Daanish merasa nyaman, bagaimana tidak, Nara yang tidak memakai dalaman tentu saja terasa hangat dan empuk di dadanya. Hingga untuk beberapa lama tadi, cukup lama mereka tidak berubah posisi, apalagi dengan Daanish yang memeluk pinggang Nara dengan begitu erat, seolah enggan terlepas walau sesaat.
Detak jantung bertalu-talu, saling bersahutan diantara dua insan. Dalam jarak sedekat itu mereka bisa saling merasakan.
Saling memandang, mereka mendalami perasaan. Dari tatapan mata sang lelaki yang teduh dan menghanyutkan, dan dari tatapan sang gadis yang hangat dan penuh perasaan.
Cinta itu kian lama tergambar jelas, terguar perlahan nampak ke permukaan. Hingga akhirnya, mereka sendiri memahami, makna perasaan yang hadir di dalam hati. Makna dari detak jantung yang semakin tak beraturan. Walau pada akhirnya mereka memilih untuk terus saling memendam.
"Bangun, Andara ! Nanti dada aku bolong." Canda Daanish sembari menyeringai dengan begitu jelas. Mendorong bahu Nara, membantu untuk bangun dari posisinya.
Melihat reaksi Daanish tentu Nara kesal karenanya.
"Ish, Kakak !" Pukul Nara pada dada Daanish yang bidang sembada.
Nara beranjak bangun dari posisinya semula. Wajah Nara benar-benar merah karenanya, mendengar kata bolong, apa maksudnya. Memang aku sundel bolong, bathin Nara.
Daanish masih saja tertawa. Nara sejenak lupa, namun akhirnya tersadar tatkala Daanish melirik dadanya, eeh .. buah dada yang menonjol itu.
"Kakak !" Pekik Nara sembari menyilangkan tangan di depan dada. Menghentak-hentakkan kakinya, melepas rasa kesal bercampur sesal yang berkecamuk menyerang urat saraf.
•
•
Satu minggu waktu yang mereka miliki untuk menghabiskan waktu bersama. Sebelum Daanish benar-benar pergi dan cukup lama untuk kembali.
Sepakat menghabiskan waktu senggang berdua, walau tanpa status dan ikatan berarti diantara mereka. Memilih untuk memantapkan hati dan perasaan dengan seiring waktu saja. Seperti air yang mengalir.
Toh, jika sudah takdirnya mereka bersama, waktu tetap akan menyatukan mereka. Entah kapan dan dimana, Tuhan yang maha tahu segalanya.
"Nonton !" Saran Daanish untuk kencan pertama mereka.
Mereka ketemuan di depan sekolah Nara, selain menjemput Nara sebagai alasannya, tentu saja mereka sudah berniat untuk pergi keluar, sekedar jalan-jalan bersama.
"Boleh ! Film apa ? Jangan romantis, aku tidak suka." Andara memberikan jawaban monohoknya.
"Action, bagaimana ?" Saran Daanish, bertanya.
Nara tersenyum seraya menganggukkan kepala, "Gak masalah." Jawabnya sembari berjalan mengikuti Daanish yang kini tengah menaiki motornya.
"Pegangan, yang kenceng !" Pinta Daanish penuh dengan modus tipu muslihat.
Nara mencebik mendengarnya. Sesaat setelah menaiki motor Daanish, dia memilih berpegangan pada body samping motor saja.
"Nggak ah, nanti punggung kamu bolong." Tolak Nara seraya bercanda.
"Ya elaahh ... !!" Daanish terkekeh mendengarnya, tak lama Nara juga ikut tertawa. Jadinya, mereka terkekeh dan tertawa bersama. Mengisi udara dengan tawa receh dan renyah mereka.
"Sundel bolong, emang !" Sahut Nara, masih bercanda. Saking asyik bercanda, dia lupa untuk mengeratkan pegangannya. Padahal, Daanish melajukan cukup kencang motornya.
Sreeetttt !!
Tiba-tiba Daanish mengerem mendadak motornya. Nara yang kaget, terdorong ke depan. Dadanya mendorong punggung Daanish seketika. Daanish yang tersadar, tersenyum seketika. Sedang Nara, dia masih asyik nemplok saja di punggung lelaki yang ada di depannya.
"Ada apa ?" Tanya Nara panik.
"Kamu masih pakai seragam, Andara !" Daanish mengingatkan menatap Andara yang kini tengah bersandar di bahunya.
Nara menunduk, menatap tubuhnya yang masih berseragam itu. Dan akhirnya tersadar, kala dirinya begitu nyaman bersandar di punggung Daanish.
"Eh !!" Nara memundurkan posisi duduknya diam-diam, berharap Daanish tidak menyadari posisinya tadi. Namun terlambat, Daanish sudah sadar sedari tadi.
Mengetahui Nara yang menjauh darinya, Daanish langsung menyindirnya.
" Punggung aku, gak bolong kan, Andara ?" Tanya Daanish tiba-tiba, yaelah-- bercanda.
Buukkk
Seketika, satu pukulan melayang di bahu Daanish. Bukan dari tangannya, melainkan dari tas ransel yang dipegang Nara. Alamat sakit, maakkk.
•
•
Di Bioskop ..
Setelah pulang ke rumah dan mengganti pakaiannya, bergegas mereka pergi ke bioskop di mall besar di pusat kota.
Karena Film action tak ada yang tayang, film horor yang menjadi pilihan. Judulnya, Tali Pocong Perawan.
