernya untuk memperdalam ciuman mereka.
Ciuman itu berlangsung lama, Daanish yang aktif dan Nara yang pasif berkolaborasi menjadi satu. Menjadi ciuman hangat, yang memabukkan dan dipenuhi dengan rasa yang perlahan mereka sadari itu cinta, walau keraguan terasa, apakah ini karena nafsu semata.
"Balas, Andara !" Bisik Daanish menghentikan ciumannya untuk sementara, lalu menyatukan dahi mereka berdua. Menatap lekat gadis di hadapannya, tangannya terulur meraih dagu lancip Nara.
Nara yang mendengarnya tentu saja tergoda, tak dipungkiri ciuman itu membuatnya melayang seketika. Hingga membuatnya ingin mengulanginya lagi, bahkan lebih lama. Dan tanpa malu, setelah mendengar bisikan itu, ciuman itu terjadi lagi, dan kali ini Nara yang memulainya.
Dimulai dari mengecup bibir Daanish barang sekejap saja. Lalu memagutnya, dan kini bertautan saling melum*t walaupun terasa masih amatir dan terlihat tak berpengalaman. Dan dengan lihainya, Daanish memainkan lidahnya di dalam sana. Nara yang tak memiliki pengalaman apa-apa, hanya mengikuti alur saja, menikmati sembari sesekali ikut membalas permainan lidah itu di dalam mulutnya.
"Nara !" Tiba-tiba suara Nenek menginterupsi. Dengan cepat Nara mengelak, mendorong Daanish hingga terjatuh ke atas sofa.
"Ya, Nek !" Jawab Nara panik, bergegas berjalan ke pintu seraya menghapus air liur yang membasahi bibir.
Sejenak tersadar, dia malah kembali lagi." Sebentar, Nek !" Teriaknya lagi kepada sang nenek.
"Sembunyi dulu !" Seraya menarik Daanish ke toilet yang ada di kamarnya.
Bruukk
Menutup toilet cukup kencang, cepat dia berlari untuk membuka pintu. "Ada apa, Nek ?" Tanya Nara sedikit gugup, detak jantungnya belum kembali normal. Bibirnya pun masih terlihat cukup bengkak. Dan dia benar-benar salah tingkah kala melihat sang nenek yang kini tengah menatapnya, dalam dan lekat, seolah meneliksik apa yang telah Nara lakukan tadi, sehingga membuat Nara membuka pintu lama sekali.
Nenek yang kini berdiri di depan pintu yang terbuka, menengok ke arah belakang punggung Nara, tepatnya ke dalam kamar Nara. Tdak ada apa-apa, mungkin salah sangka atau kecurigaan semata. Nenek yang pernah muda dulu, tentu mengerti dan pernah merasakannya.
"Ada apa, Nek ?" Ulang Nara bertanya. Sang nenek sedari tadi diam saja, malah menatap Nara dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Ehem !!" Nara berdehem kencang, mencoba menyadarkan.
"Ada telfon dari papa, Sayang. Katanya-- ponsel kamu tidak bisa dihubungi. Hubungi papa balik, dia sangat merindukanmu." Jelas Nenek terlihat antusias.
Dia tahu pasti, Nara sangat menyayangi dan merindukan papanya. Entah mengapa, akhir-akhir ini, beberapa tahun ini, Nara terlihat menghindari pertemuan dengan papanya itu.
Kalau diingat-ingat, keakraban mereka berakhir tepat sebelum Nara memutuskan pindah untuk tinggal bersama Neneknya.
Nenek, mama, dan papanya bukan tidak menyadari. Dan sampai saat ini, mereka masih belum mengerti, hanya sekedar menebak, mengira-ngira, mungkin karena Nara telah menginjak usia remaja. Emosinya sedang labil-labilnya, dan lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya.
"Emh ..., nanti aku hubungi balik, Nek." Ucap Nara memundurkan tubuhnya perlahan, meraih pegangan daun pintu untuk ditutupnya segera.
"Aku--mau mengerjakan tugas dulu nenek, selamat malam." Ucap Nara menongolkan kepalanya seraya menutup pintu yang dipegangnya. Menguncinya dari dalam, tidak seperti biasanya.
Nenek terdiam, mencoba memahami gadis remaja yang tinggal di rumahnya ini, cucunya tersayang.
•
•
Nara mengetuk daun pintu toilet. Karena tak kunjung dibuka, Nara mencoba membukanya, ternyata tidak dikunci. Memasukinya dengan segera, perlahan, tampak Daanish tengah duduk di dalam bathub.
