Siang ini, Dean lagi-lagi menelan pil pahit kekecewaan. Tak berhasil menemui Andara, padahal hari ini dia harus bergegas kembali ke kotanya. Hanya seorang gadis yang bernama Dellia--sahabat Andara yang berhasil ditemui olehnya. Dan mengatakan bahwa Andara tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga. Dean yang belum terlalu dekat dengan Andara, tentu saja tak berani datang ke rumahnya, padahal Dellia bisa saja mengantarnya.
"Yakin, ga mau ngedatangin rumahnya ? Sekalian aku juga pengen ketemu ma dia. Tumbenan dia bolos sekolah." Dellia menawarkan diri tuk ke sekian kalinya. Namun hanya penolakan yang dia dapat, kala lelaki tampan yang berada di hadapannya ini, hanya menggelengkan kepalanya.
"Lain kali saja. Tidak enak juga. Bukankah dia sedang ada acara keluarga, takutnya dia risih dengan kedatangan kita yang tiba-tiba."
Dean yang terpelajar dan berasal dari keluarga terhormat, digembleng sedari kecil mengenai sopan santun dan tata krama bertamu. Tentu saja mengerti, tak baik bertamu tanpa undangan atau kabar terlebih dahulu. Kecuali memang karena hal yang begitu penting. Dan untuk alasan penting yang dimilikinya, Dean tak yakin Andara akan menyukainya.
Masa bertamu tiba-tiba hanya karena ingin bertemu dan mengobrol saja. Apalagi belum ada status jelas diantara mereka berdua.
Dean pun baru tersadar, bahwa cintanya baru sepihak saja. Belum tentu berbalas, mengingat dirinya pun belum berani untuk mengungkapkannya. Butuh keyakinan ekstra, melawan rasa malu dan ragu yang bergulat di dalam dirinya. Belum lagi bersiap diri untuk kemungkinan ditolak nanti.
Mencoba menghubungi ponsel Andara yang pernah didapatkan dari temannya, nyatanya itu terasa percuma dan sia-sia belaka. Karena sedari tadi nomer Andara samasekali tidak dapat dihubungi.
Mengapa menemui Andara menjadi sesulit ini ? Apakah takdir sedang tidak berpihak kepadanya kini ?
Di lain tempat, di tepi danau yang cukup sepi. Dipenuhi dengan rumput ilalang yang cukup tinggi. Indah dan hijau nan menyejukkan mata. Dengan kadar oksigen tinggi di udara, yang menyehatkan pernafasan kita.
Cahaya redup menyorot di sela-sela pohon tinggi. Tampak sepasang kekasih, dua sejoli tengah memadu kasih, di atas kap mobil milik sang lelaki. Spesial hari ini dia tidak membawa motor kesayangannya. Mengingat medan jalan dan tempat yang ditujunya cukup terjal dan berbahaya, jika terus memaksa dengan menggunakan kendaraan beroda dua itu.
"Demi kakak, aku bolos." Manja Nara bergelayut pada lengan sang lelaki pujaannya. Dia bahkan memakai seragam sekolah saat itu.
Nakalnya Andara ! Dari rumah dia berangkat. Izin kepada sang nenek. Nyatanya-- dia tidak pergi ke sekolah. Melainkan pergi ke tempat ini dengan sang kekasih hati. Sungguh perbuatan yang tidak terpuji, dan tidak patut untuk dicontoh, wahai para pembaca semuanya.
"Hmm. Hebat ! Kau cukup berani. Aku bahkan belum pernah melakukannya. Karena itu sungguh tercela, Andara !" Sindir Daanis.
Walau dalam hati dia senang. Demi menghabiskan waktu bersamanya, gadis ini rela bolos dari sekolahnya.
"Ckk !! Bukannya ini gara-gara, Kakak. Yang minta, yang maksa siapa tadi ? Bukannya nganter ke sekolah, kakak malah bawa aku ke sini. " Sembari memukul bahu Daanish cukup kencang, matanya melayangkan delikan tajam.
Daanish tersenyum kecut. Melihat Andara marah-marah seperti sekarang ini, malah membuat dirinya semakin gemas. Meraih dagu gadis itu, Daanish memiringkan kepalanya. Mengecup lalu memagut bibir berlapis lipbalm berasa buah-buahan itu.
Berawal dari lum*tan pelan, secara perlahan berubah menjadi kencang. Sebelah tangannya bergerak meraih tengkuk Andara untuk memperdalam ciumannya. Sedang sebelah tangan lagi meraih pinggang ramping gadis itu. Pun sama, Andara tak kalah aktif, beberapa kali ciuman cukup membuat dia pintar juga. Membalas pagutan itu, Nara melingkarkan tangannya pada leher Daanish.
Daanish mengusap-usap punggung Nara, secara perlahan tangan itu bermain liar ke paha putih dan mulusnya yang hanya memakai rok pendek itu. Halus ! Itu yang dia rasa, apalagi ketika tangan itu berangsur naik perlahan ke dalam sana. Plakkkk !!
Andara memukul tangan nakal Daanish. "Apaan sih, Kak !!" Tegur Andara melepas pagutan mereka. Dia tidak suka dengan perlakuan liar Daanish yang mulai diluar batas dan kendali diri.
"Maaf !!"
Daanish memalingkan wajahnya. Kembali menatap ke depan, pemandangan rumput hijau dan danau biru di depannya.
"Maafkan aku, hmm !"