Mereka telah duduk di kursi tengah. Setelah sesaat lalu membeli makanan dan minuman ringan untuk menemani mereka.
Bergelap-gelapan mereka duduk berdua di sana, kebetulan sekali, sedikit penonton yang ada di sana. Mungkin-- kurang peminat filmnya.
"Kenapa milih film ini ? Kayaknya gak seru deh !" Bisik Nara pada telinga lelaki yang duduk di sampingnya.
"Seru, Andara ! Nikmati saja, kamu pasti suka." Jawab Daanish dengan begitu seriusnya. Tatapan matanya tak henti menyorot adegan demi adegan menyeramkan yang tayang di layar datar raksasa.
"Seru dari mana ?" Tanya Nara lagi seraya memepetkan tubuhnya ke tubuh lelaki yang ada di sampingnya.
"Yang ada serem tau, Kak !" Imbuhnya lagi, sesekali memejamkan matanya kala melihat adegam seram di depan matanya lagi. Menyampingkan wajahnya, tanpa menyadari betapa dekat wajah cantiknya dengan wajah sang lelaki yang ada di sampingnya. Daanish sih, kelihatannya seneng-seneng aja. Memang itu tujuan utamanya.
"Aaargh ...!" Pekik Andara menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Sesekali dia menunduk, memeluk lengan Daanish, bahkan mencubit dan mencakarnya diluar kesadaran. Rasa takut yang berlebihan, membuat Nara benar-benar ketakutan. Tak menikmati moment menonton siang itu samasekali.
Daanish terkekeh melihatnya.
"Itu cuman bohongan, Andara." Daanish mencoba menenangkan Nara. Menepuk bahunya pelan-pelan, berharap Nara lebih tenang.
"Besok-besok jangan nonton film horor deh. Film romantis aja." Ucap Andara membuat Daanish seketika tertawa.
"Tadi, yang gak mau nonton film romantis, siapa ya ?!" Goda Daanish menggaruk-garuk kepalanya. Dan Nara hanya mendelik saja ke arah Daanish, malas untuk berkomentar.
Yang pasti saat ini, entah sadar atau tidak sadar, mereka duduk berdua saling bersandar, menenangkan, merangkul, hampir berpelukan. Memberikan kenyamanan dan ketenangan diantara berdua. Hingga akhirnya Nara berhasil melewati film itu hingga akhir.
"Maaf, Kak !!" Ucap Nara tulus. Kala melihat lengan Daanish yang dipenuhi dengan bekas cubitan dan cakarannya.
"Sekalian gigit, Andara." Sindir Daanish bercanda.
"Kalau mau digigit, harusnya nonton film vampire." Timpal Nara.
"Selain Twilight dulu, gak ada lagi film vampire yang bagus. Kamu-- punya rekomendasi barangkali."
"Yaelah, kak. Kalau vampirenya kayak di film twilight, bukannya takut digigit, malah pengen dicium." Ujar Nara seraya mengingat tokoh tampan Edward Cullen di film itu.
Daanish diam terpaku mendengarnya. Mencerna kalimat Nara yang seolah memancing dirinya.
"Kalau kamu memang mau dicium, aku bersedia jadi vampire itu !" Ucap Daanish serius, yang malah dianggap candaan belaka oleh Nara.
Seraya tak henti tertawa, Nara mulai merasa aneh dengan lelaki yang ada di dekatnya itu. Apalagi, mereka tengah berdua di lorong sepi menuju pintu keluar bioskop itu. Karena terlalu asyik mengobrol, mereka tertinggal, hanya berduaan saja di sana.
"Kak !" Nara mencoba menyadarkan Daanish yang kini tengah menatapnya dalam dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan.
Mereka kini berdiri berhadapan, Nara bersandar di tembok, dan Daanisg berdiri di hadapan Nara, dengan begitu dekatnya. Karena, sedari tadi, secara perlahan, Daanish semakin mendekatinya, hampir mendempet dan menghimpitnya.
Kedua tangan Daanish bergerak mengungkung Nara. Dengan gerakan cepat dia memiringkan kepalanya, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah gadis yang kini justru memejamkan matanya, seolah pasrah dengan yang akan dilakukan Daanish padanya.
Berniat mencium Nara, Daanish justru gemas melihat reaksi gadis yang ada di hadapannya. Nara memejamkan matanya, seraya mengkerutkan wajahnya.
"Aku bercanda, Andara !" Ujar Daanish dengan senyuman tipis di bibirnya.
Nara membuka matanya seketika, ketika menyadari tak terjadi apa-apa. Apalagi setelah mendengar kata-kata yang diucapkan Daanish baru saja.
Empat mata bertemu, penuh kelegaan tersirat di sana. Nyatanya, semua itu memiliki makna yang berbeda.
Cup, Daanish mengecup bibir Nara seketika. Lalu melum*tnya barang sekejap saja.
Lega pun sirna, tatkala Nara mengira Daanish tak jadi menciumnya, justru Daanish lega karena mencium Nara sembari menatap mata indah Nara yang terbuka.
Mata teduh dan menghanyutkan itu ... , bathin Nara.
Kenapa, aku merasa mengenalnya ...
.
.
🍬 Bersambung ... 🍬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Diana Susanti
ciuman keduanya saat mereka kuliah
2022-11-10
0
Aldekha Depe
gemeshhh banget sama daanish
2020-12-03
4
Nuyizz Sweet
buruan jadian thor..
2020-12-02
2