"Kak !" Tegur Nara, kala melihat Daanish hampir tertidur di dalam sana. Menggoyangkan bahunya, menyadarkan Daanish yang matanya sudah terlihat sendu dan sayu, menahan kantuk yang menggebu.
"Eh ?!" Daanish mengerjap, "Udah ?" Tanyanya.
Nara mengangguk pelan, duduk di pinggiran bathub. Sejenak mereka saling bertemu pandang, menahan deru gelombang dari dalam tubuh yang sepertinya mulai dikuasai setan yang menggoda. Dan Nara hanya menurut saja, kala Daanish menarik tangannya cukup kencang untuk duduk di pangkuannya kini.
•
•
Entah apa yang merasuki mereka. Kini mereka berduaan di sana, di dalam bathub yang sudah dipenuhi dengan air yang menggenang. Berendam bersama, mereka saling mencumbu, berpelukan, berciuman, saling meraba tubuh yang masih berbalut pakaian.
Deru nafas beradu kencang, menahan gejolak yang kian semrawut merasuki badan. Mereka saling menahan, walau sebenarnya hasrat mereka saling menginginkan.
"Jangan, Kak !" Nara menghentikan tangan Daanish yang mulai bergerak untuk membuka kancing bajunya. Sungguh, dia takut membayangkannya, jika pakaian mereka sudah terbuka, Nara yang masih belia pun sudah menduga apa yang akan terjadi selanjutnya.
Nara sedikit menyesal, kenapa mereka bisa bersikap berlebihan seperti sekarang ini. Menjadi remaja nakal yang melakukan hal yang tidak sewajarnya.
"Maaf !" Bisik Daanish seraya menarik tangannya. Dia sadar dia telah melebihi batas. Beralih menarik leher Nara untuk memagut kembali bibir mungil miliknya. Namun, siapa sangka, kali ini Nara menolaknya tepat disaat Daanish mengecup bibirnya.
Mendorong dada Daanish, Nara menatapnya dengan bola mata berkaca-kaca."Maaf, Kak. Aku--" Ada sedikit penyesalan di hatinya, sikapnya tadi, murahankah ?
"Aku mencintaimu .. !" Ucap Daanish setelah melihat reaksi Nara. Nara yang mendengarnya, mengerjap tak percaya.
"Percayalah !" Lanjutnya meyakinkan Nara. Nara yang sebenarnya juga merasakan hal yang sama, merasa senang mendengarnya. Setidaknya, hal tadi bukan terjadi karena nafsu belaka.
Memeluk Nara, kini mereka saling terdiam menikmati air hangat yang terus mengalir membasahi badan mereka.
"Pakaianku basah, Andara. Bagaimana nanti aku pulang ?" Tanya Daanish mengejutkan.
Nara menjauh dari dekapan Daanish, " Kamu sih !" Menyalahkan. "Pake acara ginian." Hardiknya, walau dia akui dia merasa senang.
"Tapi, kamu senengkan ?" Goda Daanish, "Bagaimana kalau nginep saja !"
"Nggak !" Tolak Nara tegas.
"Aku masih nyimpen t-shirt kamu dulu." Nara ingat dulu Daanish pernah meminjamkan T-shirtnya pada Nara saat di rumah sakit, saat Daanish kecelakaan tempo lalu.
"'Celananya pakai itu aja !" Lanjut Nara kesal, berdiri untuk mengganti pakaiannya yang basah kuyup.
"Pokoknya, aku gak mau ketahuan nenek, Kak."
"Baiklah !" Daanish melengos mendengarnya. Dia mengerti maksud Nara. Pulang nanti dia harus mengendap-endap lagi, agar tidak tertangkap oleh satpam di depan pintu gerbang. Nakal sih.
Nara benar dia harus segera pulang, kalau tidak mereka bisa ketahuan lalu dinikahkan. Padahal, mereka masih belum siap untuk menapaki jenjang itu. Walau hatinya dipenuhi dengan cinta, jujur mereka masih terlalu muda, untuk menganggap perasaan itu secara berlebihan.
Mereka masih butuh waktu untuk saling mengenal dan memahami segala isi hati. Mengenal diri pribadi, yang disukai dan tidak disukai dan lain sebagainya. Hingga kedewasaan dan kepercayaan tumbuh dalam sebuah ikatan. Karena ikatan cinta bukanlah sebuah permainan semata.
•
•
🍬 Bersambung ... 🍬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
DeputiG_Rahma
like DEBU mendarat thor...
maaf nih baru mampir lagi🤧🤧🤧
2020-12-25
0
HeniNurr (IG_heninurr88)
😍😍Selalu like
2020-12-03
1
ig : skavivi_selfish
3 like mendarat sempurna. semangat kak. 💚
2020-12-03
1