Daanish menarik Andara untuk masuk ke dalam dekapan eratnya. Berdua mereka menikmati semilir angin yang terasa begitu menyejukkan tubuh itu. Menatap pepohonan yang menjulang tinggi di sekitarnya, bersamaan awan mendung yang datang menggumpal langit. Menutup sang Surya yang bersinar terang di celah-celah pohon dan hijau daun yang terbuka.
Rintik air turun, pertanda hujan telah tiba. Andara menengadahkan tangannya, menikmati sensasi air yang menyiram telapak tangan dan tubuhnya.
"Masuklah, Andara ! Hujannya cukup deras !"
Peringat Daanish dari balik kaca jendela yang sengaja dia buka. Sudah sedari tadi dia masuk ke dalam mobil, dia yang tidak terlalu suka hujan-hujanan langsung masuk ke mobilnya tatkala air menyirami bumi. Tanpa menyadari bahwa Andara masih tak bergeming dari posisinya tadi.
"Andara !''
Teriaknya lagi, cukup cemas. Mengingat mereka bahkan tidak punya baju ganti, belum lagi kepulangan yang terpaksa tertunda karena hujan cukup deras saat ini. Jalanan pasti akan licin sekali, berbahaya untuk dilalui.
Dan dia hanya menatap dalam, terpesona berbalut cemas akan pemandangan liar di depan matanya. Tatkala melihat Andara berlari, menari-nari, berputar menikmati air hujan yang mengguyur tubuh indahnya. Indah dan cantik, Andara bak peri hujan di hutan nan hijau ini.
•
•
Dellia terkejut dengan kedatangan seseorang di depannya. Baru saja dia melepas Dean pergi di depan gerbang sekolahnya, yang namanyapun bahkan lupa untuk sekedar dia tanyakan tadi untuk dia ingat diberitahukan pada sahabatnya nanti.
"Om !"
Sapa Dellia pada papa Andara, Papa Lucas. Pria itu, semakin berumur semakin tampan saja. Semakin matang dengan jambang berbulu yang menghiasi sekitaran dagu dan rahangnya. Belum lagi bentuk tubuh yang semakin terlihat proporsional.
Delia menatap takjub pria dewasa berusia empat puluh tahunan lebih itu. Jika pria itu seorang duda, mungkin dia yang akan pertama kali mendaftar untuk menjadi ibu tiri sahabatnya itu. Ini Gila !
"Ada apa, Om ?" Sapa Dellia lagi.
Mengernyit heran, bukankah Andara tidak sekolah, mengapa datang ke sini. Mendadak perasaan tak enak berkecamuk di dalam hati. Jangan-jangan ??
"Mana Andara, Dellia ?" Tuh, kan !!
"Andara ?!"
Dellia menelan ludahnya kasar. Dia bingung harus menjawab apa. Arah pembicaraan ini, dia sudah bisa menebaknya. Sesuai dengan kecurigaannya yang tidak biasa-biasanya Andara tidak masuk sekolah, dengan ijin yang datang tiba-tiba. Ternyata Andara memang bolos, dan sialnya dia tidak tahu sekarang Andara ada di mana.
"Ya. Andara ! Om datang untuk menjemputnya. Tolong panggilkan dia, Dellia. Bukankah kau satu kelas dengannya !"
Dueerrr. Ini seperti sengatan listrik bagi Dellia, sungguh ini hal yang tidak terduga. Bolos, Andara si siswa andalan bolos sekolah. Gila ! Ini gila ! Dan Dellia serasa mendapat kerepotan karenanya. Jika Andara bukan sahabatnya, dia pasti akan melaporkannya, langsung saja.
Tunggu dulu ! Bagaimana jika Andara tidak bolos. Bagaimana jika dia mengalami sesuatu yang tidak terduga. Dan berbohong, tentu saja pilihan buruk baginya.
Dilema, sejujurnya Dellia bingung. Namun, demi kebaikan, kejujuran akhirnya menjadi pilihan.
"Maaf, Om. Sebenarnya -- " Ucap Dellia terbata. Cemas dan takut bercampur menjadi satu.
"Sebenarnya apa ?!" Sang papa terlihat sungguh tidak sabar sepertinya.
"Sebenarnya-- Andara tidak masuk sekolah, Om." Jelas Dellia ragu. Menundukkan kepalanya takut.
"Apa maksudmu ? Kata neneknya, dia berangkat sekolah pagi tadi." Papa Lucas mulai terlihat sewot dan gusar saat itu.
"Dia-- tidak masuk, Om. Katanya-- ada acara keluarga." Dellia menjawab apa adanya.
"Apa !!"
Lucas benar-benar kaget mendengarnya, tak percaya. Terus menerus menginterogasi Dellia dengam beribu pertanyaan darinya. Dan Dellia memilih pasrah jujur memberikan jawaban sesuai dengan yang diketahui olehnya saja.
Jujur menjadi pilihan. Dellia takut, disaat dia berbohong, justru Andara sedang dalam bahaya saat ini. Itu saja.
Maafkan aku, Andara !!, bathin Dellia.
•
•
🍬 Bersambung ... 🍬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Jeon_Rani
Aku hadir ka
Semangat up terus😘
Jangan lupa feedback ya🤗
2020-12-05
1
HeniNurr (IG_heninurr88)
Like untukmu sllu akak😘😘
2020-12-05
1
Vi_Lian
Semangat
2020-12-05
1